Khutbah

Khutbah Jumat: Makna Simbolis di Balik Rangkaian Ibadah Haji

Kamis, 13 Juni 2024 | 11:00 WIB

Khutbah Jumat: Makna Simbolis di Balik Rangkaian Ibadah Haji

Ilustrasi jamaah haji tawaf mengelilingi Ka'bah. (Foto: Freepik)

Khutbah I 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ. وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ


أَمَّا بَعْدُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. اِتَّقُوْ اللهَ، وَاعْمَلُوا الصَّالِحَاتِ وَاجْتَنِبُوا الْمُنْكَرَاتِ وَاذْكُرُوا اللهَ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوْمَتٍ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، قَالَ اللهُ تَعَالَى :فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. 


Pada hari Jumat yang mulia ini, menjelang tanggal 09 Dzulhijjah,  saat jamaah haji dari berbagai penjuru bumi mulai menuju padang Arafah guna melaksanakan wukuf, khatib berpesan kepada diri khatib pribadi, maupun kepada jamaah sekalian. Marilah kita bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan imtitsaalul awaamir, wajtinaabun nawahiih. Menjalankan segala perintah Allah sejauh batas maksimal kemampuan kita. Dan menjauhi segala larangan Allah tanpa terkecuali.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. 


Segala aturan yang telah disyariatkan oleh Allah, pasti mengandung hikmah dan tujuan yang luhur. Allah mustahil memerintahkan sesuatu yang sia-sia. Dari sinilah, kita wajib merenung seraya berpikir, membahas tujuan-tujuan dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam syariat. Dalam hal ini termasuk ibadah Disyariatkannya ibadah haji. Allah berfirman  dalam QS. Ali Imran Ayat 97:


وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ


Artinya, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Ibadah haji, sebagai penyempurna rukun Islam, banyak memiliki hikmah dan rahasia di baliknya. Ibadah haji perlu direnungkan falsafah, hikmah, dan pelajaran di balik rangkaian ibadahnya. Agar mampu diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sekembali dari Tanah Suci, menjadi insan yang fitri, bagai terlahir kembali. Menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.


Rasulullah saw bersabda dalam hadits riwayat Sahabat Abu Hurairah:


مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ. (متفق عليه)


Artinya, "Barang siapa mengerjakan haji, lalu ia tidak berbuat kelalaian dan tidak pula mengerjakan dosa yakni kemaksiatan besar atau yang kecil tetapi berulang kali, maka ia akan kembali dari ibadah hajinya itu sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya yakni tidak ada dosa dalam dirinya sama sekali." (Muttafaq 'Alaihi).


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Hujjatul Islam al-Imam Al-Ghazali menuliskan bab khusus terkait pembahasan Asrorul Hajji, dalam kitabnya IhyaUlumiddin. Ibadah haji ibarat madrasah, guna membentuk pribadi Muslim yang paripurna. Ibadah haji merupakan rangkaian ibadah jasmani dan rohani. 


Syaikh Ahmad Robi’ dari Universitas Al-Azhar Mesir menyatakan bahwa renungan terkait rangkaian ibadah haji, membawa kita dari pemahaman fiqih ibadah, menuju fiqhul fiqh (pemahaman yang lebih mendalam). Serta membawa kita dari sekadar melaksanakan  ibadah mahdhah, menuju pemahaman atas illat/alasan-alasan pensyariatan haji. Rangkaian ibadah haji yang diawali dari ihram, wuquf, mabit di Muzdalifah, melempar jumrah di Mina, tawaf, sa’i  dan tahallul. Kesemuanya memiliki falsafah/makna simbolik bagi mereka yang mampu menangkap maknanya.


Ihram haji merupakan penyucian diri, memakai pakaian ihram dalam keadaan suci. Pakaian yang menunjukkan kepasrahan total kepada Allah swt. Mereka yang berihram berniat kuat meninggalkan segala yang dilarang Allah dalam ibadah haji serta mematuhi segala aturan. Yang apabila dilanggar akan terkena had yang harus dibayar.


Mereka yang beribadah haji, sebelum memakai kain ihram, menyucikan badan dengan air, melakukan upaya pembersihan hati. Mereka menanggalkan kemewahan pakaian dunia, dan hanya memakai pakaian yang serupa kain kafan. Mereka hadapkan diri dan hati mereka, mendekat pada Allah, tanpa membawa sedikitpun atribut duniawi. Mereka tinggalkan harta, anak, jabatan, semata melaksanakan haji, menghadap pada Allah dan meninggalkan segala selain Allah. Inilah makna tajarrud.


