• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Minggu, 28 April 2024

Fiqih

Hukum Qadha Puasa Ramadhan setelah Nisfu Sya’ban

Hukum Qadha Puasa Ramadhan setelah Nisfu Sya’ban
Ilustrasi puasa bulan Ramadhan. (Foto: NU Online)
Ilustrasi puasa bulan Ramadhan. (Foto: NU Online)

Sebentar lagi kita akan menjumpai bulan Ramadhan. Di bulan ini kita diwajibkan berpuasa sebulan penuh kecuali ada sebab-sebab yang bersifat syar'i yang mengharuskan seseorang tidak bisa berpuasa satu bulan penuh dan harus menggantinya pada bulan-bulan yang lain.


Sebagian orang kadang mengqadhanya (mengganti) puasa Ramadhan di saat bulan mulia itu kembali akan tiba di tahun berikutnya. Seperti di bulan Rajab atau Sya’ban. Bahkan detik-detik bulan Sya'ban itu akan segera lewat.


Mengqadha puasa Ramadhan pada bulan Sya’ban dalam Islam tidak ada hukum yang tidak membolehkan. Yang menjadi persoalan adalah saat mengqadha puasa Ramadhan setelah nisfu Sya’ban atau selepas pertengahan bulan Sya’ban. Karena ulama madzhab Syafi'i mengharamkan berpuasa setelah nisfu Sya’ban berdasarkan hadits berikut:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا اِنْتَصَفَ شَعْبَانَ فَلَا تَصُومُوا. (رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ)

 
Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, sungguh Rasullah saw bersabda: ‘Ketika Sya’ban sudah melewati separuh bulan, maka janganlah kalian berpuasa’.” (HR Imam Lima: Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)


Alasan pelarangan madzhab ini karena pada hari itu dianggap hari syak (ragu), karena sebentar lagi bulan Ramadhan tiba. Khawatirnya, orang yang puasa setelah nisfu Sya’ban tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan Ramadhan. Alasan lain lantaran agar kita bisa menyiapkan tenaga dan kekuatan untuk puasa di bulan Ramadhan.


Meski dilarang, namun, ulama madzhab Syafi'i ini mengecualikan beberapa hal karena adanya sebab-sebab tertentu. Artinya orang-orang yang mempunyai sebab-sebab tersebut tidak dilarang berpuasa setelah nisfu Sya’ban.


Adapun beberapa sebab atau pengecualian larangan berpuasa setelah nisfu Sya’ban adalah orang yang memang terbiasa mengerjakan puasa. Seperti mengerjakan puasa senin dan kamis, puasa ayyamul bidh, puasa nadzar, puasa qadha, ataupun orang yang sudah terbiasa mengerjakan puasa dahar.


Syekh Wahbab al-Zuhaili dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu menjelaskan: 


قال الشافعية: يحرم صوم النصف الأخير من شعبان الذي منه يوم الشك، إلا لورد بأن اعتاد صوم الدهر أو صوم يوم وفطر يوم أو صوم يوم معين كالا ثنين فصادف ما بعد النصف أو نذر مستقر في ذمته أو قضاء لنفل أو فرض، أو كفارة، أو وصل صوم ما بعد النصف بما قبله ولو بيوم النص. ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد


Artinya, “Ulama madzhab Syafi’i mengatakan, puasa setelah nisfu Sya’ban diharamkan karena termasuk hari syak, kecuali ada sebab tertentu, seperti orang yang sudah terbiasa melakukan puasa dahar, puasa daud, puasa senin-kamis, puasa nadzar, puasa qadha, baik wajib ataupun sunnah, puasa kafarah, dan melakukan puasa setelah nisfu Sya’ban dengan syarat sudah puasa sebelumnya, meskipun satu hari nisfu Sya’ban. Dalil mereka adalah hadis, ‘Apabila telah melewati nisfu Sya’ban janganlah kalian puasa’. Hadis ini tidak digunakan oleh ulama mazhab Hambali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dhaif.”


Berbeda dengan pandangan ulama lain, khususnya selain madzhab Syafi’i, hadits di atas dianggap lemah dan termasuk hadits munkar, karena ada perawi haditsnya yang bermasalah. Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah nisfu Sya’ban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadhan. Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari mengatakan: 


وقال جمهور العلماء يجوز الصوم تطوعا بعد النصف من شعبان وضعفوا الحديث الوارد فيه وقال أحمد وبن معين إنه منكر


Artinya, “Mayoritas ulama membolehkan puasa sunnah setelah nisfu Sya’ban dan mereka melemahkan hadits larangan puasa setelah nisfu Syaban. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadits tersebut munkar”. 


Pendapat ulama ini jelas membolehkan berpuasa setelah nisfu Sya’ban. Kalau puasa sunnah saja diperbolehkan, apalagi puasa wajib misalkan karena harus mengqadha, seperti mengqadha puasa Ramadhan yang memang wajib diganti sebelum masuk Ramadhan berikutnya.

 
*Keterangan ini diambil dan diolah dari artikel NU Online berjudul Bagaimana Hukum Puasa Setelah Nisfu Sya'ban?


Editor:

Fiqih Terbaru