Syariah

Sanggahan atas Pandangan yang Menganggap Peringatan Maulid Nabi Bid'ah Sesat

Ahad, 8 September 2024 | 08:00 WIB

Sanggahan atas Pandangan yang Menganggap Peringatan Maulid Nabi Bid'ah Sesat

Ilustrasi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. (Foto: Dok NU Online)

Pandangan atas peringatan kelahiran atau maulid Nabi Muhammad SAW di kalangan masyarakat Muslim selalu kontroversi. Sebagian menganggap tidak perlu karena di masa Nabi dan sahabat tidak pernah diadakan peringatan tersebut. Sementara sebagian yang lain justru menganggap sebaliknya, bahwa peringatan maulid Nabi dianggap penting untuk dilakukan. Pandangan yang kedua ini dianut oleh kebanyakan masyarakat Muslim, khususnya di Indonesia.


Alasan pemahaman yang sampai pada titik kesimpulan bahwa peringatan maulid Nabi Muhammad tidak semestinya dilakukan bahkan dilarang cenderung mudah dipatahkan. Pandangan ini muncul didasarkan pada sebuah hadits berikut:


وإيَّاكم ومحدثات الأمور؛ فإنَّ كلَّ محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة


Artinya, "Berhati-hatilah kalian dari sesuatu yang baru, karena setiap hal yang baru adalah bid`ah dan setipa bid`ah adalah sesat”. [HR. Ahmad No 17184].


Memaknai hadits di atas akan kurang lengkap bila hanya berhenti di satu hadits tersebut. Padahal, ada hadits lain yang semestinya dinukil sehingga menjadi pemahaman yang sempurna, tidak parsial. Hadits yang dimaksud adalah berikut ini:


من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد


Artinya, "Siapa saja yang membuat sesuatu yang baru dalam masalah kami ini, yang tidak bersumber darinya, maka dia ditolak." [HR al-Bukhori No 2697]


Pada hadits kedua ini menjadi titik sangat penting. Karena itu harus harus diulas dengan detail, sehingga tidak megeneralisasi semua hal yang baru termasuk bid'ah dhalalah atau bid'ah sesat. Yang pada ujungnya melegitimasi ganjaran neraka kepada orang-orang yang melaksanakan bid'ah tersebut.


Dalam buku 'Bid'ah dalam Agama' ditulis Yusuf al-Qaradhawi halaman 177 dijelaskan bahwa ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan أمرنا dalam hadits di atas adalah urusan agama, bukan urusan duniawi, karena kreasi dalam masalah dunia diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat. Sedangkan kreasi apapun dalam masalah agama adalah tidak diperbolehkan.


Dengan demikian, maka makna hadits di atas adalah sebagai berikut:


“Barang siapa berkreasi dengan memasukkan sesuatu yang sesungguhnya bukan agama, lalu diagamakan, maka sesuatu itu merupakan hal yang ditolak”


Lebih jauh, Ahmad Muzakki dalam tulisannya di NU Online berjudul Maulid Nabi Perspektif Al-Qur'an dan Sunnah diterangkan bahwa bid'ah yang dhalalah (sesat) dan yang mardudah (yang tertolak) adalah bid'ah diniyah. Namun banyak orang yang tidak bisa membedakan antara amaliyah keagamaan dan instrumen keagamaan.


Sama halnya dengan orang yang tidak memahami format dan isi, sarana dan tujuan. Akibat ketidakpahamannya, maka dikatakan bahwa perayaan maulid Nabi sesat, membaca Al-Qur’an bersama-sama sesat dan seterusnya.


Padahal perayaan maulid hanyalah merupakan format, sedangkan hakikatnya adalah bershalawat, membaca sejarah perjuangan Rasulullah, melantunkan ayat Al-Qur’an, berdoa bersama dan kadang diisi dengan ceramah agama yang mana perbuatan-perbuatan semacam ini sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an maupun Hadits.


Dan lafal كل pada hadits tentang bid'ah di atas adalah lafal umum yang ditakhsis. Dalam Al-Qur’an juga ditemukan beberapa lafal كل yang keumumannya di takhsis. Salah satu contohnya adalah ayat 30 Surat al-Anbiya`: 


وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَي


Artinya, "Dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup itu dari air." (QS al-Anbiya': 30)


Kata segala sesuatu pada ayat ini tidak dapat diartikan bahwa semua benda yang ada di dunia ini tecipta dari air, tetapi harus diartikan sebagian benda yang ada di bumi ini tercipta dari air. Sebab ada benda-benda lain yang diciptakan tidak dari air, namun dari api, sebagaimana firman Allah dalam Surat ar-Rahman ayat 15:


وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَار


Artinya, "Dan Allah menciptakan jin dari percikan api yang menyala." 


Oleh karena itulah, tidak semua bid'ah dihukumi sesat dan pelakunya masuk neraka. Bid'ah yang sesat adalah bid'ah diniyah, yaitu meng-agamakan sesuatu yang bukan agama. Adapun perayaan maulid Nabi tidaklah termasuk bid'ah yang sesat dan dilarang karena yang baru hanyalah format dan instrumennya.


Berkenaan dengan hukum perayaan maulid, As-Suyuthi dalam al-Hawi lil Fatawi menyebutkan redaksi sebagai berikut:


أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً" وَقَالَ: "وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ


Artinya, “Hukum Asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukil dari kaum Salaf saleh yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi demikian peringatan maulid mengandung kebaikan dan lawannya, jadi barang siapa dalam peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik saja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid’ah hasanah”. Al-Hafizh Ibn Hajar juga mengatakan: “Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan peringatan Maulid di atas dalil yang tsabit (Shahih)”.


Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani, mengatakan:


وَالْحَاصِلُ اَنّ الْاِجْتِمَاعَ لِاَجْلِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ اَمْرٌ عَادِيٌّ وَلَكِنَّهُ مِنَ الْعَادَاتِ الْخَيْرَةِ الصَّالِحَةِ الَّتِي تَشْتَمِلُ عَلَي مَنَافِعَ كَثِيْرَةٍ وَفَوَائِدَ تَعُوْدُ عَلَي النَّاسِ بِفَضْلٍ وَفِيْرٍ لِاَنَّهَا مَطْلُوْبَةٌ شَرْعًا بِاَفْرِادِهَا


Artinya, "Bahwa sesungguhnya mengadakan maulid Nabi saw merupakan suatu tradisi dari tradisi-tradisi yang baik, yang mengandung banyak manfaat dan faidah yang kembali kepada manusia, sebab adanya karunia yang besar. Oleh karena itu dianjurkan dalam syara’ dengan serangkaian pelaksanaannya." [Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Mafahim Yajibu An-Tushahha, hal. 340]


Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa perayaan maulid Nabi hanya formatnya yang baru, sedangkan isinya merupakan ibadah-ibadah yang telah diatur dalam Al-Qur’an maupun Hadits. Oleh karena itulah, banyak ulama yang mengatakan bahwa perayaan maulid Nabi adalah bid'ah hasanah dan pelakunya mendapatkan pahala.