• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Senin, 6 Mei 2024

Daerah

Bukan Klenik, Ini Cerita Asal-usul Adanya Tradisi Bubur Suro

Bukan Klenik, Ini Cerita Asal-usul Adanya Tradisi Bubur Suro
Bubur Suro. (Foto: Shutterstock/Maharani Afifah)
Bubur Suro. (Foto: Shutterstock/Maharani Afifah)

NU Online Jombang,

Ada banyak tradisi yang dilakukan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa dalam memperingati Tahun Baru Islam. Salah satunya ialah membuat kuliner berupa bubur suro. Sudah turun-temurun tradisi ini biasanya dibuat pada malam 1 Muharram, ada juga yang membuatnya pada 10 Muharram. 

 

Pembahasan ini tersurat dalam kitab Nihayatuz Zain fi Irsyadi al-Mubtadi'in karya Syekh Nawawi al Bantani pada halaman 156 yang dijelaskan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Tambakberas Jombang, KH Idris Jamaluddin Ahmad. 

 

Gus Idris, sapaan akrabnya menjelaskan hal ini pada acara Peringatan 10 Muharram Desa Sambongdukuh Jombang di Musholla Al Fatah pada Kamis (27/07/2023), bahwa tradisi membuat bubur suro adalah untuk memperingati mendaratnya kapal Nabi Nuh. 

 

Nabi Nuh dan umatnya diberi bencana oleh Allah berupa banjir bandang. Kapal Nabi Nuh terapung di atas air selama 150 hari. Kemudian mendarat di Bukit Judi tepat pada tanggal 10 Muharram atau hari Asyuro. 

 

"Begitu mendarat, Nabi Nuh berkata kepada umatnya yang ada di kapal. Disampaikan untuk mengumpulkan sisa-sisa makanan," kata Gus Idris. 

 

Ia melanjutkan, di dalam kapal itu ada yang membawa beras, ada yang membawa gandum, ada yang membawa jagung, ada yang membawa biji-bijian. Itu merupakan sisa-sisa perjalanan selama 150 hari yang dikonsumsi di kapal.

 

"Lalu Nabi Nuh berkata, sekarang dimasak semuanya, soalnya semua sekarang sudah diberi keselamatan oleh Allah swt berupa pertolongan bisa mendarat dengan selamat," ujarnya. 

 

Sisa-sisa makanan itu tadi kemudian dikumpulkan dan dimasak menjadi satu menjadi bubur. Sebab itulah kemudian saat ini dikenal yang namanya bubur suro. 

 

"Inilah ceritanya, bukan klenik. Jadi begitu mendarat, supaya cukup, sisa makanan dijadikan satu diaduk, dicampur terus dibagikan kepada orang yang tersisa di dunia saat itu. Lalu akhirnya untuk mengenangnya, diadakanlah tradisi bubur suro itu dari Nabi Nuh as," pungkasnya. 


Editor:

Daerah Terbaru