Syariah

Puasa Syawal Dimulai dari Pertengahan Bulan, Masihkah Dapat Keutamaan?

Senin, 14 April 2025 | 08:11 WIB

Puasa Syawal Dimulai dari Pertengahan Bulan, Masihkah Dapat Keutamaan?

Ilustrasi bulan Syawal. (Foto: Dok NU Online)

Keutamaan berpuasa di bulan Syawal jamak diketahui umat Islam. Berdasarkan hadits Nabi Muhammad saw, pahala orang yang berpuasa di bulan Syawal setelah usai melaksanakan puasa Ramadhan seperti berpuasa setahun lamanya.


مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ


Artinya, "Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka seperti pahala berpuasa setahun” (HR Muslim).

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Hadits ini yang tentu saja menjadi motivasi bagi umat Islam memanfaatkan bulan Syawal untuk berpuasa. Pahala puasa setahun. Itu sangat besar. Keterangan yang menegaskan demikian adalah hadits yang pasti sahih, mengingat perawinya yang dikenal sangat berintegritas.


Terkait pelaksanaan puasa sunnah Syawal, para ulama mempunyai pandangan tersendiri. Enam hari yang dimaksud dalam hadits di atas menurut mereka tidak harus benar-benar dimulai dari tanggal 2 berturut-turut hingga 7 Syawal.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Dalam praktiknya di masyarakat Muslim, memang ada yang langsung melanjutkan puasa sunnah Syawal setelah 30 hari melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan. Namun, tak sedikit dari mereka yang juga memilih mengerjakan puasa Syawal dengan cara terputus-putus. Cara ini dipilih karena mungkin saja karena kesibukan, pekerjaan berat, menghormati tamu yang kerap datang, dan alasan lainnya. Termasuk bukan tidak mungkin memilih puasa berturut-turut enam hari di pertengahan atau akhir bulan Syawal.


Sayyid Abdullah al-Hadrami dalam keterangannya menjelaskan bahwa puasa Syawal memang tak harus dilakukan berturut-turut tanpa putus. Yang terpenting enam hari puasa tersebut masih dilakukan dalam bulan Syawal. Sebagaimana dijelaskan dalam artiekl NU Online karya Sunnatullah.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


هَلْ يُشْتَرَطُ فَي صِيَامِ السِّتِّ مِنْ شَوَّالٍ اَلتَّوَالِي؟ اَلْجَوَابُ: اِنَّهُ لَا يُشْتَرَطُ فِيْهَا التَّوَالِي، وَيَكْفِيْكَ أَنْ تَصُوْمَ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ وَاِنْ كَانَتْ مُتَفَرِّقَةً، طَالَمَا وَقَعَتْ كُلُّهَا فِي الشَّهْرِ


Artinya, “Apakah disyaratkan dalam puasa Syawal untuk terus-menerus? Jawaban: sesungguhnya tidak disyaratkan dalam puasa Syawal untuk terus-menerus, dan cukup bagimu untuk puasa enam hari dari bulan Syawal sekalipun terpisah-pisah, sepanjang semua puasa tersebut dilakukan di dalam bulan ini (Syawal).” (Sayyid Abdullah al-Hadrami, al-Wajiz fi Ahkamis Shiyam wa Ma’ahu Fatawa Ramadhan, [Daru Hadramaut: 2011], halaman 139).

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Imam Abu Al-Husain Yahya bin Abil Khair bin Salim Al-Umrani Al-Yamani (wafat 558 H), dalam salah satu karyanya. Menurutnya, puasa Syawal boleh dilaksanakan dengan cara tidak berurutan.


Namun, beliau menekankan agar dilakukan bersambung atau tidak terpisah. Karena cara itu adalah yang paling utama. Sebagaimana dalam pernyataannya berikut ini:


يُسْتَحَبُّ لِمَنْ صَامَ رَمَضَانَ أَنْ يَتَّبِعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ. وَالْمُسْتَحَبُّ: أَنْ يَصُوْمَهَا مُتَتَابِعَةً، فَإِنْ صَامَهَا مُتَفَرِّقَةً جَازَ

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

 
Artinya, “Disunnahkan bagi orang yang puasa di bulan Ramadhan untuk meneruskan dengan puasa enam hari dari bulan Syawal. Dan (praktik) yang dianjurkan, yaitu dengan berpuasa Syawal secara terus-menerus, dan jika puasa dengan cara terpisah, maka diperbolehkan.” (Imam Abul Husain, Al-Bayan fi Mazhabil Imam Asy-Syafi’i, [Darul Minhaj: 2000], juz III, halaman 548).


Dengan demikian, bila masih memungkinkan berpuasa Syawal enam hari berturut-turut, hal itu lebih baik dan lebih utama. Namun, bila tidak karena alasan-alasan tertentu, melaksanakan puasa secara terpisah-pisah juga dapat dilakukan. Yang terpenting masih dalam bulan Syawal. Kedua cara itu tetap mendapatkan kesunnahan puasa Syawal.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND