Daerah

Karnaval Salon Horeg saat Maulid Nabi, Gus Awis: Sebaiknya Dihindari

Sabtu, 28 September 2024 | 06:21 WIB

Karnaval Salon Horeg saat Maulid Nabi, Gus Awis: Sebaiknya Dihindari

Ketua MUI Jombang KH Muhammad Afifuddin Dimyathi saat berfoto bersama ulama besar di Yordania. (Foto: IG ribath_hidayatulquran)

NU Online Jombang,
Fenomena karnaval dengan iringan truk yang mengangkut sound pemutar musik bervolume tinggi atau yang biasa disebut 'salon horeg' marak dijumpai dalam berbagai acara, tak terkecuali saat peringatan maulid Nabi Muhammad SAW di salah satu desa di wilayah Jombang.


Peringatan maulid Nabi SAW yang harusnya menjadi ajang spiritual tersebut justru menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satu sorotan datang dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jombang, KH. Muhammad Afifuddin Dimyathi atau yang akrab disapa Gus Awis.


Gus Awis mengingatkan, perayaan Maulid Nabi SAW semestinya menjadi momentum untuk menghidupkan kembali nilai-nilai keislaman. Hal ini termasuk dari segi akhlak, ilmu dan dakwah kenabian.


Kiai yang juga Mustasyar PCNU Jombang itu menghimbau umat Islam, khususnya yang tinggal di wilayah Jombang untuk tetap memperhatikan norma dan etika saat peringatan maulid Nabi SAW.


“Kami mengimbau bagi umat Islam yang memperingati maulid Nabi SAW agar tetap memperhatikan norma dan etika Islam dalam merayakannya," terangnya, Rabu (25/9/2024). 


“Perayaan Maulid Nabi SAW harus bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah dan meneladani sifat-sifat mulia Rasulullah, bukan sekadar acara hiburan yang melupakan esensi dari peringatan itu sendiri,” lanjutnya.


Selain itu, ia juga menyoroti adanya beberapa tindakan yang dianggap melanggar etika Islam. Tindakan tersebut ialah ikhtilat (bercampurnya laki-laki dan perempuan tanpa batas), israf (berlebih-lebihan), serta tabdzir (pemborosan).


Menurutnya, hal-hal tersebut sebaiknya dihindari dalam setiap kegiatan perayaan hari besar Islam (PHBI).


Gus Awis mengingatkan, tidak semua bentuk ekspresi budaya dapat disatukan dengan agama, terutama jika hal tersebut tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam.


“Kita harus berhati-hati dalam memadukan budaya dan agama. Islam tidak menolak budaya, tetapi budaya yang kita tampilkan harus tetap berada dalam koridor syariat. Jangan sampai nilai-nilai agama menjadi kabur karena budaya yang kita tonjolkan tidak sesuai,” tegasnya.