• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Kamis, 28 Maret 2024

Amaliyah NU

Keutamaan Puasa Enam Hari di Bulan Syawal

Keutamaan Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Keutamaan Puasa Enam Hari di Bulan Syawal. (Foto: Istimewa)
Keutamaan Puasa Enam Hari di Bulan Syawal. (Foto: Istimewa)

Tidak diragukan lagi bahwa dalam syariat Islam, selain puasa wajib di bulan Ramadhan, kaum Muslim pun diperintahkan untuk menjalankan ibadah puasa sunnah selama 6 hari di bulan Syawal. Puasa sunnah ini memiliki banyak keutamaan, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Qudsi, Allah subhanahu wata'ala berfirman:

 

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (قال الله عز وجل: كل عمل ابن آدم له إلا الصيام؛ فإنه لي وأنا أجزي به، والصيام جنّة، وإذا كان يوم صوم أحدكم فلا يرفث، ولا يصخب، فإن سابّه أحد أو قاتله فليقل: إني امرؤ صائم، والذي نفس محمد بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك، للصائم فرحتان يفرحهما: إذا أفطر فرح، وإذا لقي ربه فرح بصومه) رواه  ومسلم

 

 "Setiap amal manusia adalah untuk dirinya kecuali puasa, ia (puasa) adalah untuk-Ku dan Aku memberi ganjaran dengan (amalan puasa itu)." Kemudian, Rasulullah melanjutkan, "Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah dibandingkan wangi minyak kasturi. 

 

Salah satu keutamaan puasa enam hari di bulan Syawal adalah pahalanya yang setara dengan puasa selama satu tahun. Anggapan ini memiliki dalil yang shahih.

 

من صام رمضان ثم أتبعه بست من شوال كان كصيام الدهر" رواه مسلم

 

“Barangsiapa yang telah melaksanakan puasa Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan berpuasa selama 6 (enam) hari pada bulan Syawal, maka dia (mendapatkan pahala) sebagaimana orang yang berpuasa selama satu tahun." 

 

Sebagian orang meragukan hadits berpuasa enam hari di bulan Syawal, akan tetapi keraguan itu terbantahkan oleh bukti-bukti periwayatan hadits. Perhatikan ungkapan Syekh Abdullah bin Abdul al-Bassam berikut.

 

“Hadits berpuasa enam hari di bulan Syawal merupakan hadits yang shahih, hadits ini memiliki periwayatan lain di luar hadits Muslim. Selain hadits Muslim yang meriwayatkan hadits berpuasa enam hari di bulan Syawal antara lain; Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi.” Oleh karena itulah Hadits berpuasa Enam hari di bulan Syawal ini tergolong hadits mutawatir.

 

Hukum berpuasa enam hari di bulan Syawal adalah sunnah yang baru boleh dilaksanakan mulai tanggal dua Syawal. Apabila melaksanakan puasa sunah enam hari ini pada tanggal satu Syawal maka hukumnya tidak sah dan haram. Dalam hadits disebutkan, dari Abu Sa'id al-Khudri, dia berkata:

 

عن عمر بن الخطاب وأبي هريرة وأبي سعيد رضي الله عنهم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن صوم يوم الفطر ويوم الأضحى

 

“Nabi Muhammad Saw., melarang berpuasa pada dua hari raya; Idul Fitri dan Idul Adha.(maksudnya tanggal satu Syawal atau sepuluh bulan Dzulhijjah. 

 

Praktik berpuasa 6 hari di bulan Syawal sama dengan berpuasa di bulan Ramadhan, boleh bersahur dan berhenti sahur saat waktu imsak. Perbedaannya, pada saat melaksanakan puasa 6 hari di bulan Syawal, boleh dilakukan secara berurutan atau berselang hari yang penting masih di bulan Syawal. Namun apabila merujuk pada firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 133, sebaiknya dilaksanakan sesegera mungkin.

 

  وسارعوا إلى مغفرة من ربكم وجنة عرضها السماوات والأرض أعدت للمتقين

 

Allah berfirman, “Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”.

 

Demikian saja sekilas tentang berpuasa enam hari di bulan Syawal. Ingat, tidak ada lagi hari raya selain Idul Fitri dan Idul Adha, jadi pembaca setelah melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal tak usah lagi merayakannya dan mengucapkan selamat hari raya.

 

Guslik An-Namiri, Ketua Umum Forum Silaturrahim Warga Negara Indonesia Riyadh, aktivis NU Arab Saudi

 

Sumber: NU Online

 

Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada 31 Juli 2014, pukul 10.11. Redaksi mengunggahnya ulang dengan sedikit penyuntingan.


Editor:

Amaliyah NU Terbaru