Khutbah

Khutbah Idul Adha: Meneladani Hakikat Pengorbanan dan Pendidikan Keluarga Nabi Ibrahim

Ahad, 16 Juni 2024 | 06:30 WIB

Khutbah Idul Adha: Meneladani Hakikat Pengorbanan   dan Pendidikan Keluarga Nabi Ibrahim

Ilustrasi Idul Adha. (Foto: NU Online)

Khutbah I

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ


الحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقَهُ الْقُرْآنُ، أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. 


Umat Islam merayakan Hari Raya Kurban tiap tanggal 10 Dzulhijjah. Bulan terakhir dalam kalender Islam. Pada bulan Dzullhijjah, disunnahkan berpuasa. Bahkan sejak tanggal 1 Dzullhijjah. Kesunnahan berpuasa ini lebih Disunnahkan pada hari Tarwiyah tanggal 8 Dzullhijjah dan hari Arafah tanggal 9 Dzullhijjah. Rasulullah memotivasi bahwa yang melaksanakan puasa ini, dosanya (berupa dosa kecil) akan diampuni hingga setahun ke depan. Dalam Islam, tidak ada hari raya yang tidak didahului puasa. Seperti Idul Fitri yang didahului puasa Ramadhan. Tiada perayaan tanpa pencapaian.


Hari Raya Kurban dikenal pula dengan istilah Idul Adha. Ditandai dengan menyembelih hewan (udlhiyah) pada waktu dhuha, sebagai wujud pengorbanan hamba memenuhi perintah Allah. Momentum Idul Adha, selain identik dengan ibadah haji, identik pula dengan dua bahasan penting, yaitu tapak tilas keteladanan pengorbanan Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, dan Siti Hajar, serta keberhasilan Nabi Ibrahim mendidik keluarganya. 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Umat Islam selalu meneladani Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Nabi Muhammad sendiri adalah keturunan Nabi Ibrahim dari jalur Nabi Ismail. Sementara Nabi Musa dan Nabi Isa adalah keturunan Nabi Ibrahim dari jalur Nabi Ishaq. Ketiga agama samawi, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam, bermuara pada Nabi Ibrahim yang berjuluk bapaknya para nabi (abul anbiya'). 


Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail selalu disebut oleh Rasulullah dalam bacaan tahiyyat akhir. Bacaannya disebut dengan shalawat Ibrahimiyah. Yang berisi permohonan pada Allah, agar diberi rahmat dan berkah sebagaimana yang telah diberikan pada Nabi Ibrahim. Lafal kamaa shallayta 'alaa sayyidinaa Ibrahiim wa'ala aali sayyidina Ibrahim, selalu dibaca kala tahiyat akhir dalam shalat.

 

Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim adalah teladan, role model, benchmark yang patut ditiru seluruh umat Islam. Baik perjuangan, pengorbanan, keberanian, keteguhan maupun kesabaran nabi Ibrahim.

 

Allâhu akbar (3x), walillâhil hamd.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. 


Momen Idul Adha sendiri adalah tapak tilas fragmen kehidupan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Tentang kerelaan berkorban. Istilah kurban sendiri berasal dari bahasa Arab. Artinya mendekat. Satu akar kata dengan karib dan kerabat. Berkurban merupakan usaha manusia mendekat pada Allah. Dengan jalan menyembelih hewan. Mengeluarkan harta demi menjalankan perintah. Kedekatan hamba dengan Allah terwujud dengan kerelaan  hamba mengorbankan segala yang dimilikinya. Baik harta, tenaga, waktu, pikiran, perasaan hingga nyawa.


Pengorbanan perasaan dan nyawa ini pernah diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim. Allah perintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya yang bernama Nabi Ismail. Putra yang amat dinanti kelahirannya. Putra yang telah berjauhan dari ayahnya sedari kecilnya. Nabi Ibrahim diperintahkan menempatkan bayi Ismail dan Siti Hajar Ibunya, di Lembah Makkah yang kala itu belum dihuni manusia. Sementara Nabi Ibrahim Allah perintahkan untuk kembali ke Syam. Ribuan kilometer jarak memisahkan ayah dan anak ini.


Begitu Nabi Ismail menginjak usia baligh, Allah uji kembali kesabaran dan ketaatan Nabi Ibahim. Allah perintahkan  Nabi Ismail untuk disembelih. Di sini tampak dilema yang dihadapi Nabi Ibrahim. Di satu sisi, ia adalah ayah yang amat menyayangi anaknya. Di sisi lain, ia adalah hamba yang sepantasnya taat akan perintah Allah.


Kerelaan berkorban Nabi Ibrahim ketika diperintah oleh Allah untuk menyembelih Nabi Ismail putranya disebutkan oleh Allah dalam QS. Ash-Shoffat ayat 102:

 
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ


Artinya, "Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar."

 

Allahu Akbar (3x), walillâhil hamd.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Pengorbanan erat kaitannya dengan kesabaran. Pengorbanan kerap dihadapkan pada pilihan-pilihan. Mana yang harus diprioritaskan, dan mana pula yang perlu dikesampingkan. Pengorbanan terwujud dengan mengalahkan ego pribadi demi tujuan yang diinginkan. Ketika Allah menjadi tujuan, maka segalanya akan dikorbankan.


Kadang logika manusia mempertanyakan. Betapa tega Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih anak sendiri. Insan beriman tidak akan terjebak dalam logikanya. Orang beriman pasrah (taslim) dan yakin pasti ada hikmah dari berbagai aturan Allah. Tidak selayaknya mempertanyakan kebijakan Allah. 