Kain ihram yang berwarna putih menandakan bersihnya hati mereka. Jauh dari pengaruh kotornya godaan setan. Pakaian yang tidak berjahit melambangkan mudahnya mereka berlepas diri, terurai dari jeratan dunia yang mengikat mereka. Berperilaku zuhud dan wira’i. Tidak gandrung akan dunia dan menjauhi yang syubhat maupun yang haram. Ihram haji yang hanya bisa dilaksanakan di waktu dan tempat tertentu (Miqot Zamani dan Makani), merupakan simbol akan kepatuhan atas aturan yang telah Allah pilih dan tetapkan. 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Adapun ucapan talbiyah sebagaimana yang diucapkan Rasulullah saw:


  لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ


Melambangkan suara seorang hamba, memenuhi panggilan Allah yang amat diagungkannya. Bagai seorang kekasih yang amat antusias mendatangi yang dikasihinya, yang ingin selalu berdekatan dengan sang kekasih. Lafal talbiyah juga mengandung makna pengakuan atas keesaan Allah. Berlepas diri dari segala selain Allah. Allah lah pemilik segala nikmat yang kita rasakan. Begitu pula segala pujian (al-hamd) dan segala kekuasaan (al-mulk). Pendahuluan lafal al-hamd dibanding an-ni’mah, menunjukkan rasa syukur dari mereka yang berhaji, bahwa mereka termasuk orang yang Allah pilih untuk melaksanakan haji. 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Terkait tawaf dan sa’i, Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 158:


اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ


Artinya, "Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syi‘ar (agama) Allah. Maka barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa‘i antara keduanya. Dan barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui.”


Tawaf hakikatnya bukan sekadar mengelilingi bangunan batu berbentuk kubus, sebagaimana disalahpahami oleh mereka di luar Islam. Setidaknya tawaf memiliki tiga dimensi, yaitu mengelilingi Baitullah, agar mendapat nadlroh/pandangan belas kasih dari Allah. Tawaf juga bermakna berkeliling, berkutat pada orbit syariat. Melaksanakan segala aturan Allah, tidak melanggar, tidak bermaksiat pada Allah dalam segala keadaan. Tawaf juga berarti beredar dalam manhaj/kaidah yang telah Allah gariskan.


Ka’bah diperintahkan oleh Allah guna dibangun dalam bentuk kubus yang tegas. Bukan dibangun melingkar. Hal ini menyiratkan manhaj aturan yang telah Allah tetapkan, memiliki ketegasan. Tidak seperti lingkaran yang tidak memiliki sudut yang tegas. 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Perjalanan mereka yang tawaf, mengelilingi Ka’bah berlawanan arah jarum jam, menjadikan Ka’bah di sisi kiri mereka, juga memiliki makna yaitu agar hati, yang berada di sisi kiri rongga dada manusia, mendekat pada kiblatnya. Hati yang merupakan pusat kosmos manusia didekatkan pada Ka’bah, yang merupakan pusat kosmos agama Islam. Anjuran untuk berjalan cepat pada tiga putaran pertama tawaf, menyiratkan makna berlari menjauh dari dosa. Berlari selalu dikonotasikan menjauh karena takut. Namun dalam kaitannya dengan Allah, berlari malah berarti mendekat dan menuju, seraya berharap. Lalu pada empat putaran terakhir, berjalan lebih pelan, karena hati telah dipenuhi pengharapan atas ampunan Allah. 


Sebagaimana tawaf yang berlawanan jarum jam itu persis seperti beredarnya seluruh benda langit. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh makhluk memiliki tuhan yang sama. Beriringan menyembah Allah swt. Tawaf yang berlawanan arah jarum jam, juga menunjukkan bahwa mereka yang telah usai bertawaf, akan memperbaiki diri, berlawanan dengan diri mereka sebelum melaksanakan tawaf, yang sering melakukan dosa. 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Sa'i melambangkan perjuangan (jihad) mencari sumber kehidupan yang halal, bersih, sehat. Menapaktilasi perjuangan Siti Hajar mencari air demi Nabi Ismail, putranya yang masih bayi. Wuquf di Arafah adalah simbol pertemuan dalam persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah), tanpa sekat-sekat pembeda sekaligus waktu untuk merenung. Apa saja yang telah dilakukan dalam hidup. Mabit di Muzdalifah adalah perlambang berhenti sejenak di rest area, guna persiapan mental menghadapi perjuangan jihad fi sabilillah. Jumrah Aqabah di Mina menjadi simbol jihad menyingkirkan nafsu syahwat yang merusak kehidupan. 


Semoga Allah menakdirkan kita untuk bisa melaksanakan rukun Islam yang ke lima. Serta memahami pelajaran di balik rangkaian ibadahnya. Amin Yaa Robbal Alamiin.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


 اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَر



*Ditulis oleh Akhmad Taqiyuddin Mawardi, Redaktur Pelaksana Keislaman NU Online Jombang, Pengasuh Pesantren An-Nashriyah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.