Daerah

Refleksi Harlah NU Ke-102, Ketua PWNU Jawa Timur Kisahkan Perjuangan NU Jaga Persatuan

Selasa, 28 Januari 2025 | 12:02 WIB

Refleksi Harlah NU Ke-102, Ketua PWNU Jawa Timur Kisahkan Perjuangan NU Jaga Persatuan

KH Abdul Hakim Mahfudz, Ketua PWNU Jawa Timur saat puncak peringatan harlah NU ke-102 di Masjid Baitul Mukminin, Jombang, Senin (27/1/2025). (Foto: LTN NU Jombang)

NU Online Jombang,
Saat Puncak peringatan Hari Lahir (Harlah) Nahdlatul Ulama (NU) ke-102 digelar di Masjid Agung Baitul Mukminin Jombang, Senin (27/01/2025), KH Abdul Hakim Mahfudz, Ketua PWNU Jawa Timur menyampaikan refleksi penting tentang perjalanan sejarah dan peran besar NU sebagai organisasi Islam terbesar di dunia.


Dalam sambutannya, KH Abdul Hakim Mahfudz, menegaskan kembali peran besar NU sebagai organisasi Islam terbesar di dunia.


"NU masih menjadi organisasi terbesar di dunia, tidak ada organisasi lain yang anggotanya mencapai ratusan juta. Pada tahun 2005, menurut survei Denny JA, anggota NU berjumlah sekitar 54 juta. Luar biasanya, pada tahun 2023, jumlah ini meningkat menjadi 137 juta. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan penduduk Malaysia yang hanya sekitar 33 juta, bahkan lebih besar dari penduduk Singapura yang hanya sekitar 57 juta," ungkapnya. 


 Perjuangan Awal NU Melawan Perpecahan


Ia menyampaikan, NU didirikan pada tahun 1926, di tengah situasi sulit saat Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda. 


"NU didirikan untuk mencegah perpecahan umat Islam yang mengikuti paham Ahlussunnah wal Jama'ah. Pada saat itu, ada ancaman besar dari Belanda melalui berbagai kebijakan, seperti ordonansi perkawinan dan ordonansi guru liar," ungkapnya.


Pria yang akrab disapa Gus Kikin itu mengatakan, umat Islam di Indonesia sebelumnya hidup dalam satu kesatuan, mengikuti madzhab Imam Syafi'i yang diwariskan oleh para Walisongo. 


"Kedatangan aliran-aliran baru pada tahun 1912 mulai memecah-belah umat, itulah mengapa para alim aulia dan ulama akhirnya berkumpul dan mendirikan NU sebagai wadah perjuangan," katanya.


Ia menerangkan, bahwa hadratussyaikh menuliskan wejangan-wejangan, pada saat itu pengajian-pengajian di Tebuireng dihadiri oleh berbagai kelompok. 


"Hadratussyaikh mencatat bagaimana pengajian-pengajian di Tebuireng dihadiri oleh berbagai kelompok, mulai dari Wahabi, Habaib, Syarikat Islam, Muhammadiyah, hingga Al-Irsyad. Mereka datang untuk mencari solusi bersama atas tekanan dari penjajah," terangnya.


 Puncak Persatuan melalui MIAI


Pada tahun 1937, terbentuklah Federasi Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI) yang menjadi tonggak persatuan organisasi Islam di Indonesia. 


"Saat itu, MIAI menaungi 13 organisasi, termasuk NU yang bergabung pada tahun 1938. Ini adalah bentuk nyata dari ukhuwah Islamiyah yang berhasil diwujudkan," lanjut ia.


Menurutnya, perjuangan para ulama pada masa itu tidaklah mudah.


"Bayangkan, dalam kondisi dijajah, umat Islam dipecah-belah. Tetapi para ulama terus berjuang untuk menjaga kesatuan, inilah jihad sesungguhnya."


"Kalau bangsa ini bisa merdeka pada 17 Agustus 1945, itu adalah karena rahmat Allah. Rahmat itu turun karena bangsa ini pernah bersatu. Ini harus kita jaga agar Islam tidak terpecah-pecah," sambungnya.


 Pentingnya Ukhuwah untuk Masa Depan


Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng itu juga menyoroti perbedaan kondisi saat ini dengan masa lalu.


"Kalau dulu, berbagai organisasi dengan paham berbeda bisa berkumpul dalam satu pengajian. Tapi sekarang, satu paham saja sulit untuk bersatu. 'Wa’tasimu bihablillahi jami’a wala tafarraqu' 'Ojo Misah-misah' berpegang teguhlah kepada tali Allah dan janganlah bercerai-berai," tegas ia. 


 Muslimat NU: Contoh Nyata Kekompakan


Dalam kesempatan tersebut, ia juga memuji Muslimat NU yang merupakan contoh kekompakan umat.


"Kalau Muslimat NU diajak berkumpul, mereka pasti datang. Tidak banyak alasan, langsung ngumpul. Ini adalah kekuatan bangsa," katanya.


Ia berharap, semangat dari Muslimat NU tersebut bisa terus dijaga dan ditiru oleh semua elemen NU.


"Dengan jumlah yang besar dan kekompakan yang kuat, NU bisa menjadi kekuatan besar untuk membawa maslahat bagi umat dan bangsa. Kita optimis bahwa kekompakan NU, terutama di Jawa Timur dan Jombang, akan terus terjaga," harap ia.


 Belajar dari Sejarah


Ia mengingatkan, pentingnya belajar dari sejarah terdahulu. Bagaimana Allah memberikan rahmat berupa kemerdekaan setelah rakyat Indonesia bersatu padu.


"Kekuatan itu datangnya dari Allah. Dulu, Allah memberikan rahmat berupa kemerdekaan karena bangsa ini bersatu. Sekarang, tugas kita adalah menjaga persatuan itu. Jangan sampai kita terpecah karena kepentingan pribadi," pesannya.


Melalui refleksi ini, NU kembali meneguhkan komitmennya untuk terus menjaga persatuan umat Islam dan menjadi rahmatan lil 'alamin di usia yang ke-102 tahun.