• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Rabu, 17 April 2024

Opini

Mampu Beli Sepeda, Tak Mampu (Tak Mau) Beli Hewan Kurban

Mampu Beli Sepeda, Tak Mampu (Tak Mau) Beli Hewan Kurban
Sepeda gowes dan hewan kurban. (Foto: Istimewa)
Sepeda gowes dan hewan kurban. (Foto: Istimewa)

Oleh: Moh Makmun*

Akhir-akhir ini hampir setiap hari, namun khususnya di hari Sabtu dan Minggu jalanan dipenuhi orang-orang bersepeda. Beraneka macam jenis sepeda berseliweran di jalanan, mulai sepeda onthel, sepeda gunung, dan lainnya. Pun demikian dengan harganya, mulai harga yang murah ratusan ribu sampai yang harga puluhan juta ada semua. Alhamdulillah, di tengah pandemi covid-19, ternyata daya beli masyarakat masih tinggi dan tentunya uang mereka ternyata banyak juga. 

Semakin banyak masyarakat kita yang bersepeda, entah itu karena dilandasi untuk menjaga kesehatan dengan berolahraga sepeda, entah hanya mengikuti tren saat ini, atau entah juga ingin pamer sepeda juga ndak ada yang tau. Saya tidak iri atau sirik atau apalah, sebab saya sendiri juga punya sepeda onthel kuno merek Hero tapi sekarang tidak pernah saya pakai. Karena tak sempat atau malas.

Namun demikian, di sini saya tidak menyoroti hal tersebut. Saya hanya merasa iba jika kemampuan membeli sepeda dengan harga yang hampir sama dengan harga satu ekor kambing qurban bahkan lebih mahal sepeda. Bahkan, berdasarkan data penjualan sepeda yang terlaris ada di kisaran harga 3 juta ke atas. Sebuah ironi dan kenaifan dalam diri jika mampu membeli sepeda dengan harga segitu namun mereka tidak melaksanakan qurban tahun ini. Apalagi hari raya kurban insyaallah akan kita laksanakan tanggal 30 Juli mendatang.

Kesadaran berolah raga ataupun keinginan mengikuti tren yang sedang marak adalah sebuah hal yang ya bisa dibilang baik. Islam tidak melarang orang berolahraga dan tidak melarang orang mengikuti tren selama semua itu tidak melanggar syariat Islam.

Akan tetapi kesadaran semacam itu menjadi kurang baik bahkan tidak baik, manakala tidak diimbangi dengan kesadaran melaksanakan perintah Agama. Dan salah satu yang paling dekat saat ini adalah momentum hari raya kurban.

Memang hukum berqurban menurut mayoritas ulama fiqh adalah sunnah muakkad, meski ada juga ulama fiqh seperti Imam Abu Hanifah yang berpendapat hukumnya wajib berqurban bagi orang yang mampu membeli hewan qurban dan orang yang mukim di satu daerah (bukan pendatang sementara di saat hari raya tersebut).

Meski hukum qurban adalah sunnah muakkad, namun perlu kita ketahui, bahwa terdapat ultimatum dari Rasulullah Saw:

أخرج ابن ماجة في كتاب الأضحى 3114: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

Dari Abi Hurairah Sesungguhnya Rasulullah Saw., bersabda,: “Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rizki) dan tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.”

Betapa hinanya orang yang tidak boleh mendekati tempat shalat (masjid-mushollah), padahal di sanalah tempat sentral umat Islam. Rasulullah Saw, menggunakan masjid untuk dakwah, ibadah, kegiatan sosial dan lainnya. Jika orang yang tidak boleh mendekati masjid, maka ia tidak mendapatkan keuatamaan berjamaah, tidak bisa mengikuti majelis ta’lim dan lainnya.

Perlu di ingat, bahwa banyak sekali pahala kebaikan yang kita dapatkan dari berqurban sebanyak jumlah rambut dan bulu-bulu hewan qurban tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

أخرج ابن ماجة في كتاب الأضحى 3118: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلَانِيُّ حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا سَلَّامُ بْنُ مِسْكِينٍ حَدَّثَنَا عَائِذُ اللَّهِ عَنْ أَبِي دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ

Dari Abu Daud dari Zaid bin Arqam dia berkata, “Para sahabat Rasulullah Saw, bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban seperti ini?” beliau bersabda: “Ini merupakan sunnah (ajaran) bapak kalian, Ibrahim.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas apa yang akan kami dapatkan dengannya?” beliau menjawab: “Setiap rambut terdapat kebaikan.” Mereka berkata, “Bagaimana dengan bulu-bulunya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Dari setiap rambut pada bulu-bulunya terdapat suatu kebaikan.”

Dengan demikian, mari kita introspeksi diri kita masing-masing, tidak usah menunjuk atau mengintrospeksi orang lain. Apakah kita selama ini lebih sadar akan hal-hal yang bersifat duniawi ataukah lebih sadar akan hal-hal yang diajarkan oleh agama. 

 

*Penulis adalah Ketua Pengurus Cabang Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Jombang


Editor:

Opini Terbaru