RUU TNI Dinilai Ancam Tata Pemerintahan Demokratis, Organisasi Masyarakat Sipil Teags Menolak
Selasa, 18 Maret 2025 | 22:00 WIB
NU Online Jombang,
Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) menyatakan menolak rencana Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). OMS menegaskan bahwa RUU TNI berpotensi mengancam supremasi sipil, mempolitisi militer, serta mengabaikan masalah integritas dan akuntabilitas internal TNI yang telah berlangsung lama.
OMS menyoroti bahwa alih-alih memperkuat supremasi sipil dalam tatanan demokrasi, RUU TNI justru mengancam tata pemerintahan demokratis dan merusak upaya pembangunan, termasuk menormalisasi penugasan TNI di lembaga publik non-militer.
Kritik ini disampaikan dalam Diskusi International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) bertajuk The Growing of Militarisme and Authoritarianisme, pada Selasa (18/3/2025).
Direktur Eksekutif INFID Siti Khoirun Ni’mah menilai, RUU TNI sebagai langkah berbahaya dan menuju militerisasi institusi publik karena memperluas ruang lingkup penugasan TNI ke 16 kementerian/lembaga sipil.
"Padahal saat ini sudah banyak institusi publik di luar 16 kementerian yang diajukan, seperti Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog), Kepala Sekretariat Presiden, serta Irjen di Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertanian," ujar Ni'mah.
Hal ini bertentangan dengan upaya selama dua dekade reformasi mendorong profesionalisme militer di sektor pertahanan. Langkah tersebut dapat merusak demokrasi Indonesia yang telah susah payah diraih dan menghidupkan kembali konsep dwifungsi TNI.
Sementara Peneliti Institute for Research and Empowerment (IRE) Dina Mariana menilai, perluasan tanggung jawab TNI terjadi saat Indonesia menghadapi tantangan pembangunan berupa kemiskinan, ketimpangan pembangunan, dan tingginya pemutusan hubungan kerja.
Skandal suap dan korupsi terus terjadi pada institusi yang terafiliasi dengan TNI, sebagaimana yang terdokumentasi dalam kasus pengadaan alat utama sistem persenjataan (2016), kasus suap korupsi satelit Kementerian Pertahanan (2021) yang mengakibatkan kerugian negara 453 miliar, serta kasus suap korupsi dana pensiun PT Asabri yang mencapai Rp22,78 triliun.
"Kasus-kasus suap korupsi ini menunjukkan permasalahan integritas dan akuntabilitas yang kritis di dalam tubuh TNI, serta menimbulkan keraguan serius atas kemampuan TNI untuk mengelola dana publik secara efektif dan bertanggung jawab di sektor sipil," tutur Dina.
Dari sudut pandang pembangunan, penting untuk memiliki lembaga yang kuat, transparan, dan akuntabel guna mencapai pembangunan berkelanjutan.
Hal ini memerlukan pemisahan yang jelas antara fungsi militer dan sipil, komitmen terhadap meritokrasi dalam sistem promosi internal TNI, serta mekanisme anti-korupsi yang efektif. Revisi yang diusulkan, dengan menormalisasi keterlibatan TNI di bidang sipil dan tidak sepenuhnya mengatasi masalah suap korupsi, melanggar prinsip-prinsip dasar tersebut.
Suap dan korupsi yang terus terjadi, serta kurangnya transparansi di dalam TNI, menimbulkan risiko serius bagi keberlanjutan dan keberhasilan program pembangunan.
Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan layanan publik, seperti pendidikan dan kesehatan, justru dialihkan kepada praktik suap korupsi, sehingga menghambat potensi pertumbuhan yang berkelanjutan dan merata.
Implikasi finansial dari RUU TNI juga menjadi perhatian utama. Keterlibatan TNI yang luas dalam proyek infrastruktur sipil menimbulkan kekhawatiran akan potensi pembengkakan anggaran dan alokasi sumber daya publik yang tidak efisien, sehingga mengalihkan dana dari program-program pembangunan yang penting.
Peningkatan pengeluaran militer, dengan mengorbankan layanan sosial yang vital, memperparah ketimpangan ekonomi sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Evaluasi mengenai 20 tahun RUU TNI yang terakhir pada 2004 juga belum dilakukan dan dipublikasikan kepada publik. RUU TNI saat ini dipandang justru menekankan hal teknis dan distribusi jabatan publik kepada TNI ketimbang berpijak pada tren dan kebutuhan pertahanan global saat ini seperti isu siber, relevansinya terhadap demokrasi dan lainnya.
OMS menekankan bahwa TNI beroperasi sesuai dengan mandat konstitusionalnya di sektor pertahanan. Rencana RUU TNI saat ini, bukannya mendorong akuntabilitas dan integritas yang sangat dibutuhkan dan memperkuat supremasi sipil, malah memperdalam keterlibatan militer dalam urusan sipil.
Baca berita ini selengkapnya melalui link berikut: https://nu.or.id/nasional/organisasi-masyarakat-sipil-tolak-ruu-tni-karena-mengancam-tata-pemerintahan-demokratis-4IaBJ
Terpopuler
1
Latih Jiwa Kewirausahaan Siswa, RA-MI Gondekan, Jombang Gelar Bazar Tahunan
2
Pengajian Rutin Muslimat NU Diwek: Thalabul Ilmi dan Gerakkan Ekonomi Keluarga
3
Beberapa Doa agar Resepsi Pernikahan Berjalan Lancar
4
Ibnu Atoillah, Kaligrafer Muda Jombang Yang Berhasil Masuk Nominasi IRCICA Turki 2025
5
Sepak Terjang Farida Mawardi, Memimpin Organisasi Pelajar Putri NU di Masa Sulit (Periode 1963-1966)
6
Pra-Bahtsul Masail: LF PBNU Susun Standar Penerimaan Laporan Rukyat
Terkini
Lihat Semua