• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Selasa, 30 April 2024

Warta

Semangat Bapak-Bapak Sambongsantren Belajar Al Banjari Bersama Anggota Banser

Semangat Bapak-Bapak Sambongsantren Belajar Al Banjari Bersama Anggota Banser
Latihan Al Banjari warga Sambongsantren (Foto: NU Online/Ali Purnomo)
Latihan Al Banjari warga Sambongsantren (Foto: NU Online/Ali Purnomo)

NU Online Jombang,

Jika biasanya seni hadrah Al-Banjari ditekuni oleh muda mudi, berbeda dengan seni Hadrah Al-Banjari di Sambongsantren. Pria berusia paruh baya justru yang belajar seni Hadrah Al-Banjari dengan tekun.

 

Adalah Ruswanto, salah satu anggota Banser Sambongdukuh yang menjadi pelatih Al Banjari bagi warga RW 1 Sambongsantren. Usia mereka tidak lagi muda, tapi antusiasme untuk belajar Banjari masih cukup tinggi. 

 

Kesenian Hadrah Al Banjari merupakan seni khas islami yang sering kita lihat dan kita dengar baik acara peringatan maulid nabi, Isra' Mi'raj dan lain sebagainya. Beberapa literatur menyebutkan kesenian ini berasal dari Kalimantan, tetapi awalnya kesenian Al-Banjari justru sudah perkenalkan oleh seorang sufi besar yakni Jalaluddin Rumi. 

 

Dalam memainkan rebana tidak bisa secara instan, tetapi harus melalui pelatihan yang rutin. 

 

"Semakin sering berlatih memukul rebana, maka secara otomatis dengan sendirinya tangan akan terampil dan dalam memainkan nada. Hadrah Al Banjari biasanya dilakukan sekelompok orang serta diperlukan kerjasama yang kompak," ungkap Ruswanto yang telah belajar Hadrah Al Banjari sejak menjadi anggota Remaja Masjid (Remas) Ar-Rohmah, Sambong Permai.

 

Dia juga menjelaskan, dalam latihan ini ada rumus dalam memukul. Pukulannya berirama itu terbagi menjadi 2 cara. Pukulan wedokan (nganai) atau pukulan lanangan (nikai). 

 

"Naik turunnya nada tergantung dengan lagunya dan kami menyesuaikan dengan metode memukul yang berbeda. Ada rumusnya untuk membuat nada yang berbeda. Untuk memukul hadrah yang menghasilkan bunyi dung, di dalam rumus ditulis dengan huruf D. Caranya adalah dengan merapatkan ke empat jari telunjuk sampai kelingking, kemudian pukul dibagian agak tengah dari hadrah/rebana," jelasnya.

 

Sementara itu, untuk pemukulan hadrah yang menghasilkan bunyi Tang/Tak, di dalam rumus ditulis dengan huruf T. Caranya adalah dengan merenggangkan jari-jari, kemudian pukul di bagian pinggir hadrah/rebana.

 

Inilah kegiatan latihan yang sering diajarkan oleh Ruswanto kepada warga yang sudah berusia 50 tahun ke atas setiap Minggu sekali.

 

Ruswanto dengan ikhlas ingin mengamalkan ilmunya kepada bapak-bapak 

 

Ia merasa, bapak-bapak yang diajarnya penuh semangat mengikuti setiap latihan. Meski usia mereka tidak lagi muda, namun semangat belajarnya masih tinggi.

 

"Latihan al-banjari ini sudah biasa kalau dilakukan anak-anak. Tapi ini dilakukan oleh bapak-bapak yang usianya di atas 50 tahun yang tidak mau berhenti belajar. Jadi saya makin semangat mengajari," jelasnya.

 

Tidak ada yang malu-malu atau minder, semua kompak belajar dan niat sungguh-sungguh agar bisa memainkan Hadrah/rebana.

 

"Kenapa harus malu, belajar kan mulai dari sejak kandungan sampai ke liang lahat ," tutur Muhammadun Bashar, salah satu murid Ruswanto.

 

"Meskipun usia kita sudah tua, namun kita belajar sholawatan karena mencintai kanjeng Nabi," ujar Khoirul Anam yang rumahnya selalu digunakan untuk latihan hadrah Al-Banjari ini.

 

Kontributor : Ali Purnomo

Editor : Fitriana


Warta Terbaru