• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Senin, 6 Mei 2024

Daerah

Mengenang H Moh Asrori Amar, Sosok Teladan bagi Guru NU di Jombang

Mengenang H Moh Asrori Amar, Sosok Teladan bagi Guru NU di Jombang
A Mohammad Asrori Amar kelahiran Lamongan, 13 Januari 1948. (Dokumen pribadi)
A Mohammad Asrori Amar kelahiran Lamongan, 13 Januari 1948. (Dokumen pribadi)

Oleh: Mukani*

Assalamualaikum. Innalillahi wainnailaihi Rojiuun. Telah meninggal dunia pada hari ini Jum'at Jam 10.45. BP. H. Moh. Asrori Amar Nglerep (Mantan Kamad MI/MTs Salafiyah Syafi'iyah Seblak). Mohon Doanya mdh²an Husnul Khatimah dan Keluarga yg ditinggal diberi Kesabaran. Aamiin.


Kabar duka itu dikirim Humas MTs Salafiyah Syafi’iyah Seblak M Abdul Chakim ke group whatsapp, tepat pukul 11.11 WIB, Jumat (8/12/2023). Info ini menghentakkan penulis dalam perjalanan ke kantor PWNU Jawa Timur. 

 

Seolah tak percaya. Namun takdir Allah berkata lain. Usia yang sudah mencapai 75 tahun tidak bisa dipungkiri. Terlebih, beberapa bulan ini almarhum sakit. 

 

Sabar nan Humoris

Mohammad Asrori Amar kelahiran Lamongan, 13 Januari 1948. Kami di keluarga besar Pondok Seblak sering memanggilnya dengan Pak Amar. Saat masih menjadi santri Pondok Seblak, almarhum sangat akrab dengan pengasuh saat itu, Nyai Djamilah Ma’shum. Bahkan setelah almarhum menjadi guru.


Penuturan Nyai Nur Laili Rahmah, salah satu pengasuh Pondok Seblak sekarang, Pak Amar muda sosok yang berani. Saat hendak lulus dari MTs Seblak dan ingin meneruskan nyantri, dirinya berkirim surat kepada pengasuh. Intinya dia dan teman-teman sekelas ingin terus menimba ilmu di Pondok Seblak. Di dalam surat, mengusulkan didirikan unit pendidikan jenjang Aliyah. 


Semacam “unjuk rasa” khas santri saat itu. Butuh keberanian ekstra memang untuk seorang santri berkirim surat kepada pengasuh pondok. Tapi itu dilakukan Amar muda selaku santri yang ingin terus menjawab kehausan ilmunya di Pondok Seblak. 


Namun itu justru dibaca secara bijak oleh pengasuh. Potensi yang dimiliki Amar muda harus diakomodasi. Suratnya itu pun direspons dengan mendirikan unit pendidikan jenjang Aliyah di lingkungan Pondok Seblak. 


Setelah lulus Aliyah, dirinya konon diberikan blanko kosong untuk diangkat menjadi guru agama. Statusnya PNS dan ditempatkan di salah satu SDN di Kecamatan Gudo. Almarhum pernah berkelakar, saat itu usianya dimudakan tiga tahun dari seharusnya.


Mengetahui hal itu, Nyai Djamilah pun melobi ke Departemen Agama Jombang saat itu. Intinya bagaimana Amar muda dimutasi ke MI Seblak. Karena sang pengasuh membutuhkan sosok guru seperti Pak Amar.


Surat mutasi langsung turun keesokan harinya. Pak Amar pun tidak bisa menolak. Posisinya juga diminta menjadi sekretaris pengasuh Pondok Seblak. Sehingga kedekatan Pak Amar dengan pengasuh sudah tidak diragukan lagi. Bahkan saat membangun rumah di Nglerep, banyak bahan material yang secara diam-diam dikirim pengasuh Pondok Seblak untuk membantu. Tapi Pak Amar akhirnya mengetahui hal itu. 


Di MI Seblak, dirinya pernah menjadi kepala mulai tahun 1992 sampai 2009. Selama 17 tahun, banyak kemajuan ditorehkan MI Seblak. Mulai pembenahan kurikulum, prestasi raihan murid hingga keteladanan yang ditinggalkan. Mohammad Amir, kepala MI Seblak yang sekarang, mengakui hal itu. Di samping kesabaran dalam maju bersama rekan kerja lainnya untuk memajukan lembaga. 


Hal senada diungkapkan Choirul Miftah, kepala MI Seblak setelah Pak Amar. Almarhum, menurutnya, adalah sosok guru yang mampu menjelaskan materi yang sulit. Karena mata pelajaran yang diampu Matematika, momok bagi para murid MI. Dirinya mengakui, sangat sulit untuk menyamai berbagai torehan keberhasilan yang sudah diukir Pak Amar saat memimpin MI Seblak.


