Gerhana Bulan Penumbra Tak Disunnahkan Shalat, Ini Penjelasannya
Jumat, 5 Mei 2023 | 09:00 WIB
Redaksi
Penulis
NU Online Jombang,
Pada Jumat malam Sabtu Pahing 15 Syawal 1444 H yang bertepatan dengan 5-6 Mei 2023 M akan terjadi gerhana bulan penumbra (samar). Data ini sebagaimana telah diikhbarkan Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) dalam Informasi gerhana bulan penumbra yang dikeluarkan LF PBNU pada Kamis (4/5/2023).
Tidak seperti gerhana biasanya, pada gerhana bulan penumbra ini tidak disunahkan melaksanakan shalat sunnah khusuful qamar. "Secara fikih, Shalat Gerhana Bulan hanya digelar apabila gerhana tersebut merupakan gerhana yang kasat mata sehingga terlihat dengan jelas menggelapnya bagian Bulan," demikian sebagaimana dikutip dari informasi yang diterbitkan LF PBNU itu.
Penjelasan di atas sebagaimana dinyatakan dalam sabda Rasulullah saw dari Mughirah bin Syu’bah ra yang diriwayatkan Imam Bukhari:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana lantaran karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kalian menyaksikannya, maka shalatlah dan berdoalah kepada Allah hingga gerhana selesai (kembali bersinar).”
Redaksi menyaksikan dalam hadits tersebut memiliki makna melihat dengan mata secara langsung (kasatmata) sebagaimana halnya dalam rukyatul hilal.
Sementara itu, hanya ada dua jenis gerhana bulan yang kasatmata, yakni gerhana bulan total dan gerhana bulan sebagian. Sedangkan gerhana bulan penumbra adalah gerhana yang tidak kasatmata, karena samar sehingga tidak menjadi sebab bagi penyelenggaraan shalat gerhana. Penjelasan ini sebagaimana keterangan dalam kajian astronomi atau falak.
Data LF PBNU menyebutkan bahwa gerhana bulan penumbra ini akan terjadi pada seluruh lokasi manapun di Indonesia meski tidak secara utuh. Karena gerhana sudah terjadi saat bulan terbit dari lokasi manapun di Indonesia.
Terjadinya gerhana bulan
Gerhana bulan terjadi saat bumi, bulan dan matahari benar-benar sejajar dalam satu garis lurus ditinjau dari perspektif tiga dimensi dengan bumi berada di antara bulan dan matahari.
Dalam khazanah ilmu falak, gerhana bulan terjadi bersamaan dengan oposisi bulan-matahari (istikbal) dengan bulan menempati salah satu di antara dua titik nodalnya. Titik nodal merupakan titik potong khayali di langit di mana orbit bulan tepat memotong ekliptika, yakni bidang edar orbit bumi dalam mengelilingi matahari.
Sebagai akibat kesejajaran tersebut, maka pancaran sinar matahari yang menuju ke bundaran bulan akan terhalangi oleh bumi.
Karenanya, peristiwa gerhana bulan selalu terjadi di malam hari. Hal ini lantaran ukuran bumi lebih besar dibanding bulan dan bergantung kepada geometri pemblokiran sinar matahari saat gerhana, maka bagian bumi manapun yang sedang mengalami malam hari dapat menyaksikan peristiwa gerhana bulan.
Meski geometri gerhana menyebabkan adanya fase awal gerhana dan fase akhir gerhana, sehingga ada kawasan yang tak mengalami seluruh fase gerhana secara utuh karena gerhana terjadi dalam proses terbit maupun terbenamnya bulan.
Terpopuler
1
Latih Jiwa Kewirausahaan Siswa, RA-MI Gondekan, Jombang Gelar Bazar Tahunan
2
Pengajian Rutin Muslimat NU Diwek: Thalabul Ilmi dan Gerakkan Ekonomi Keluarga
3
Beberapa Doa agar Resepsi Pernikahan Berjalan Lancar
4
Ibnu Atoillah, Kaligrafer Muda Jombang Yang Berhasil Masuk Nominasi IRCICA Turki 2025
5
Sepak Terjang Farida Mawardi, Memimpin Organisasi Pelajar Putri NU di Masa Sulit (Periode 1963-1966)
6
Pra-Bahtsul Masail: LF PBNU Susun Standar Penerimaan Laporan Rukyat
Terkini
Lihat Semua