Amaliyah NU

Shalat Sunnah pada Malam Nisfu Sya’ban

Senin, 19 Februari 2024 | 09:50 WIB

Shalat Sunnah pada Malam Nisfu Sya’ban

Ilustrasi shalat sunnah di malam nisfu Sya’ban. (Foto: Freepik)

Malam nisfu Sya’ban memiliki banyak keistimewaan. Salah satunya dikabulkannya doa dan permintaan ampunan atas dosa yang pernah dilakukan. Karena itu, dianjurkan bagi umat Islam untuk menghidupkan malam nisfu Sya’ban dengan memperbanyak amalan-amalan penting, di antaranya seperti memperbanyak istighfar.


Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah saw berikut ini:


إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَان نَادَى مُنَادٍ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ، هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَأُعْطِيَهُ (رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ في شُعَبِ الْإِيْمَانِ)


Artinya, "Apabila tiba malam nisfu Sya’ban, maka Malaikat berseru menyampaikan dari Allah: adakah orang yang memohon ampun, maka aku ampuni, adakah orang yang meminta sesuatu, maka aku berikan permintaannya” (HR al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman).


Lalu bagaimana dengan shalat. Apakah shalat juga menjadi amalan atau ibadah yang dianjurkan guna menghidupkan malam nisfu Sya’ban?


Dalam sebuah hadits Rasulullah saw disebutkan sebagai berikut: 


إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه فِي السُّنَنِ وَالْبَيْهَقِيُّ فِي شُعَبِ الْإِيْمَانِ)


Artinya, "Apabila tiba malam nisfu Sya’ban, maka hidupkan malamnya dan berpuasalah di siang harinya” (HR Ibnu Majah dalam as-Sunan dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman).


Maksud dari redaksi 'hidupkan malamnya' adalah mengisinya dengan dengan shalat, baca surat Yasin atau surat-surat lainnya dalam Al-Qur’an, dzikir, doa dan kebaikan-kebaikan yang lain. Doa di pertengahan malam, lebih-lebih di sepertiga malam terakhir adalah ibadah yang agung dan lebih berpotensi dikabulkan oleh Allah.


Menghidupkan malam nisfu Sya‘ban merupakan hal yang disepakati, termasuk dengan amalan shalat sunnah. Adapun shalat sunnah yang dapat dikerjakan seperti shalat sunnah awwabin, shalat sunnah taubat, shalat sunnah tahajud, shalat sunnah witir, dan seterusnya, tidak dipermasalahkan.


Termasuk shalat sunnah nisfu Sya‘ban yang berjumlah dua rakaat. Sebab tidaklah tercela menambahkan niat lain ke dalam suatu shalat sunnah, dengan catatan setelah ikhlas karena Allah, sebagaimana yang disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki:  


لا يقدح في نية المصلي إذا ما نوى بعد الإخلاص لله بصلاته نية أخرى مندرجة تحت نيته الأصلية ومضافة إليها


Artinya, “Dalam niat orang yang shalat setelah ia meniati shalatnya dengan ikhlas karena Allah, tidak tercela ada niat lain yang masuk ke dalam niat asalnya dan niat itu ditambahkan kepadanya.”


Ditegaskan oleh Al-Maliki, dalam sunah Nabi Muhammad saw ada dalil yang menunjukkan hal itu. Bahkan, banyak dalil yang menganjurkan, mendorong, dan mengajak untuk melakukannya. Dalil paling sahih dalam hal ini adalah shalat istikharah, shalat sunnah tobat, shalat sunnah hajat, dan masih banyak lagi shalat sunnah dengan niat yang berbeda-beda dan untuk berbagai tujuan pribadi, kebutuhan, kepentingan, dan manfaat duniawi.


Secara umum, perintah shalat dua rakaat ketika memiliki suatu hajat telah disampaikan oleh Rasulullah saw:


 مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللهِ حَاجَةٌ، أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ، ثُمَّ لِيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ لِيُثْنِ عَلَى اللهِ


Artinya, “Siapa saja yang memiliki suatu hajat, atau kebutuhan kepada seorang bani Adam, maka wudhulah, dan membaguskan wudhunya, kemudian shalat dua rakaat, lalu memuji Allah”. 


Kesimpulannya, penambahan niat nisfu Sya‘ban pada shalat sunnah setelah berniat ikhlas karena Allah tidak ada masalah. Tidak dianggap bid‘ah. Justru sesuai dengan sunnah.

 
*Keterangan ini diambil dari artikel NU Online berjudul Kontroversi Seputar Kesunnahan Shalat Malam Nisfu Syaban