Keislaman

Membangun Personal Branding dalam Islam

Sabtu, 20 Juli 2024 | 10:00 WIB

Membangun Personal Branding dalam Islam

Ilustrasi personal branding. (Foto: Freepik)

Terkadang membangun personal branding menjadi penting untuk mengenalkan diri pada publik, sebagai tahapan untuk memudahkan jaringan yang lebih luas demi terciptanya pasar maslahat, seperti kepentingan dakwah yang didesain ciamik.


Mengenalkan diri dengan membangun personal branding demi sebuah tujuan maslahat layak menjadi sebuah alternatif market kebaikan yang lebih luas.


Penulis sendiri terinspirasi dengan pola market yang disampaikan Nabi Yusuf  sebagai bentuk membangun personal branding berikut:


قال اجعلني على خزائن الأرض إني حفيظ عليم


Artinya, "ia (Yusuf) berkata: jadikanlah aku pejabat yang mengelola sumber daya alam, sesungguhnya aku mempunyai kapasitas untuk menjaga amanat itu dan pengetahuan yang sangat memadai untuk hal itu pula." 


Imam Qurthubi dalam tafsir legendarisnya mengatakan:


دلت الآية أيضا على أنه يجوز للإنسان أن يصف نفسه بما فيه من علم وفضل


Artinya, "Ayat ini juga menunjukkan bahwa manusia boleh mem-branding dirinya dengan kapasitas yang dimiliki seperti ilmu dan keistimewaan lainnya (secara jujur dan bertanggung jawab)." 


Meski Al-Mawardi berkomentar bawa betul (memang boleh mem-branding diri), namun ini tidak bisa berlaku absolute (mutlak).


Karenanya menurut Alfaqir membangun personal branding ini juga diperlukan kehati-hatian, jangan sampai terjebak pada tujuan tazkiyatun nafsi (sikap yang menampakkan kesucian diri semata). 


Allah swt dalam firman agungnya memberikan alarm:


فلا تزكوا أنفسكم


Artinya, "Jangan sekali kali menunjukkan sikap sok clean."


Lebih jauh Alqurthubi menyoroti tentang pilihan kalimat Nabi Yusuf yang hebat dan jentelmen.


إني حفيظ عليم

Bukan 

إني حسيب كريم


Artinya, "Sesungguhnya aku adalah dari keturunan orang kelas elite dan mulia." 


Ini artinya kualitas sumber daya manusia itu lebih penting sehingga menunjukkan integritas dan kapasitas seseorang secara fair.


Padahal kalau mau bicara nasab, Nabi Yusuf jelas bernasab sangat elite ( Yusuf bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim). 


Nabi Yusuf akhirnya juga meraih yang dicita-citakan, meski agak tertunda sedikit.


Karenanya ada sedikit kritik dari Baginda Nabi. Beliau menyatakan, andai saudaraku Yusuf tidak berkata:


إني حفيظ عليم


Maka ia akan seketika itu meraih yang diinginkan. Wallahu a'lam bishshawab



*Ditulis oleh KH M Sholeh, tokoh NU Jombang, aktif mengajar di beberapa pondok pesantren di Jombang.