• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Minggu, 28 April 2024

Fiqih

Macam-macam Puasa yang Hukumnya Makruh

Macam-macam Puasa yang Hukumnya Makruh
Ilustrasi. (Foto: NU Online)
Ilustrasi. (Foto: NU Online)

Puasa Ramadhan dan puasa nazar hukumnya wajib. Namun ada juga hukum puasa yang makruh. Bahkan, ada pula puasa yang hukumnya haram. Puasa yang dihukumi makruh dapat disebabkan oleh waktu pelaksanaannya dan kondisi orang yang melaksanakannya.  

 

Hukum puasa dengan melihat kondisi orang melaksanakan yang wajib bisa berubah menjadi makruh. Apabila puasa Ramadhan tetap dilakukan oleh orang yang sedang sakit atau hamil, hal itu akan membahayakan untuk ibu dan janinnya. 

 

Syekh Abu Al-Hasan bin Muhamili dalam Kitab Al-Lubab menerangkan ada 10 puasa yang hukumnya makruh, sebagai berikut: 

وأما المكروه من الصوم فعشرة صوم المريض، والمسافر، والحامل، والمرضع، والشيخ الفاني إذا خافوا المشقّة الشديدة، وصوم يوم الشّك، والنصف الأخير من شعبان إلا لمن صام الشهر كلّه أو كانت له عادة، وصوم يوم عرفة للحاج، وأن يتطوّع بالصوم وعليه صوم ر مضان، وصوم يوم الجمعة منفردا

 

Artinya, “Adapun puasa yang dimakruhkan ada sepuluh, yaitu (1) puasa orang sakit, (2) puasa orang yang sedang bepergian jauh, (3) puasa perempuan hamil, (4) puasa perempuan yang sedang menyusui, (5) puasa orang yang sudah sangat renta dan khawatir ada bahaya yang cukup berat, (6) puasa pada hari syakk atau diragukan dan puasa pada separuh terakhir bulan Sya’ban kecuali bagi orang yang berpuasa dalam semua bulan tersebut atau sudah terbiasa puasa sebelumnya, (7) puasa pada hari Arafah bagi orang yang menunaikan ibadah haji, (9) puasa sunah bagi orang yang masih memiliki kewajiban qadha puasa Ramadhan, (10) puasa hari Jumat secara terpisah.” (Abu Al-Hasan bin Al-Muhamili, al-Lubab fil Fiqhi asy-Syafi’i, [Madinah: Darul Bukhari], 1416 H, jilid 1, halaman 190).  

 

Dari pemaparan di atas penyebab puasa yang makruh dikarenakan orang yang melakukannya dan waktu pelaksanaannya. Dilihat dari kondisi orang yang melaksanakannya puasa orang sakit, orang yang berpergian, puasa perempuan hamil dan menyusui, serta puasa orang yang sudah renta hukum awalnya wajib seperti puasa Ramadhan dan puasa sunnah maka hukumnya makruh. Jika tetap dilaksanakan akan membahayakan dan memperberat kondisi mereka. 

 

Kalangan madzab Syafi’i makruh hukumnya puasa di hari syakk (keraguan) adalah satu atau dua hari sebelum Ramadhan dan puasa pada separuh kedua bulan Sya’ban. Rasulullah saw bersabda:  

  

لا يتقدَّمنَّ أحدُكم رمضانَ بصوم يوم أو يومين إلا أن يكون رجل كان يصوم صومَه، فليصم ذلك اليوم

 

Artinya, “Janganlah salah seorang kalian mendahului Ramadhan dengan satu atau dua hari kecuali seorang yang biasa menunaikan puasnya. Maka berpuasalah pada hari itu,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).  

 

Keterangan puasa yang hukumnya makruh di hari Jumat berdasarkan pada sabda Rasulullah saw yang berbunyi, “Janganlah kalian mengkhususkan ibadah malam hanya malam Jumat atau berpuasa hanya hari Jumat, kecuali puasa yang biasa kalian jalankan.”

 

Begitu juga dengan mengkhususkan puasa hanya di hari Sabtu atau Minggu karena hari tersebut diagungkan oleh umat Nasrani dan Yahudi. 

 

Ketika hendak melaksanakan puasa di hari Jumat, Sabtu, atau Minggu harus diikuti dengan hari sebelum atau sesudahnya, tujuannya agar tidak menyerupai umat lain. 

 

Selanjutnya, puasa yang hukumnya makruh adalah puasa sunnah, tetapi ada tanggungan mengqadha puasa wajib. Seharusnya melaksanakan qadha puasa wajib terlebih dahulu setelah itu puasa sunnah. 

 

Puasa wishal artinya puasa satu hari bersambung dengan puasa hari berikutnya tanpa berbuka. Puasa tersebut hukumnya makruh dalam kalangan Syafi’i. Dari sebagian ulama yang lain mengharamkan puasa wishal, karena puasa tersebut termasuk dalam kekhususuan Nabi saw. (Hasyiyatai Qalyubi wa Umairah, jilid II, halaman 78).

 

Puasa dahri artinya puasa sepanjang masa. Puasa ini tidak makruh selama berbuka pada hari-hari yang terlarang dan tidak khawatir ada bahaya. Dan sebaliknya, apabila khawatir ada bahaya atau membuat puasa fardhu melemah, maka puasa dahri hukumnya makruh. (Hiyatul Ulama fi Ma’rifati Madzahibil Fuqaha, jilid II, halaman 176). Wallahu a’lam

 
*Artikel ini bersumber dari tulisan Fiqih Puasa: 10 Macam Puasa yang Dimakruhkan 


Fiqih Terbaru