• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Rabu, 17 April 2024

Fiqih

Diskusi tentang Haid, Nifas, dan Istihadloh

Diskusi tentang Haid, Nifas, dan Istihadloh
Ilustrasi perempuan menghitung masa haid. (Foto: Freepik)
Ilustrasi perempuan menghitung masa haid. (Foto: Freepik)

Diskusi tentang hukum haid, nifas dan istikhadloh, merupakan bagian dari bahasan penting dalam kitab-kitab fiqh. Banyak orang yang betul memahami tentang bahasan ini, tidak hanya laki-laki, bahkan perempuan sendiri terkadang belum mengerti hukumnya.

 

Bahasan kita dimulai dengan pembagian darah yang keluar dari farji (vagina) perempuan, yaitu:

 
  1. Darah haid
  2. Darah nifas
  3. Darah istihadloh
 

Haid adalah darah yang keluar dari vagina seorang perempuan, saat usianya sudah  menginjak, yaitu umur lebih 9 tahun dalam hitungan qomariyah. Darah haid keluar dalam keadaan sehat, bukan karena penyakit, dan tidak saat melahirkan.

 

Darah haid berwarna hitam, kemerahan, sakit atau panas saat keluar. Karena itu, dalam kamus Ash-Shihah disebut sebagai “ihtadama damun” artinya darah itu sangat merah sehingga tampak hitam dan dibumbuhi dengan kata “walada’athu an-nar” artinya api itu membakar sesuatu (panas).

 

Masa haid yang paling sedikit adalah kira-kira satu hari satu malam (24 jam), secara terus menerus. Masa yang paling banyak 15 hari 15 malam, apabila lebih dari itu maka dihukumi darah istihadloh. Sedangkan umumnya haid adalah 6 hari atau 7 hari. Masa haid ini sebagaimana hasil riset Imam Syafi’i.

 

Waktu suci yang paling singkat di antar dua haid adalah 15 hari, dan tidak ada batasan untuk waktu suci. Karena terkadang ada seorang wanita yang selama hidupnya tidak mengalami haid.

 

Adapun umumnya waktu suci itu dengan memandang umumnya haid. Apabila haidnya 6 hari, maka sucinya adalah 24 hari. Apabila haidnya 7 hari, maka sucinya adalah 23 hari.

 

Bila seorang perempuan mengeluarkan darah sebelum usia 9 tahun, dalam tempo yang tidak cukup untuk haid dan suci (di bawah 16 hari), maka darah itu dihukumi haid. Apabila kurangnya cukup untuk haid dan suci, maka bukan darah haid.

 

Selanjutnya, nifas adalah darah yang keluar (dari farji seorang wanita) setelah melahirkan. Bukan saat bersamaan dengan anak yang lahir atau sebelumnya. Darah yang keluar saat dan sebelum melahirkan tidak dinamakan darah nifas.

 

Masa nifas paling sedikit adalah sesaat yang dihitung sejak terpisahnya anak dari vagina. Sedangkan masa nifas yang paling lama adalah 60 hari. Adapun umumnya adalah 40 hari. Masa nifas ini juga berdasarkan hasil risetnya Imam Syafi’i.

 

Dan diharamkan sebab haid dan nifas, dalam sebagian naskah menggunakan redaksi , diharamkan atas orang yang haid 8 perkara, yaitu:

 
  1. Sholat. Baik sholat fardlu ataupun sholat sunah, begitu pula sujud tilawah dan sujud syukur.
  2. Puasa. Baik puasa fardlu ataupun puasa sunah.
  3. Membaca Al-Qur’an.
  4. Menyentuh mushaf. Mushaf adalah nama dari kalam Allah yang ditulis diantara dua sampul.
  5. Membawa mushaf. Kecuali dalam kondisi bila ia mengkhawatirkan akan terhinanya mushaf.
  6. Masuk ke dalam masjid. Apabila ia khawatir mengotori masjid (disebabkan menetesnya darah).
  7. Bersetuhuh. Dan disunahkan bagi orang yang menjima’ istrinya yang sedang derasnya mengeluarkan darah haid untuk bersedekah 1 dinar, dan bila pada saat tidak derasnya darah maka disunahkan bersedekah setengah dinar.
  8. Bersetubuh dengan anggota badan antara pusar dan lutut. Tdak diharamkan istimta’ dengan pusar dan lutut, begitu pula tidak diharamkan istimta’ dengan anggota diatas pusar dan di bawah lutut, hal ini mengikuti qoul yang dipilih oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Syarah Muhadzdzab.
 

Diharamkan atas orang yang junub 5 perkara, yaitu:

 

1. Sholat. Baik sholat fardlu atau sholat sunah.

 

2. Membaca Al-qur’an. Maksudnya adalah Al-Qur’an yang tidak dinasakh (disalin) bacaannya, baik itu satu ayat atau satu huruf, dengan cara membaca pelan atau keras. Dan dikecualikan dari perkataan ” membaca Al-Qur’an ” adalah membaca kitab Taurot atau kitab Injil.

 

Adapun dzikir dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an maka hukumnya diperbolehkan, asalkan tidak dengan tujuan membaca Al-Qur’an.

 

3. Menyentuh dan membawa Al-Qur’an. Karena membawa itu lebih utama untuk diharamkan dibanding menyentuh.

 

4. Thowaf. Baik thowaf sunah atau thowaf fardlu.

 

5. Berdiam diri dalam masjid. Kecuali dalam kondisi darurat, maka diperbolehkan). Misalnya orang yang bermimpi keluar mani di dalam masjid, dan ia ada udzur untuk keluar dari dalam masjid karena khawatir akan dirinya atau hartanya.

 

Adapun lewat di dalam masjid dengan tanpa diam di dalamnya itu hukumnya tidak diharamkan, juga tidak dimakruhkan mengikuti qoul ashoh.

 

Berkelilingnya orang junub didalam masjid itu menyamai orang yang berdiam diri dalam masjid (maka hukumnya haram).

 

Diharamkan atas orang yang hadats kecil 3 perkara, yaitu:

 
  1. Sholat
  2. Thowaf
  3. Menyentuh dan membawa mushaf.
 

Begitu pula haram membawa kantong dan kotak yang di dalamnya terdapat mushafnya.

 

Dan halal membawa mushaf yang ada dalam suatu benda, atau dalam suatu tafsir yang tafsirnya lebih banyak dari Al-Qur’annya, atau dalam dinar, dirham dan cincin, yang pada sesuatu tersebut diukir dengan lafadz-lafadz Al-Qur’an.

 

*Penjelasan di atas diambil dari kitab Fathul Qorib Mujib


Editor:

Fiqih Terbaru