• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Masuk Akhir Bulan Rajab, Tinggalkan Maksiat, Sambut Sya'ban dan Ramadhan

Masuk Akhir Bulan Rajab, Tinggalkan Maksiat, Sambut Sya'ban dan Ramadhan
Ilustrasi bulan Rajab. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi bulan Rajab. (Foto: Istimewa)

Bulan Rajab memasuki pekan terakhir. Ini artinya bulan Sya'ban kian dekat, dan setelahnya kita akan memasuki bulan Ramadhan. Bulan Rajab adalah bulan yang sakral, karena bulan ini di samping menjadi salah satu bulan haram (mulia), bulan Rajab juga berada sebelum dua bulan mulia lainnya secara berurutan, yakni bulan Sya’ban dan Ramadhan. Bisa dibilang bulan Rajab menjadi titik awal dalam menyongsong dua bulan mulia setelahnya.


Selain itu, kesakralan bulan Rajab dapat dilihat dari balasan berlipat-lipat yang akan diterima orang-orang yang memuliakannya dengan meningkatkan beragam ibadah. Sebaliknya, orang-orang yang merusak nilai-nilai kemuliaan bulan Rajab dengan bermaksiat bakal mendapatkan balasan yang juga berlipat-lipat.


Allah swt berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 36).


إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ


Artinya, “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu,” (Surat At-Taubah ayat 36).


Ayat itu secara tegas menerangkan bahwa jumlah bulan ada dua belas dalam satu tahun. Dari dua belas bulan itu terdapat empat bulan haram yang sangat dimuliakan, yaitu, Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab. Dalam ayat itu juga Allah swt memerintahkan kepada kita agar pada bulan-bulan mulai tersebut tidak menzalimi diri sendiri. 


Menurut Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi (wafat 516 H), yang memiliki gelar muhyis sunnah (penghidup sunnah), dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan larangan Allah kepada manusia untuk tidak menzalimi diri sendiri pada ayat di atas, adalah dengan tidak merusak kemuliaan bulan haram dengan melakukan maksiat, dan meninggalkan taat. Hal ini tidak lain karena semua nilai pekerjaan pada bulan ini dilipatgandakan oleh Allah swt:


العَمَلُ الصَّالِحُ أَعْظَمُ أَجْرًا فِي الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ، وَالظُّلْمُ فِيْهِنَّ أَعْظَمُ مِنَ الظُّلْمِ فِيْمَا سِوَاهُنَّ


Artinya, “Amal saleh lebih agung (besar) pahalanya di dalam bulan-bulan haram (Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab). Sedangkan zalim pada bulan tersebut (juga) lebih besar dari zalim di dalam bulan-bulan selainnya.” (Imam al-Baghawi, Ma’alimut Tanzil fi Tafsiril Qur’an, [Beirut, Darul Ihya’ at-Turats, cetakan keempat: 1417 H/1997 M], juz IV, halaman 44).


Sementara itu, Syekh Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili dalam kitab tafsirnya memberikan alasan di balik larangan Allah untuk melakukan pekerjaan zalim pada bulan tersebut. Menurutnya, bulan haram memiliki nilai-nilai sakralitas dan identik dengan kemuliaan yang tidak bisa ditemukan pada bulan-bulan lainnya. Maka, semua balasan dari amal kebaikan dan kejelekan dilipatgandakan oleh Allah pada bulan-bulan tersebut:


 وَالْمُرَادُ النَّهْيُ عَنْ جَمِيْعِ الْمَعَاصِي بِسَبَبٍ مَا لِهذِهِ الْأَشْهُرِ مِنْ تَعْظِيْمِ الثَّوَابِ وَالْعِقَابِ فِيْهَا


Artinya, “Yang dimaksud (dari ayat larangan menzalimi diri sendiri), adalah larangan dari semua bentuk maksiat dengan sebab apa pun pada bulan-bulan haram ini, (hal itu) disebabkan besarnya pahala dan siksaan di dalamnya.” (Syekh Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir fil Aqidati was Syari’ati wal Manhaji, [Damaskus, Beirut, Darul Fikr], juz X, halaman 202).


Oleh karena itu, bulan Rajab hendaknya kita jadikan momentum terbaik untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah swt dengan meningkatkan ketakwaan dan ketaatan. Pada kesempatan yang sama, kita juga harus bisa segera meninggalkan maksiat. Sekecil apapun. Karena di bulan Rajab ini, baik amal baik maupun amal jelek yang kita lakukan akan mendapatkan balasan berlipat.


Sebagaimana kita ketahui, bulan Rajab sebentar lagi akan berakhir. Setelah itu, kita memasuki bulan Sya'ban. Bulan yang dalam Islam dikenal sebagai pintu gerbang bulan Ramadhan. Tentu sangat beruntung, Muslim yang memasuki bulan Sya'ban ini dengan keadaan yang bersih. Bersih dari segala maksiat di bulan Rajab dan telah mengisi bulan Rajab itu dengan amalan-amalan kebaikan. Ia telah membawa pahala yang demikian besar dan siap menjemput pahala yang lebih besar lagi di bulan Sya'ban dan Ramadhan. 


Menilisik dari segi linguistik, Al-Imam ‘Abdurraḥmān As-Shafury dalam literatur kitab momumentalnya Nuzhatul Majâlis wa Muntakhabun Nafâ’is mengatakan bahwa kata Sya’ban (شَعْبَانَ) merupakan singkatan dari huruf shīn yang berarti kemuliaan (الشَّرَفُ). Huruf ‘ain yang berarti derajat dan kedudukan yang tinggi yang terhormat (العُلُوُّ). Huruf ba’ yang berarti kebaikan (البِرُّ). Huruf alif yang berarti kasih sayang (الأُلْفَة). Huruf nun yang berarti cahaya (النُّوْرُ).


Bila ditinjau dari segi amaliyah, termaktub beberapa hal yang lazim dilaksanakan pada malam Nisfu Sya’ban, yaitu membaca Surat Yasin sebanyak 3 kali yang dilanjutkan dengan berdoa. Tradisi demikian selain sudah berkembang di Nusantara ini juga menjadi amaliyah tahunan yang dilaksanakan secara rutin terutama oleh masyarakat NU.


Rasulullah saw menyatakan dalam sebuah hadits sebagaimana diriwayatkan oleh Ad-Dailami, Imam ‘Asakir, dan Al-Baihaqy berikut:


‎خَمْسُ لَيَالٍ لَا تُرَدُّ فِيْهِنَّ الدَّعْوَةُ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبَ وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَلَيْلَةُ الجُمْعَةِ وَلَيْلَتَيِ العِيْدَيْنِ


Artinya, “Ada lima malam di mana doa tidak tertolak pada malam-malam tersebut, yaitu malam pertama bulan Rajab, malam Nisfu Sya‘ban, malam Jumat, malam Idul Fitri, dan malam Idul Adha.”


Di bulan Sya’ban juga dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, salah satunya adalah iabda puasa. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw. Disebutkan dalam hadits Nabi diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah: 


فَمَا رَاَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ اِلَّا رَمَضَانَ وَمَارَاَيْتُهُ اَكْثَرَ صِيَامُا مِنْهُ فِيْ شَعْبَانَ رواه البخاري


Artinya, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, dan tidak pernah melihat Rasulullah memperbanyak puasa dalam satu bulan selain bulan Sya’ban” (HR. Bukhari).

 
*Tulisan ini diambil dan diolah dari artikel NU Online berjudul Larangan Mendzalimi Diri Sendiri pada Bulan Rajab dan Seputar Amalan dan Keutamaan Bulan Sya‘ban


Editor:

Keislaman Terbaru