• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Sabtu, 27 April 2024

Nasional

Gus Halim: Dalam Pengaderan Jangan Ada Perbedaan Status

Gus Halim: Dalam Pengaderan Jangan Ada Perbedaan Status
Gus Halim: Dalam Pengaderan Jangan Ada Perbedaan Status. (Foto: Dok Ansor Jombang)
Gus Halim: Dalam Pengaderan Jangan Ada Perbedaan Status. (Foto: Dok Ansor Jombang)
NU Online Jombang, 
H Abdul Halim Iskandar menegaskan, pengaderan dalam sebuah organisasi, termasuk di Nahdlatul Ulama (NU) tidak mengenal status atau strata sosial. Semua kader harus dipandang sama. Prinsipnya tidak boleh ada deskriminasi antara satu dengan yang lainnya.
 
"Gus atau bukan gus, di dalam kaderisasi statusnya sama. Karena kita bicara organisasi bukan bicara warisan, jadi jangan sampai organisasi ini menjadi tidak berdaya dan tidak profesional gara-gara deskriminasi," ujarnya saat menyampaikan arahannya di PKL Ansor Kabupaten Jombang di Pondok Pesantren Putri Nur Khodijah 3 Denanyar, Jombang, Ahad (31/10/2021). 
 
Pria yang seringkali disapa Gus Halim ini mengaku, pengaderan di Ansor sejak kepemimpinan Nusron Wahid sudah mulai tertata dengan baik. Misalnya, ada berbagai persyaratan dan diatur sedekimian rupa untuk hal kepengurusan. PKL adalah bagian dari persyaratan menjadi pengurus Ansor di level tertentu.
 
"Dalam pengaderan saya selalu menekankan pemetaan dalam konsep dirinya harus jelas, karena orang tidak akan bisa menempatkan dirinya secara baik dan tepat kalau tidak paham aku iki sopo," tegasnya. 
 
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) ini mengimbau, PKL yang diselenggarakan Ansor Jombang harus memiliki output yang konkret dalam menguatkan kelembagaan atau jamiyah NU. Hari ini NU merupakan jamiyah yang dicari oleh warga dunia dan menjadi penyeimbang negara Indonesia.
 
Ada dua hal yang harus selalu dibangun di tubuh Nahdlatul Ulama, tidak terkecuali di sejumlah badan otonomnya. Yakni meluaskan jama’ah dan menguatkan jamiyah.
 
Hal itu menurutnya juga menjadi pembeda, karena tidak dimiliki oleh organisasi soasial keagamaan manapun, bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh muka bumi ini.
 
"Bedanya NU sama yang lain adalah dimulai dari jama'ah yang kemudian membentuk jamiyah," tambahnya.
 
NU adalah sebuah institusi, bukan bergerak dari orang per orang. Orang yang mengatakan NU tanpa diurus sudah jalan, itu tidak salah, tetapi tersesat. 
 
"NU tidak usah diurus itu jamaahnya. Yasinan, tahlilan, manaqiban, tidak ada yang urus sudah jalan semua. Tetapi jangan lupa NU adalah sebuah institusi, sebuah organisasi, sebuah jamiyah, makanya harus terus ditopang," jelasnya. 
 
NU adalah pesantren besar dan pesantren adalah NU kecil, karena pada hkikatnya NU lahir dari tokoh pendiri dan para pengasuh pondok pesantren, seperti Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari, Syaikhona Kholil, dan tokoh-tokoh pondok pesantren yang lain. 
 
"Tidak akan ada NU jika tidak ada tokoh-tokoh kiai lainnya, Kiai Wahab, Kiai Bisri Syansuri, Kiai Asnawi, dan para tokoh-tokoh kiai di Indonesia," tuturnya.
 
Kontributor: Karimatul Maslahah
Editor: Ahmad 


Nasional Terbaru