Menimbang Masa Depan Pendidikan Indonesia: Merevitalisasi Sistem Menuju Generasi Emas
Ahad, 17 Agustus 2025 | 10:00 WIB
Sistem pendidikan adalah pilar utama kemajuan suatu bangsa. Di Indonesia, berbagai upaya reformasi telah dilakukan, mulai dari Kurikulum 2013 hingga Kurikulum Merdeka saat ini. Namun, tantangan fundamental seperti kesenjangan kualitas, ketidakrelevanan kurikulum, dan kualitas guru yang belum merata masih menjadi isu krusial.
Analisis mendalam menunjukkan bahwa pendekatan yang komprehensif, mengadopsi prinsip-prinsip dari model pendidikan terbaik dunia, sangat diperlukan untuk menciptakan sistem yang adil dan berdaya saing global.
Di tengah riuhnya perdebatan tentang kurikulum, inovasi teknologi, dan kesejahteraan guru, kita seringkali melupakan fondasi paling mendasar yang menentukan keberhasilan pendidikan suatu bangsa: perut yang kenyang dan otak yang bergizi. Tak sedikit anak Indonesia berangkat ke sekolah setiap pagi dengan perut kosong, sebuah realitas yang secara ilmiah terbukti menghambat konsentrasi, mematikan kreativitas, dan membatasi potensi mereka.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Semua diskusi tentang kurikulum terbaik, fasilitas modern, atau pelatihan guru paling canggih akan menjadi sia-sia jika kita tidak terlebih dahulu memastikan setiap anak memiliki energi yang cukup untuk belajar. Ini adalah prasyarat, bukan sekadar pelengkap.
Gizi sebagai Infrastruktur Pendidikan: Mengkritisi dan Mendukung
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah, meskipun menuai pro dan kontra, adalah sebuah langkah strategis yang harusnya dilihat sebagai investasi paling vital. Ini bukan sekadar program sosial, tetapi infrastruktur pendidikan. Dengan memberikan asupan nutrisi yang memadai, kita tidak hanya meningkatkan kehadiran siswa dan kesehatan mereka, tetapi juga secara langsung memperkuat kemampuan kognitif mereka.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Riset dari berbagai negara telah membuktikan bahwa siswa yang mendapatkan gizi seimbang memiliki performa akademik yang jauh lebih baik, menegaskan bahwa gizi adalah prasyarat untuk pemerataan pendidikan.
Namun, mengimplementasikan program sebesar ini bukanlah tanpa risiko. Pertanyaan-pertanyaan kritis tentang pembiayaan yang masif, potensi korupsi dalam rantai distribusi, dan ketidaksesuaian menu di berbagai daerah adalah hal yang harus dijawab tuntas.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Tanpa manajemen yang transparan dan akuntabel, program ini berisiko menjadi beban berat bagi anggaran negara, berpotensi mengurangi alokasi untuk sektor penting lain seperti infrastruktur. Kita juga tidak bisa mengabaikan potensi terjadinya monopoli atau praktik korupsi, yang pada akhirnya akan mengurangi kualitas nutrisi yang diterima anak-anak.
Oleh karena itu, program ini tidak boleh dijalankan secara serampangan. Perlu ada pengawasan ketat, transparansi anggaran, dan sistem distribusi yang terdesentralisasi agar makanan yang disajikan benar-benar sampai dan sesuai dengan kebutuhan lokal. Jika dikelola dengan baik, program ini bisa menjadi langkah awal yang revolusioner untuk menciptakan kesetaraan yang sesungguhnya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Pilar-Pilar Pendidikan Pascagizi: Merevolusi Sistem
Setelah fondasi gizi terbangun, barulah kita bisa bicara tentang pilar-pilar pendidikan lainnya. Kualitas guru adalah jantung dari setiap sistem pendidikan yang sukses. Mengutip ahli pendidikan terkemuka dunia seperti Linda Darling-Hammond, tidak ada sistem pendidikan yang bisa lebih baik dari kualitas gurunya. Alih-alih hanya fokus pada sertifikasi, pemerintah harus berinvestasi pada peningkatan kesejahteraan, pelatihan berkelanjutan, dan otonomi profesional bagi para guru, terutama di daerah-daerah terpencil.
Selanjutnya, kurikulum harus bertransformasi dari sekadar alat transfer ilmu menjadi wadah untuk menumbuhkan keterampilan abad ke-21. Mengikuti jejak Tony Wagner, kita harus mendidik anak-anak untuk menjadi pemikir kritis, kolaborator andal, dan pemecah masalah, bukan lagi penghafal ulung.
Sekolah harus menjadi tempat di mana rasa ingin tahu dan kreativitas, seperti yang ditekankan oleh Sir Ken Robinson, tidak dibunuh, melainkan justru dipupuk. Ini berarti kurikulum harus fleksibel, berbasis proyek, dan relevan dengan tantangan dunia nyata.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Terakhir, pendidikan vokasi harus direvolusi. Saat ini, jalur vokasi masih dianggap sebagai pilihan kedua, padahal masa depan ekonomi terletak pada inovasi teknis dan keterampilan praktis. Mengadopsi model Jerman atau Swiss yang dikagumi oleh Andreas Schleicher, kita perlu menciptakan kemitraan yang kuat antara sekolah kejuruan dan industri. Dengan demikian, lulusan tidak hanya memiliki ijazah, tetapi juga keterampilan yang langsung dibutuhkan oleh pasar kerja.
Penutup
Membangun sistem pendidikan terbaik di Indonesia bukanlah sekadar mengganti kurikulum, tetapi melakukan transformasi holistik yang berfokus pada empat pilar: gizi sebagai fondasi, guru yang berdaya, kurikulum yang relevan, dan pendidikan vokasi yang terintegrasi.
Dengan mengadopsi dan mengadaptasi praktik-praktik terbaik dunia, sambil tetap berakar pada konteks sosial-budaya Indonesia, kita dapat meretas kesenjangan yang ada dan menciptakan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki karakter kuat dan keterampilan yang relevan untuk menghadapi tantangan masa depan. Ini adalah investasi paling krusial untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Di momen Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia, saatnya refleksikan kembali peran penting pendidikan dalam membentuk masa depan bangsa. Tema peringatan HUT RI ke-80, "Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju", menekankan pentingnya persatuan dan kemajuan dalam mencapai kesejahteraan rakyat. Pendidikan berperan penting dalam mencapai tujuan ini dengan mencetak generasi yang berpengetahuan, berakhlak mulia, dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.
*Ditulis oleh Ahmad Athoillah, M.IP, Anggota F-PKB DPRD Provinsi Jawa Timur
ADVERTISEMENT BY ANYMIND