Berbaik sangka kepada Allah itulah jalan terbaik. Dan ternyata ketika Nabi Ibrahim telah berada pada kepasrahan total pada Allah, ketika Nabi Ismail pun mantap mendukung ayahnya untuk melaksanakan perintah Allah, saat itu pulalah Allah menunjukkan  sifat rahman (welas asih) dan sifat hakim-Nya (bijaksana). Allah ganti perintah menyembelih Nabi Ismail, dengan perintah menyembelih hewan kurban. Perintah penyembelihan manusia itu hanya semata ujian dari Allah. Sebagaimana Allah firmankan dalam QS. Ash-Shoffat ayat 103-107:


فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ .وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ .قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ . إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ . وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ


Artinya, "Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan (untuk melaksanakan perintah Allah). Kami memanggil dia, “Wahai Ibrahim. Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar."

 

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah.


Nabi Ibrahim sabar dalam taqorrub-nya pada Allah. Dengan cobaan yang bertubi-tubi. Hingga digelari sebagai Ulul Azmi. Siti Hajar bersabar ditinggal di wadi/lembah yang tak berpenghuni tanpa bekal mencukupi. Namun mantap bila memang itu perintah Allah, maka siti Hajar mantap berucap "Innallaaha laa yudloyyi'unaa". Allah tak akan menyia-nyiakan ia dan putranya. 


Selang beberapa tahun kemudian, Allah kembali menguji keteguhan keimanan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Ketika Allah perintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih Nabi Ismail, Nabi Ibrahim dilanda kebimbangan. Apakah ini benar-benar perintah Allah. Nabi Ibrahim pun meminta pendapat dari Nabi Ismail. Putra yang dinanti sekian lama. Hingga berusia 86 tahun, barulah Nabi Ibrahim dan siti Hajar istrinya dikaruniai putra. 


Nabi Ismail yang baru masuk usia baligh, telah mampu menjadi teman diskusi yang baik bagi ayahnya terkait keimanan. Meminta pendapat dari anak adalah satu pendidikan parenting yang baik. Orang tua tidak memutuskan suatu hal terkait anak secara otoriter. Di sini terjalin komunikasi yang baik antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. 


Inilah keluarga yang menjadi role model bagi seorang Mukmin. Meneladani millata Ibrahima haniifa. Meneladani ajaran Nabi Ibrahim yang amat lurus dan teguh dalam keimanan.


Sebagaimana Allah firmankan dalam QS. Ash-Shoffat 102:


فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ


Artinya, "Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.”


Nabi Ismail pun menunjukkan kematangan berpikir dan keteguhan akidah. Buah dari pendidikan yang baik dari orang tua. Nabi Ismail menjawab bahwa bila ini memang perintah Allah, maka mari dilaksanakan. Nabi Ismail pun menenangkan ayahnya dengan berkata bahwa Nabi Ismail sabar menjalaninya. Di sinilah letak kesuksesan Nabi Ibrahim mendidik putranya, kader penerus perjuangan sang ayah. 


Betapa banyak ayah membangun, Namun anak turun pula yang meruntuhkan. Betapa banyak ayah berjuang, namun anak keturunan tak dapat meneruskan.


Semangat berkorban Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail bisa disarikan pada kalimat "Jika ini memang untuk Allah, Apa lagi yang perlu dipikirkan?"


Allâhu akbar (3x), walillâhil hamd.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. 


Terdapat banyak hikmah yang bisa dipetik dari kurban. Tentang kesabaran, kemantapan iman, ketepatan menentukan pilihan, ketepatan berkorban, hingga akhirnya memperoleh kedekatan dan rida Allah swt. 


Manusia memiliki sifat-sifat kebinatangan (bahimiyah) yang perlu dihilangkan. Sifat seperti rakus, menang sendiri, tega, kasar, main kekerasan, sebagaimana yang ada pada dunia hewan, perlu untuk dihilangkan. Caranya dengan berkorban. Dilambangkan dengan menyembelih hewan kurban kambing, sapi, kerbau ataupun unta yang telah layak korban.


Sifat bahimiyah tersebut pantas ada pada hewan, makhluk yang tidak berakal untuk bisa bertahan hidup. Namun lain lagi ceritanya bila sifat kebinatangan dimiliki oleh manusia yang berakal budi.


Menyembelih hewan bukanlah perilaku yang tidak berperikehewanan. Dalam Islam, adab menyembelih pun ditekankan. Yaitu dengan pisau yang tajam dan hewan lain tidak melihat penyembelihan yang dilakukan. Semua yang ada di bumi, boleh digunakan secara baik demi kebutuhan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Termasuk menyembelih hewan.


Praktik menyembelih hewan bukanlah praktik klenik. Ini adalah syar'i. Bukan dagingnya yang dipersembahkan pada Allah. Namun ketulusan berkurbanlah yang dinilai oleh Allah. Sedang dagingnya, boleh dimakan oleh manusia.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Ibadah kurban memang murni ibadah mahdhah. Semata-mata melaksanakan perintah Allah. Namun hikmah di balik ibadah kurban, juga berdimensi hablum minan naas. Qurban bermakna taqirrub ilallaah. Mendekatkan diri pada Allah. Dalam tataran sosial, menyembelih hewan kurban sekaligus bermakna rela berkorban. Menyisihkan sedikit harta untuk menyembelih hewan korban. Dagingnya dapat dinikmati pula oleh fakir miskin. Boleh jadi mereka selama setahun penuh baru merasakan makan daging, memenuhi kebutuhan protein hewani, saat momen Idul Adha. Idul Adha adalah momentum mengasah kepekaan kita.


Berkurbanlah, niscaya kita semakin dekat pada-Nya.


اعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ . بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ


Khutbah II

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ


 الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا


 اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ



*Ditulis oleh Akhmad Taqiyuddin Mawardi, Redaktur Pelaksana Keislaman NU Online Jombang, Pengasuh Pesantren An-Nashriyah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.