• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Sabtu, 27 April 2024

Daerah

11 TAHUN NU ONLINE JOMBANG

Gus Farid: Gen Z Tidak Boleh Pesimis dan Pragmatis dalam Pemilu

Gus Farid: Gen Z Tidak Boleh Pesimis dan Pragmatis dalam Pemilu
Gus Farid Al Farisi saat mengisi dialog publik bertajuk Milenial Penentu Arah Bangsa di Unwaha Jombang, Sabtu (04/03/2023)
Gus Farid Al Farisi saat mengisi dialog publik bertajuk Milenial Penentu Arah Bangsa di Unwaha Jombang, Sabtu (04/03/2023)

NU Online Jombang,

Hampir 90% kebijakan negara melalui proses politik. Di Indonesia pimpinan tertinggi negara adalah trias politika. Yaitu, Eksekutif, legislatif dan yudikatif. Selain Yudikatif, Eksekutif dan legislatif murni melalui proses politik. Yaitu melalui proses pemilihan umum (Pemilu). 

 

"Karena kebijakan tertinggi dilakukan melalui proses Pemilu, maka nanti presiden akan melakukan break down kebijakannya. Ia bisa mengangkat Kapolri, Panglima TNI, KPK, dan lain sebagainya. DPR juga bisa mempengaruhi kebijakan negara. Tugasnya adalah membuat UU sampai budgeting anggaran," kata Farid Al Farisi, Wakil Ketua DPRD Jombang dalam acara hari lahir (Harlah) ke-11 NU Online Jombang di Universitas Wahab Hasbullah Jombang. 

 

"Kalau saya simpulkan, gen Z ini adalah pemilih terbanyak. Di 2024, 60% pemilih adalah gen Z. Sehingga perlu saya sampaikan dan simpulkan, 2024 sampai 2029 kebijakan negara ada di tangan kalian. Karena kalian yang menentukan siapa yang menjadi pemimpin di 2024," ujarnya. 

 

Pria yang akrab disapa Gus Farid ini berharap, gen Z tidak pesimis untuk terus mengikuti Pemilu. 

 

"Kalau misalnya memilih calon ternyata tidak bisa menjadi wakil untuk menyampaikan aspirasi, jangan mangkel di pemilunya. Tapi terus mencari sosok yang benar-benar bisa merealisasikan keinginan masyarakat," jelasnya.

 

Pemilu itu, kata dia, memang kelihatannya mulai banyak yang tidak suka. Karena hasilnya di luar harapan. Akhirnya, timbul pesimistis di masyarakat. Sehingga, masyarakat mulai pragmatis dan akhirnya Pemilu transaksionalnya yang terjadi.

 

Ia melanjutkan, lembaga maasyarakat yang mempunyai basis massa yang kuat pasti didekati demi kepentingan kemenangan Pemilu. Ketika transaksional itu terjadi, maka itulah yang membuat kebijakan negara menjadi kurang baik. 

 

"Ingin jadi DPRD butuh suara 10.000. Biaya konsolidasi sudah 100.000. kalau itu sudah terjadi di masyarakat, jangan menyalahkan kebijakan yang terjadi. Tapi monggo saling introspeksi terhadap diri kita masing-masing bagaimana harus menghindari biaya politik. Menghindari transaksi-transaksi politik yang hanya 50.000 - 100.000 tetapi sangat merugikan kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan 5 tahun mendatang," jelasnya. 

 

Oleh karenanya, Gus Farid mengajak rekan IPNU dan rekanita IPPNU dan seluruh kaum muda untuk mulai mulai berpikir yang positif. Karena, 60% dari mereka akan mengikuti pemilu 2024. Sehingga dapat disimpulkan kebijakan itu ada di tangan mereka semua.

 

"Saya berharap betul kepada generasi muda, terutama IPNU-IPPNU, Ansor, Fatayat yang Insyaallah punya pengalaman organisasi yang begitu luas. Kalau dilihat usianya muda, brarti dia memiliki integritas yang tinggi," harapnya. 

 

Jangan sampai malas untuk bisa mengikuti, serta tampil ketika ada proses pemilu. Karena integritas ini sangat dibutuhkan sekarang. Jika integritasnya terjaga, maka Insyaallah bisa menjadikan manfaat bagi masyarakat yang dipimpinnya. 

 

"Pemilu 2024 monggo diwarnai dengan cara-cara yang baik, keinginan baik dan dengan niat yang baik. Mudah-mudahan pemilu 2024 terpilih sosok pemimpin yang kita harapkan bersama," pungkasnya.


Daerah Terbaru