• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Minggu, 28 April 2024

Fiqih

Pandangan Islam soal Percampuran Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan saat KKN

Pandangan Islam soal Percampuran Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan saat KKN
Mahasiswa. (Foto: NU Online/Freepik)
Mahasiswa. (Foto: NU Online/Freepik)

Pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tidak lepas dari adanya interaksi pergaulan dan percampuran antara mahasiswa laki-laki dan perempuan. Interaksi ini disebabkan karena adanya praktik kolaborasi dan kerja sama antarmahasiswa dalam satu kelompok untuk saling bertukar program dan ide. 

 

Bahkan, banyak terjadi di mana-mana, KKN mengharuskan mereka tinggal serumah karena keterbatasan tempat dan demi kemudahan dalam akses berdiskusi. 

 

Sementara itu, Islam juga memerhatikan soal pergaulan antara laki-laki dan perempuan, batasan apa saja yang harus diperhatikan, termasuk ketika sedang melaksanakan program KKN dari kampus. Lantas, bagaimana hukum dan batasan interaksi yang harus diperhatikan oleh mahasiswa dan mahasiswi?

 

Melansir dalam tulisan Batasan Pergaulan antara Laki-laki dan Perempuan saat KKN, merujuk penjelasan dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, bahwa pergaulan antara laki-laki dan perempuan memiliki batasan-batasan yang harus dipenuhi, yaitu: (1) tidak boleh terjadi khalwah, yaitu berkumpulnya laki-laki dan perempuan di tempat yang sepi tanpa ada ikatan pernikahan dan mahram antarkeduanya. Hal ini berlandaskan salah satu hadits nabi, yaitu:

 

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

 

Artinya, “Jangan sampai seorang laki-laki berduaan dengan perempuan di tempat sepi, karena yang ketiganya adalah setan.” (HR Ahmad).

 

(2) tidak saling bermain, saling berpegangan tangan, atau mempertemukan anggota badan; (3) tidak diyakini atau ada dugaan kuat akan terjadi fitnah, yaitu condongnya jiwa untuk melakukan hal-hal yang tidak senonoh; (4) tidak ada tabarruj (menghias diri), memakai wangi-wangian, dan saling membuka aurat; (5) dilakukan hanya sebatas karena kebutuhan saja, selebihnya tidak bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, dan juga merupakan alternatif terakhir. (Kementerian Agama dan Urusan Keislaman Kwait, al-Mausu’ah Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, [Kwait: 1427], juz II, halaman 290).

 

Sementara itu, menurut fatwa ulama Al-Azhar Mesir, pergaulan dan percampuran antara laki-laki dan perempuan yang tidak diperbolehkan adalah jika hanya satu laki-laki dan satu perempuan saja di tempat sepi yang jauh dari pandangan orang-orang.

 

Sedangkan jika terdiri dari banyak orang, sebagaimana mahasiswa saat KKN, maka hukumnya diperbolehkan sepanjang bisa dipastikan aman antara mereka dan tidak akan terjadi perbuatan-perbuatan yang tidak senonoh. (Syekh Athiyah Saqr, Fatawa Darul Ifta al-Mishriyah, [tahun fatwa: 1997], juz X, halaman 58).

 

Pendapat yang sama juga disebutkan dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyah perihal pergaulan dan perkumpulan antara laki-laki dan wanita yang banyak. Perihal persoalan ini, beberapa ulama lintas mazhab memiliki pendapat yang berbeda-beda, di antaranya yaitu: pertama, ulama kalangan mazhab Syafi’yah membolehkan laki-laki banyak berkumpul dengan wanita yang juga banyak di suatu tempat jika salah satu dari mereka ada yang mahram, atau ada wanita terpercaya di antara mereka.

 

Kedua, menurut ulama kalangan mazhab Hanafiyah, diperbolehkannya perkumpulan antara laki-laki dan perempuan jika di antara mereka terdapat penghalang, atau ada salah satu mahramnya, atau juga bisa disebabkan adanya wanita terpercaya. (Lihat, al-Mausu’ah Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 19/268).

 

Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas, adanya perbedaan pendapat antara syarat batasan kebolehan percampuran antara laki-laki dan perempuan saat melaksanakan KKN. Ada yang memperbolehkan sebagaimana pendapat ulama Al-Azhar, ada juga yang memperbolehkan namun dengan beberapa syarat yang berbeda. 

 

Kendati demikian, perlu juga untuk menjaga kehati-hatian agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan komitmen kuat dari semua pihak. Semoga tulisan di atas menambah perspektif kita semua. Wallahu a'lam


Editor:

Fiqih Terbaru