Syariah

Berikut 6 Lafal Niat Puasa Ramadhan: Arab, Latin, dan Maknanya

Sabtu, 1 Maret 2025 | 19:24 WIB

Berikut 6 Lafal Niat Puasa Ramadhan: Arab, Latin, dan Maknanya

Ilustrasi niat puasa Ramadhan. (Foto: NU Online)

Niat puasa Ramadhan dilakukan pada malam hari, sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Niat sendiri letaknya di dalam hati. Hal ini menjadi sesuatu yang penting karena termasuk dalam rukun setiap ibadah.


Ulama mazhab empat sepakat bahwa puasa Ramadhan wajib dimulai dengan niat. Hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai teknis niatnya. Menurut tiga mazhab selain Malikiyyah, wajib mengulangi niat di setiap kali puasa.


Sementara itu, madzhab Syafi’i berargumen tas kewajiban niat puasa wajib di malam hari ditunjukkan antara lain oleh Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Hasyiyatul Iqna’-nya sebagai berikut:


ويشترط لفرض الصوم من رمضان أو غيره كقضاء أو نذر التبييت وهو إيقاع النية ليلا لقوله صلى الله عليه وسلم: من لم يبيت النية قبل الفجر فلا صيام له. ولا بد من التبييت لكل يوم لظاهر الخبر


Artinya, “Disyaratkan memasang niat di malam hari bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, atau puasa nadzar. Syarat ini berdasar pada hadits Rasulullah SAW, ‘Siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.’ Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali berniat puasa setiap hari berdasar pada redaksi zahir hadits.” (Lihat Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Iqna’, [Beirut, Darul Fikr: 2007 M/1428 H], juz II).


Sebagaimana melansir NU Online, pelafalan niat puasa Ramadhan memiliki berbagai versi. Kendati demikian, perbedaan ini tidak mengubah makna dasar dari niat tersebut.


Pertama,

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى


Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā.


Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”


Kata “Ramadhana” dianggap sebagai mudhaf ilaihi sehingga diakhiri dengan fathah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya. Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr dengan alasan lil mujawarah.


Kedua,

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى


Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāni hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā.


Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”


Kata “Ramadhani” dianggap sebagai mudhaf ilaihi yang juga menjadi mudhaf sehingga diakhiri dengan kasrah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya. Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr atas badal kata "hādzihi" yang menjadi mudhaf ilaihi dari "Ramadhani".


Ketiga,

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةَ لِلهِ تَعَالَى


Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanata lillāhi ta‘ālā.


Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”


Kata “Ramadhana” dianggap sebagai mudhaf ilaihi sehingga diakhiri dengan fathah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarrnya. Sedangkan kata “sanata” diakhiri dengan fathah sebagai tanda nashab atas kezharafannya.


Keempat,

نَوَيْتُ صَوْمَ الْغَدِ مِنْ هَذِهِ السَّنَةِ عَنْ فَرْضِ رَمَضَانَ


Nawaitu shaumal ghadi min hādzihis sanati ‘an fardhi Ramadhāna.


Artinya, “Aku berniat puasa esok hari pada tahun ini perihal kewajiban Ramadhan.”


Kelima,

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ/عَنْ رَمَضَانَ


Nawaitu shauma ghadin min/'an Ramadhāna.


Artinya, “Aku berniat puasa esok hari pada bulan Ramadhan."


Keenam,

نَوَيْتُ صَوْمَ رَمَضَانَ


Nawaitu shauma Ramadhāna.


Artinya, “Aku berniat puasa bulan Ramadhan.”