• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Jumat, 29 Maret 2024

Hikmah

Makna Syukur Menurut Ketua LTMNU Jombang

Makna Syukur Menurut Ketua LTMNU Jombang
Moh. Makmun, Ketua PC LTMNU Jombang (Foto : Moh. Makmun)
Moh. Makmun, Ketua PC LTMNU Jombang (Foto : Moh. Makmun)

NU Jombang Online,
Memaknai rasa syukur menurut Moh. Makmun Ketua Pengurus Cabang Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama Kabupaten Jombang (PC. LTMNU Jombang), merupakan proses menuju ketenangan hati yang hakiki.

Di tengah pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai seperti saat ini, tidak sedikit di antara kita yang merasa kurang puas atau bahkan merasa tidak puas atas apa yang kita miliki dan kita capai saat ini. Kita cenderung melihat dan membandingkan dengan apa yang telah dimiliki dan dicapai orang lain.

"Misalnya, kita tidak puas atas sepeda yang kita miliki saat melihat orang lain menaiki motor yang lebih bagus. Lalu merasa kurang puas atas motor yang dimiliki saat melihat orang lain megendarai mobil. Tapi ternyata setelah punya mobil, masih saja tidak puas lantaran melihat mobil orang lain lebih bagus dan lebih mewah," katanya.

Dengan keadaan yang demikian, menurut Makmun, tak jarang akhirnya seseorang menghalalkan segala cara untuk menggapai ambisi dan keinginannya. Ada perasaan tidak tenang dan bahkan sampai ada bunuh diri lantaran merasa kurang puas atas apa yang ia miliki.

"Padahal jika disadari, manusia tak pernah membawa apa-apa saat dilahirkan ke dunia ini," jelas pria yang juga merupakan Dosen di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Jombang ini. 

Keresahan yang disebabkan ketidakpuasan atas apa yang dimiliki salah satunya disebabkan oleh rasa kurang bersyukur atau bahkan tidak mensyukuri nikmat Allah SWT. Dalam keseharian, syukur identik dengan terima kasih.

"Artinya ketika seseorang mendapatkan uang dari orang lain, maka ia akan berterima kasih kepadanya," tegasnya.

Dalam konteks ini, lanjut Makmun, syukur harus kita artikan dengan dua hal. Pertama adalah syukur yang berarti mengakui pemberian. Sehingga ketika kita memperoleh penghasilan, kesehatan, kesempatan hidup, keluarga yang bahagia, dan lain sebagainya, maka kita wajib untuk berterima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan semuanya dengan memperbanyak mengucapkan kalimah hamdalah (al Hamdulillah).

Kedua, syukur berarti mengenali pemberian Allah SWT. Artinya, segala hal yang diberikan Allah SWT kepada kita harus diartikan dan dipahami sebagai amanah atau titipan yang nantinya akan dimintai pertanggung jawaban. 

Makmun menambahkan, uang yang dimiliki, mobil atau kendaraan yang dikendarai, rumah yang dihuni dan kesehatan yang dirasakan harus digunakan sesuai dengan ketentuan Allah SWT dan Rasulullah. Cara mendapatkannya juga harus dengan cara yang wajar dan halal. 

"Ketika seseorang bisa mempraktikkan syukur dalam hidupnya, maka ia tidak akan mengalami dua penyakit penyebab keresahan. Yang pertama adalah ia tidak akan iri hati. Bagaimana mungkin ia akan iri hati bila sejak awal meyakini bahwa kekayaan dan jabatan yang dimiliki orang lain semata-mata titipan Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban." ujarnya.

Yang kedua, kata Makmun, adalah ia tidak akan sombong. Bagaimana mungkin ia sombong, bila sejak awal ia meyakini bahwa harta dan tahta yang dimilikinya pada dasarnya bukan miliknya, tetapi milik Allah SWT yang dititipkan kepadanya. 

"Dengan begitu, ia akan merasa tenang hidupnya, karena memiliki jiwa yang lapang dan memiliki akhlak yang baik dalam berinteraksi dengan sesama," jelas Makmun.

Lebih jelasnya lagi, ia tidak akan termasuk golongan manusia yang oleh al-Qur’an disebut sebagaimana berikut:


إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا () إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا () وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعً

Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, (QS: al-Ma’arij, 19).

"Syukur akan mengikis dan menghilangkan kekikiran. Karena, syukur akan menyadarkan seseorang untuk menggunakan harta dan tahtanya sesuai dengan perintah Allah dan Rasulullah. Syukur juga akan membuat seseorang tidak mengeluh atas pemberian Allah SWT, karena syukur mengajarkan bahwa, Allah SWT memiliki hak prerogative atas segala hal yang diberikan kepada hambanya," paparnya.

Di samping itu, lanjut dia, kita harus belajar dari pengalaman umat-umat terdahulu yang diberi azab oleh Allah SWT, karena tidak bersyukur atas karunia yang diberikan kepada mereka. sebagaimana yang tertera dalam surat al-Nahl, 112:


وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ ءَامِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ ٱللَّهِ فَأَذَٰقَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلْجُوعِ وَٱلْخَوْفِ بِمَا كَانُوا۟ يَصْنَعُونَ

Artinya: Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. (QS: al-Nahl, 112).

Terakhir beliau berpesan, untuk selalu mengucapkan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT telah berikan kepada kita semua.


Kontributor : Rohmadi
Editor : Fitriana


Editor:

Hikmah Terbaru