Ira Wahyu Wardhani
Kontributor
Hari Raya Idul Fitri merupakan momen yang sangat dinantikan oleh seluruh umat Islam sedunia. Salah satu ibadah yang dianjurkan untuk dilaksanakan adalah Shalat Id.
Shalat Id hukumnya sunnah muakkad atau sangat dianjurkan, sejak disyariatkannya pada tahun kedua hijriah. Sejak disyariatkan pada tahun kedua hijriah Rasulullah selalu melaksanakannya hingga beliau wafat dan dilanjutkan oleh umatnya sampai sekarang.
Dikutip dari artikel NU Online ditulis oleh Mahbib Khoiron dikemukakan bahwa syarat dan rukun Shalat Id tidak berbeda dengan shalat fardu lima waktu, termasuk ketentuan mengenai hal-hal yang membatalkannya. Namun, terdapat beberapa perbedaan dalam aspek teknis yang tidak ditemukan dalam shalat pada umumnya. Perbedaan teknis ini bersifat sunnah.
Shalat Idul Fitri dapat dilaksanakan sejak terbitnya matahari hingga menjelang waktu Zuhur. Berbeda dengan shalat Idul Adha yang dianjurkan untuk dilakukan lebih awal guna memberi kesempatan bagi masyarakat yang akan berkurban setelah shalat, shalat Idul Fitri disunnahkan untuk sedikit ditunda. Hal ini bertujuan agar mereka yang belum menunaikan zakat fitrah masih memiliki waktu untuk menunaikannya sebelum shalat dimulai.
Shalat Id dilaksanakan dua rakaat secara berjamaah dan diikuti dengan khutbah setelahnya. Namun, bagi yang datang terlambat atau berhalangan, shalat ini tetap boleh dilakukan secara sendiri (munfarid) di rumah sebagai alternatif daripada tidak melaksanakannya sama sekali.
Berikut adalah tata cara Shalat Id secara berurutan. Penjelasan mengenai hal ini dapat ditemukan dalam berbagai sumber, di antaranya kitab Fashalatan karya Syekh KHR Asnawi, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama asal Kudus, serta kitab al-Fiqh al-Manhajî ‘ala Madzhabil Imâm asy-Syâfi‘î (juz I) yang ditulis oleh Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan 'Ali asy-Asyarbaji.
Pertama, shalat id didahului niat yang jika dilafalkan akan berbunyi “ushallî sunnatan li ‘îdil fithri rak'ataini”. Ditambah “imâman” kalau menjadi imam, dan “ma'mûman” kalau menjadi makmum.
أُصَلِّي سُنَّةً لعِيْدِ اْلفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) لِلّٰهِ تَعَــالَى
Artinya, “Aku berniat shalat sunnah Idul Fitri dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.”
Hukum pelafalan niat ini sunnah. Yang wajib adalah ada maksud secara sadar dan sengaja dalam batin bahwa seseorang akan menunaikan shalat sunnah Idul Fitri. Sebelumnya shalat dimulai tanpa adzan dan iqamah (karena tidak disunnahkan), melainkan cukup dengan menyeru "ash-shalâtu jâmi‘ah".
Kedua, takbiratul ihram sebagaimana shalat biasa. Setelah membaca doa iftitah, disunnahkan takbir lagi hingga tujuh kali untuk rakaat pertama. Di sela-sela tiap takbir itu dianjurkan membaca:
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
Artinya, “Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang.” Atau boleh juga membaca:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ وَلاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Artinya, “Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, Allah maha besar.”
Baca Juga
Ini Tata Cara Shalat Idul Fitri
Ketiga, membaca Surat al-Fatihah. Setelah melaksanakan rukun ini, dianjurkan membaca Surat al-A'lâ. Berlanjut ke ruku’, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya hingga berdiri lagi seperti shalat biasa.
Keempat, dalam posisi berdiri kembali pada rakaat kedua, takbir lagi sebanyak lima kali seraya mengangkat tangan dan melafalkan “allâhu akbar” seperti sebelumnya. Di antara takbir-takbir itu, lafalkan kembali bacaan sebagaimana dijelaskan pada poin kedua. Kemudian baca Surat al-Fatihah, lalu Surat al-Ghâsyiyah. Berlanjut ke ruku’, sujud, dan seterusnya hingga salam. Sekali lagi, hukum takbir tambahan (lima kali pada pada rakaat kedua atau tujuh kali pada rakaat pertama) ini sunnah sehingga apabila terjadi kelupaan mengerjakannya, tidak sampai menggugurkan keabsahan Shalat Id.
Kelima, setelah salam, jamaah tak disarankan buru-buru pulang, melainkan mendengarkan khutbah Idul Fitri terlebih dahulu hingga rampung. Kecuali bila Shalat Id ditunaikan tidak secara berjamaah. Hadits Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah mengungkapkan:
السنة أن يخطب الإمام في العيدين خطبتين يفصل بينهما بجلوس
Artinya, “Sunnah seorang Imam berkhutbah dua kali pada shalat hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), dan memisahkan kedua khutbah dengan duduk.” (HR Asy-Syafi’i)
Terpopuler
1
Lailatul Ijtima PRNU Brambang Diwek, Jamaah Dapat Tambahan Ilmu Seputar Ibadah
2
Santri Expo 2025, IPNU-IPPNU dan Ansor di Jombang Gelar Festival Al-Banjari Berhadiah Jutaan Rupiah
3
Perbedaan Ketentuan Ibadah Aqiqah dan Kurban
4
Gandeng 13 Perguruan Tinggi, PWNU Jatim Sambut Bonus Demografi dengan Beasiswa Prestasi
5
Lailatul Ijtima PCNU Jombang Sarana Konsolidasi Organisasi, Tingkatkan Girah Khidmah Pengurus
6
Kongres VIII BEM PTNU: Seruan Persatuan dan Arah Juang Mahasiswa NU di Tengah Dinamika Zaman
Terkini
Lihat Semua