• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Kamis, 18 April 2024

Daerah

Berjalan kaki Ratusan Kilometer demi Bertemu Habib Luthfi Bin Yahya

Berjalan kaki Ratusan Kilometer demi Bertemu Habib Luthfi Bin Yahya
Abdul Hafid (memegang bendera Ansor), Anggota Banser Kabupaten Sampang yang berjalan kaki untuk menemui Habib Luthfi bin Yahya di Pondok Pesantren Darul Tama Pekalongan (Foto: NU Jombang Online (Husnul Irfan Fauzi)
Abdul Hafid (memegang bendera Ansor), Anggota Banser Kabupaten Sampang yang berjalan kaki untuk menemui Habib Luthfi bin Yahya di Pondok Pesantren Darul Tama Pekalongan (Foto: NU Jombang Online (Husnul Irfan Fauzi)

NU Jombang Online,
Makam Pahlawan Nasional, K.H. ABD. Wahab Chasbullah tampak lengang hari itu, Senin (28/9).  Jarum jam menunjukkan pukul 10 pagi. Hanya terlihat beberapa orang yang datang untuk berziarah. Sementara Abdul Hafid, tampak baru menyelesaikan sarapan paginya. Dengan mengenakan sarung berwarna gelap yang dipadukan dengan jaket jeans biru muda, ia duduk di atas karpet hijau yang terhampar.

Ia baru tiba di komplek pemakaman K.H. ABD. Wahab Chasbullah pukul 2 dini hari namun wajah sumringah dengan senyum itu tak tampak lelah meski sudah menempuh ratusan kilometer dengan berjalan kaki. Abdul Hafid baru berusia 20 tahun saat ini, tapi dia sangat yakin untuk bertemu panutannya, Habib Luthfi bin Yahya di Pondok Pesantren Darul Yatama, Pekalongan, Jawa Tengah dengan kedua kakinya.

Selama 8 bulan terakhir, pemuda yang disapa Hafid ini aktif menjadi anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser). Sebuah badan otonom (Banom) di bawah Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor). Sejak itulah dia banyak belajar tentang Nahdlotul Ulama (NU), tentang keaswajaan dan juga tentang sosok Habib Luthfi bin Yahya yang Karismatik.

“Kalau ngomong soal Banser, sudah pasti panutan kita semua ke Habib Luthfi,” ujar Hafid sembari memilin jaket jeans birunya yang sudah mulai usang. Sementara seragam Banser yang dipakainya berjalan kaki sejak dari rumahnya digantung begitu saja di sudut kamar kosong kompleks makam KH. ABD. Wahab Chasbullah.

Dia berniat akan menggunakan seragam Banser itu hingga nanti di garis finish, yakni Pondok Pesantren Yatama milik Habib Luthfi bin Yahya di Pekalongan. Tekadnya bulat. Dia bahkan hanya berbekal uang hasil pinjaman dari sepupunya sebesar 100 ribu rupiah saat berangkat. Tapi sambil terkekeh dia mengatakan bahwa uang itu kini sudah bertambah banyak.

“Saya berbekal keyakinan. Pokoknya yakin saja. Saya yakin dengan 100 ribu rupiah saya bisa sampai di pondoknya Habib Luthfi. Tapi pertolongan Allah itu ada dimana saja. Sekarang uangnya malah tambah banyak. Banyak yang nolong saya. Ada yang kasih uang, ada yang kasih makan, ada juga yang kasih obat-obatan,” urainya sambil melihat langit-langit kamar.

Sebenarnya, Hafid hampir saja patah arang ketika sudah tiba di kantor Pimpinan Anak Cabang (PAC) GP Ansor Surabaya. Dia disuruh kembali ke Kabupaten Sampang, Pulau Madura untuk meminta surat pengantar dari PAC GP Ansor disana. Tapi ia tak menerima begitu saja saran itu.

Tekad yang sudah bulat tak mungkin patah begitu saja. Sempat dia berkonsultasi dengan PAC GP Ansor Sampang tentang kelanjutan perjalanannya, sampai akhirnya dia memutuskan untuk tetap pergi.

“Saya dari awal itu cuma punya tekad dan keyakinan. Jadi pokoknya kalau yakin pasti ada jalan. Saya nggak tahu nanti disana saya akan ditemui atau tidak sama Habib. Pokoknya saya sudah kesana. Niat saya mau silaturahim. Kalau bisa sih mau nyantri sekalian. Kalau harus balik lagi ke Sampang berarti saya harus mulai dari awal lagi. Saya nggak mau menurunkan tekad yang sudah kuat ini,” sahutnya dengan logat Madura yang kental, sambil tersenyum.

Dia mengaku tidak akan menyesal jika nantinya tidak bisa bertemu dengan Habib Luthfi meski sudah berjalan kaki ratusan kilometer. Hafid ikhlas dan menyadari bahwa tidak sembarang orang bisa bertemu dengan Habib Luthfi bin Yahya.

Jika dihitung-hitung sejak dari Sampang hingga Pekalongan, total perjalanan yang ditempuh lebih dari 600 kilometer dengan berjalan kaki. Jarak dari rumahnya menuju Jembatan Suramadu mencapai 80 kilometer. Setelahnya, ada aturan yang membatasi dia untuk berjalan kaki di sepanjang Jembatan Suramadu, sehingga dia diantar menggunakan kendaraan oleh Sahabat Ansor sampai dengan Surabaya dan kembali berjalan kaki setelahnya.

Setelah itu, dari Surabaya ke Jombang ditempuh dengan jalan kaki sejauh 88,9 kilometer. Perjalanan ini bahkan belum separuh jalan. Untuk sampai ke Pekalongan, dia harus berjalan kaki sejauh 437,4 kilometer. Sungguh perjalanan panjang yang harus ditempuh Hafid demi menunjukkan rasa khidmatnya pada NU sekaligus rasa kagumnya pada Habib Luthfi bin Yahya.

Hafid yang penuh tekad berangkat sejak Kamis (24/9). Di sepanjang Surabaya dan Sidoarjo, dia tidak singgah dimana-mana. Hanya duduk sebentar jika lelah mendera. Tidak banyak barang yang dibawanya. Ia membawa bendera Ansor berukuran kecil yang dikaitkan pada batang kayu, juga tas ransel berwarna hitam yang kedua sisi pegangannya sudah terkelupas dan bagian dalamnya menyembulkan busa putih. Sungguh tak layak membawa barang berat sebenarnya, tapi Hafid mengacuhkannya. Semangatnya lebih besar dari semua hal.  (Nur Fitriana

 


Editor:

Daerah Terbaru