• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Sabtu, 27 April 2024

Amaliyah NU

Ini Kiat Mendulang Pahala Berlipat di Bulan Ramadhan

Ini Kiat Mendulang Pahala Berlipat di Bulan Ramadhan
Ilustrasi puasa Ramadhan. (Foto: Canva)
Ilustrasi puasa Ramadhan. (Foto: Canva)

Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa bagi umat Islam. Di dalamnya terdapat banyak keutamaan, seperti dibelenggunya setan, ditutupnya pintu neraka, dibukanya pintu surga, hingga terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.

 

Dengan demikian, kesempatan untuk berbuat baik dan beribadah dalam menggapai pahala di bulan Ramadhan sangat terbuka lebar bagi siapapun. Kesempatan-kesempatan baik yang tidak ada di bulan lainnya. 

 

Maka, dengan kemuliaan Ramadhan ini sudah seyogyanya kita tidak mengabaikannya Seperti pesan sahabat Jabir yang dikutip oleh Al-Hafidz Abu al-Faraj Abd al-Rahman al-Hanbali dalam Bughyah al-Insan fi Wadzaif Ramadhan:

 

وليكن عليك وقار وسكينة يوم صومك، ولا تجعل يوم صومك ويوم فطرك سواء

 

Artinya, "Hendaklah kamu menjaga kekhidmatan dan ketentraman ibadah puasa, dan janganlah jadikan hari ketika kamu berpuasa tidak jauh berbeda dengan saat engkau tidak berpuasa." 

 

Sebagai bulan yang penuh berkah dan kemuliaan, berikut adalah upaya-upaya yang bisa kita usahakan untuk menadahi anugerah yang diberikan Allah di bulan Ramadhan ini.

 

Pertama, memperbanyak amal kebaikan. Pahala dari setiap amal kebaikan yang dilakukan di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan. Hal ini didasarkan pada kemuliaan dan keutamaan bulan Ramadhan sendiri, sehingga setiap amal kebaikan yang di lakukan di dalamnya bernilai lebih besar dari bulan-bulan lainnya.

 

واعلم أن مضاعفة الأجر للأعمال تكون بأسباب، منها شرف الزمان كشهر رمضان وعشر ذي الحجة

 

Artinya, "Ketahuilah bahwa diantara sebab-sebab dilipatgandakannya pahala adalah karena kemuliaan suatu waktu, seperti bulan ramadhan dan sepuluh hari di bulan dzul hijjah" (Al-Hafidz Abu al-Faraj Abd al-Rahman al-Hanbali dalam Bughyah al-Insan fi Wadzaif Ramadhan). 

 

Dalam keterangan lain –seperti riwayat Ibnu Khuzaimah, meski berstatus dhaif– juga dijelaskan bahwa satu kebaikan sunnah yang dilakukan di bulan Ramadhan, maka bagaikan melakukan satu amalan fardhu, dan barang siapa yang melakukan satu amalan fardhu, maka itu setara dengan 70 fardhu di selain bulan Ramadhan. 

 

Kedua, menjauhi maksiat dan keburukan. Di bulan yang penuh keutamaan ini selain memperbanyak amal salih, tentu sebisa mungkin untuk tidak berbuat maksiat dan keburukan. Bahkan perbuatan dosa yang dilakukan di dalamnya pun berimbas pada nilai dosa yang lebih besar dan konsekuensinya jauh lebih berat. 

 

وأما مضاعفة السيئة؛ فقال بها جماعة تبعا لابن عباس وابن مسعود... وقال بعض المحققين: قول ابن عباس وابن مسعود في تضعيف السيئات: إنما أرادوا مضاعفتها في الكيفية دون الكمية أي أن إثمها أعظم والعقاب عليها أشد

 

Artinya, "Pendapat Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud terkait berlipatnya dosa dari perbuatan buruk (di bulan ramadhan), bahwa yang dimaksud adalah dosanya lebih besar dan siksaan atas perbuatannya akan lebih berat". (Musthofa bin Sa'ad al-Hanbali dalam Mathalib Uli al-Nuha).

 

Hal ini bukan jelas tanpa sebab, karena tentu sangat jauh berbeda ganjaran dari perbuatan dosa yang dilakukan di bulan yang penuh kemuliaan dan bulan lainnya, meski pada dasarnya tetap harus menjauhinya kapanpun itu. Ibnu al-Jauzi dalam Zad al-Ma'ad Fi Hady Khair al-'Ibad mengibaratkan:

 

ليس من عصى الملك على بساط ملكه كمن عصاه في الموضع البعيد من داره وبساطه

 

Artinya, "Orang yang berbuat salah kepada raja di atas permadaninya tentu tidak sama dengan yang berbuat salah di tempat yang jauh dari istana." 

 

Ketiga, memperbanyak membaca Al-Qur'an. Selain karena di bulan Ramadhan amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya, Ramadhan menjadi mulia dan waktu yang tepat untuk memperbanyak membaca Al-Qur'an karena pada bulan inilah diturunkannya Al-Qur'an.

 

Di samping itu, bulan Ramadhan menjadi waktu rutinan Nabi Muhammad saw untuk bertadarus Al-Qur’an kepada Malaikat Jibril. Dalam hadits riwayat Ibnu ‘Abbas dijelaskan:

 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

 

Artinya, "Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah saw adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril as menemuinya, dan adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, di mana Jibril mengajarkannya Al-Qur’an. Sungguh Rasulullah saw orang yang paling lembut daripada angin yang berhembus". (HR. Bukhari).