Keberhasilan ini pula yang menjadikan Pak Amar di tahun 2009 langsung dipromosikan menjadi kepala MTs Seblak. Meskipun dirinya saat itu ingin istirahat menjadi pimpinan. Namun semangat khidmah ke Pondok Seblak menafikan hal itu.


Penulis akhirnya sering berinteraksi dengan Pak Amar. Posisi penulis sebagai Waka Humas Aliyah Seblak, mengharuskan sering berkoordinasi dengan almarhum. Bahkan sering Pak Amar bertukar pandangan bersama penulis dalam pengelolaan manajemen madrasah.


Bahkan pada tahun 2006, Pondok Seblak menggelar peringatan maulid Nabi Muhammad Saw secara besar-besaran. Menggelar berbagai perlombaan yang diikuti murid jenjang SD/MI dan SMP/MTs tingkat kabupaten. Almarhum menjadi ketua panitia, sedangkan penulis adalah sekretarisnya. 


Saat menjadi kepala MTs, kisah lucu terjadi. Ketika awal program sertifikasi guru digulirkan, Pak Amar dipanggil. Pada tahun 2008, dirinya diwajibkan mengumpulkan berkas portofolio. Pak Amar lalu dinyatakan lulus dengan nilai pas. Saat sertifikat kelulusan sudah diterima, dirinya bingung karena sudah memasuki masa pensiun. 


Dengan berkelakar, penulis menjawab agar sertifikat itu dilaminating. Lalu dimasukkan di dalam pigura untuk dipajang di ruang tamu. Agar semua tamunya mengetahui jika Pak Amar sudah jadi guru profesional. Pak Amar pun tertawa terkekeh. Pemandangan yang sangat egaliter antara almarhum yang sudah menjadi guru sepuh dengan penulis yang masih juniornya jauh. 


Banyak Teladan

Berbagai teladan sudah ditinggalkan Pak Amar. Bagaimana para guru NU Jombang bisa mewarisinya dalam melaksanakan tugas mencerdaskan anak bangsa. Tidak hanya sekadar mentransfer berbagai teori sains kepada murid. Tapi juga bagaimana mendampingi mereka dalam pembentukan karakter.


Semangat yang totalitas dalam mengabdikan diri di dunia pendidikan, terutama lembaga pesantren, patut diacungi jempol. Lebih dari 48 tahun sudah ditorehkan Pak Amar dalam mengajar. Termasuk di dalamnya menjadi kepala MI dan MTs. Mengambil banyak kebijakan yang mendorong bagi kemajuan institusi.


Kesabaran dalam membersamai murid perlu diteladani. Itu pula yang ditunjukkan Pak Amar saat menjadi pimpinan madrasah. Bukan sosok yang menggurui dan otoriter. Tapi lebih banyak mendengar dan membersamai rekan guru lainnya. 


Kekompakan sebagai tim dalam mengelola madrasah inilah yang lebih ditonjolkan. Tidak justru ongkang-ongkang setelah jadi pimpinan. Semua unsur dilibatkan dan digerakkan. Tidak sekadar memberi perintah. Tapi juga membersamai secara berkesinambungan dalam mengeksekusi sebuah kebijakan. 


Tipe kepemimpinan yang demikian menjadikan semua pihak akan bergerak. Sehingga pencapaian tujuan dan pelaksanaan visi-misi madrasah akan berjalan secara efektif. Meski saat itu belum mengenal istilah guru penggerak atau madrasah penggerak. Sebuah program yang lagi booming belakang ini. Tapi Pak Amar sudah berhasil membuktikannya.  


Kemampuan untuk terus belajar dalam meningkatkan kompetensi juga patut dicontoh. Meski berlatar belakang sarjana agama, dirinya mampu menjadi guru Matematika yang disenangi para muridnya. Baik di jenjang MI maupun MTs. Ini karena kemampuan untuk membelajarkan murid luar biasa. Materi yang sulit diajarkan akan menjadi mudah di tangan almarhum.


Ya, Pak Amar sudah banyak meninggalkan kisah teladan. Terutama bagi para guru NU di Kota Santri. Bahwa mengajar tidak sekadar menerima upah dan kenaikan jenjang karier. Totalitas yang disertai jiwa bebas nan ikhlas akan menjadi sosok guru berkualitas. 


Dan, itu sudah ditunjukkan almarhum secara konsisten hingga akhir hayatnya. Tidak sekadar senior, namun juga mentor yang motivator dan bisa menjadi dinamisator. Selamat jalan Pak Amar. 


*Kepala Literacy Center LTN PWNU Jawa Timur dan guru Aliyah Seblak Jombang


Daerah Terbaru