• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Senin, 29 April 2024

Daerah

Gus Muwafiq Jelaskan Makna Tersirat dalam Doa Makan

Gus Muwafiq Jelaskan Makna Tersirat dalam Doa Makan
Gus Muwafiq dalam acara Pecah Rekor Muri Sego Kikil dan Tumpeng Ikan Terbesar di Alun-alun Kabupaten Jombang, Sabtu (23/09/2023). (Foto: Jombangkab TV)
Gus Muwafiq dalam acara Pecah Rekor Muri Sego Kikil dan Tumpeng Ikan Terbesar di Alun-alun Kabupaten Jombang, Sabtu (23/09/2023). (Foto: Jombangkab TV)

NU Online Jombang,

KH Ahmad Muwafiq atau Gus Muwafiq menjelaskan makna yang terkandung di dalam doa menjelang makan. Hal ini ia sampaikan dalam acara Pecah Rekor Muri Sego Kikil dan Tumpeng Ikan Terbesar di Alun-alun Kabupaten Jombang, Sabtu (23/09/2023). 

 

Gus Muwafiq mengatakan, pilihan makan bersama adalah pilihan paling syar'i dan sebagai ungkapan syukur kepada Allah. Karena makan bersama itu tercermin dari doa, doanya orang makan itu barokah karena baarik bermakna barokah. 

 

"Orang pesantren pasti tahu kenapa menyebut baarik lana. Kok tidak baarik lii? Tidak berkahilah saya tapi berkahilah kami? Padahal makan itu kalau ambil, ambil sendiri. Cuci piring sendiri. Tapi kenapa doanya kok kami?," katanya. 

 

Hal ini disebabkan karena pengakuan bahwa makanan itu tidak berdiri sendiri. Kalimat baarik lana itu akan teringat bahwa makanan merupakan hasil rangkaian kehidupan banyak kegiatan manusia yang dijadikan satu, yaitu kembali minta keberkahan kepada Allah. 

 

"Oleh karena itu doanya baarik lana, jangan makan sendiri. Ke warung sendiri jangan, kami itu maksudnya banyak yang terlibat. Dari proses menumbuhkan makanan, itu yang terlibat banyak sekali manusia. Yang menanam kita tidak mengerti di mana. Hari ini makan kikil kita tidak ngerti, itu kikil dari mana?," ujar Gus Muwafiq. 

 

Gus Muwafiq memberi contoh, misalnya kikil. Kita tidak pernah tahu siapa yang memotong kemudian siapa yang memproduksi beras dan bumbu. 

 

Ini menggambarkan betapa makanan itu adalah hasil jerih payah semua orang mengharap kebaikan hidupnya. Yang menanam kunyit berharap hidupnya baik dari kunyit. Yang bikin garam berharap baik hidupnya dari garam. 

 

"Seluruh makanan itu cita-citanya baik. Orang pelihara sapi, cita-citanya baik. Jadi makanan adalah kumpulan cita-cita kebaikan yang kita tidak bisa menghitung. Dan kita tidak pernah tahu orangnya di mana? Namanya siapa?," ungkapnya. 

 

Ia melanjutkan, ketika terlibat dalam urusan makanan, semua punya cita-cita jadi yang terbaik. Tapi tidak ada satu orang pun yang bisa bikin makanan secara utuh. Ternyata memang dibikin semua orang. Pada akhirnya, makanan itu menggambarkan kebersamaan.

 

"Makanya kita berdoa kepada Allah Allahumma baarik lana," pungkas pria yang juga alumni Pesantren Tambakberas dan Tebuireng Jombang ini.


Editor:

Daerah Terbaru