 

Menurut Ibnu Rajab al-Hanbali hadits ini menunjukkan kesunnahan bertadarus Al-Qur’an pada malam bulan Ramadhan secara berjamaah. Ibnu Rajab sebagaimana dikutip oleh Al-Hafidz Abu al-Faraj Abd al-Rahman al-Hanbali dalam Bughyah al-Insan fi Wadzaif Ramadhan, menyatakan:

 

و دل الحديث أيضا على استحباب دراسة القرآن في رمضان والاجتماع على ذلك، وعرض القرآن على من هو أحفظ له، وفيه دليل على استحباب الإكثار من تلاوة القرآن في شهر رمضان

 

Artinya, "Hadits ini juga menunjukkan kesunnahan bertadarus Al-Qur’an pada bulan Ramadhan secara berjamaah. Menyetorkan Al-Qur’an kepada orang yang lebih hafal darinya. Hadits ini sekaligus menunjukkan kesunnahan memperbanyak membaca Al-Qur’an pada bulan Ramadhan." 

 

Keempat, berbagai rezeki atau sedekah. Sebenarnya sedekah dianjurkan di setiap waktu selagi kita memiliki kelapangan baik tenaga, pikiran, maupun harta. Tetapi sedekah di bulan Ramadhan memiliki keutamaan yang lebih besar dari bulan selainnya. Sebagaimana riwayat sahabat Anas bin Malik:

 

عَنْ اَنَسٍ قِيْلَ يَارَسُولَ اللهِ اَيُّ الصَّدَقَةِ اَفْضَلُ؟ قَالَ: صَدَقَةٌ فِى رَمَضَانَ

 

Artinya, "Dari Anas dikatakan, Wahai Rasulullah, sedekah apa yang nilainya paling utama? Rasul menjawab, “Sedekah di bulan Ramadhan” (HR. At-Tirmidzi).

 

Bahkan para sahabat sendiri menyaksikan bahwa Rasulullah saw adalah sosok yang dermawan dan murah hati ketika bulan Ramadhan dibandingkan bulan lainnya.

 

Karena keutamaannya, para ulama pun sangat menganjurkan untuk bersedekah di bulan Ramadhan. Seperti keterangan Abu Bakr bin Abi Maryam yang ia terima dari guru-gurunya:

 

وذكر أبو بكر ابن أبي مريم عن أشياخه أنهم كانوا يقولون: إذا حضر شهر رمضان فانبسطوا فيه بالنفقة، فإن النفقة فيه مضاعفة كالنفقة في سبيل الله

 

Artinya, "Ketika datang bulan ramadhan perluaslah dalam memberi nafkah, karena nafkah di bulan Ramadhan pahalanya berlipat ganda seperti nafkah di jalan Allah." (Abu Bakr bin Abi Maryam, sebagaimana dikutip oleh Al-Hafidz Abu al-Faraj Abd al-Rahman al-Hanbali dalam Bughyah al-Insan fi Wadzaif Ramadhan)

 

Selain itu, termasuk amalan utama di bulan Ramadhan dan dianjurkan oleh Nabi saw adalah bersedekah dengan memberikan makanan kepada orang lain untuk berbuka puasa. Dan orang tersebut akan mendapatkan pahala yang lain selain puasanya sendiri, seperti sabda Nabi saw:

 

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

 

Artinya, "Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga." (HR. Tirmidzi)

 

Kelima, menjaga puasa dari penghancurnya. Selain menjaga puasa dari segala sesuatu yang dapat membatalkannya secara zahir, mari kita juga menjaganya dari hal-hal yang bisa menghilangkan pahala puasa, agar puasa yang kita jalani tidak hanya menghasilkan lapar dan dahaga seperti yang digambarkan oleh Nabi saw:

 

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ اِلاَّ الْجُوْعُ وَ الْعَطَشُ

 

Artinya, "Betapa banyak orang-orang yang berpuasa tidak mendapatkan balasan kecuali lapar dan haus". (HR. An-Nasai).

 

Adapun sesuatu yang bisa menghilangkan pahala puasa adalah sebagaimana disebutkan oleh Nabi saw, yaitu:

 

 خَمْسٌ يُفطِرْنَ الصَّائِمَ: الغِيْبَةُ، والنَّمِيْمَةُ، وَالْكَذِبُ، وَالنَّظْرُ بِالشَّهْوَةِ، وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ

 

Artinya, “Lima hal yang bisa membatalkan pahala orang berpuasa, yaitu: membicarakan orang lain, mengadu domba, berbohong, melihat dengan syahwat, dan sumpah palsu”. (HR. Ad-Dailami).

 

Pada dasarnya hakikat puasa adalah al-imsak yaitu menahan. Menahan diri dari berbagai hal-hal yang membatalkan puasa dan yang membatalkan pahala puasa. Memang banyak orang berhasil melakukan puasa dengan menahan ini dari berbagai hal-hal yang membatalkan puasa, tetapi banyak juga dari mereka tidak berhasil mendapatkan pahala puasa.

 

Demikian beberapa upaya yang bisa kita lakukan di bulan yang mulia ini, semoga kita tergolong orang-orang yang ibadah puasa dan amal kebaikannya diterima oleh Allah swt. 

 

*Keterangan pada artikel ini diambil dari kitab Bughyatul Insan tentang Ramadhan


Amaliyah NU Terbaru