Fragmen

Mengenang Almarhum Cak Taufik Jabo, Sang Banser Tak Kenal Mager

Jumat, 15 Agustus 2025 | 13:00 WIB

Mengenang Almarhum Cak Taufik Jabo, Sang Banser Tak Kenal Mager

Almarhum Muhammad Taufik atau Cak Taufik salah satu kader Banser di Jombang. (Foto: Istimewa)

Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, telah meninggal dunia sahabat kita Cak Muhammad Taufik (Taufik Banser) Dusun Kuncung Banyuarang pkl 13.00 wib, jenazah dimakamkan sore ini, sekarang sdh perjalanan dari RSU Jombang. Semoga amal ibadahnya diterima, segala dosa diampuni. Amiin.


Itu adalah bunyi pesan berantai di salah satu group WA alumni Aliyah Salafiyah Syafi’iyah Seblak Diwek, Jombang. Tepat pukul 14.35 WIB Kamis (14/8/2025) siang kemarin.


Seolah tidak percaya. Namun setelah konfirmasi kepada salah satu kolega yang tinggal satu dusun dengan almarhum, penulis meyakini kebenaran berita itu.

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Setelah selesai mengajar, penulis kebetulan diajak Solikhul Huda, rekan almarhum saat menimba ilmu di Aliyah Seblak. Di rumah duka, ternyata bersamaan dengan kehadiran KH Fahmi Amrullah Hadzik (Pengasuh Pesantren Tebuireng Putri dan Ketua PCNU Jombang) juga bertakziyah. Menyusul kemudian datang KH Nurul Fuad (Wakil Ketua PCNU Jombang) bersama rombongan. 


Berdasar penuturan putra pertama almarhum, diketahui bahwa Cak Taufik terakhir dirawat di RSU Jombang. Sebelumnya sudah dirawat selama lima hari di RS Hasyim Asy’ari Tebuireng. Diagnosis dokter menyebut penyakit jantung yang diderita almarhum beberapa tahun terakhir ini.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Anti Mager

Penulis secara pribadi makin akrab dengan almarhum setelah sama-sama berkeluarga. Saat menimba ilmu di Aliyah Seblak, sosok almarhum sudah lulus tahun 1996. Saat itu, penulis baru masuk di kelas pertama.


Sosok dan kiprah almarhum sering penulis mendengar dari rekan-rekan sekelasnya. Bahkan itu disampaikan saat sama-sama ngopi bareng di sekitaran Pesantren Tebuireng. 

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Pernah suatu ketika beberapa rekan almarhum mengajak penulis menghadiri pengajian umum KH A Musthofa Bisri Rembang (Mustasyar PBNU) di Desa Kepuhkajang, Kecamatan Perak, Jombang. Kebetulan saat itu Rais PCNU Kota Samarinda hendak ikut sowan Gus Mus.


Tidak diduga almarhum saat itu menyempatkan ikut. Setelah rombongan berangkat dari rumah penulis dengan menaiki satu mobil, langsung menuju lokasi acara. Ternyata ketika itu Gus Fahmi sudah berada di lokasi pengajian.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Dengan gaya khas Banser, saya lihat Cak Taufik turun mobil. Lalu berkomunikasi sebentar kepada para anggota Banser yang mengamankan lokasi. Tidak disangka, kami diarahkan kepada jalan khusus yang harus dilalui. Jadilah mobil kami yang Panther jadul dikawal beberapa anggota Banser dengan berlari-lari kecil.


Setelah Cak Taufik masuk kembali ke mobil, dia berkelakar. Bahwa anggota Banser yang mengamankan jalan tadi diberitahu, bahwa di dalam mobil ada Rais PCNU Kota Samarinda. Jauh-jauh dari Kalimantan Timur, beliau sudah janjian dengan Gus Fahmi hendak sowan ke Gus Mus. Satu isi mobil pun tertawa terbahak-bahak.


Kisah kesederhanaan dan ketekunan Cak Taufik dalam menuntut ilmu banyak dituturkan Dr KH Moh Mahrus, dekan FEBI UIN Samarinda. Dia adalah teman satu kelas almarhum saat menimba ilmu di Aliyah Seblak. 

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Sosok Taufik digambarkan sebagai pribadi yang ulet, pantang menyerah, tangguh, istiqamah dan nriman. Saat belajar menimba ilmu, Taufik menurutnya adalah orang yang rendah hati dan bisa menempatkan diri, di samping suka menolong.


Terkait menyambung silaturahim, Taufik diakui sebagai tipe orang yang terus menyambungnya hingga ke anak-anak. Baik kepada teman-teman maupun ke para gurunya. 


Mahrus masih ingat betul beberapa pekan setelah menikah, dirinya dan sang istri menemui Taufik di Pesantren Tebuireng. Saat pulang, Taufik memberikan sepasang hewan kelinci kecil (Jawa: marmut). Hewan itulah yang terus dipelihara hingga berkembang biak menghasilkan banyak keturunan.


Hal senada disampaikan Solikhul Huda, rekan almarhum yang sekarang menjadi guru agama Islam di SMPN 1 Jombang. Menurutnya, Taufik adalah teman yang tidak mengenal lelah dalam menimba ilmu. Meski sering belum sarapan, Taufik membawa nasi dibungkus plastik dan dimakan bareng-bareng temannya. Sejak duduk di bangku Aliyah, diakui Taufik sudah bekerja untuk membiayai sekolah dan kuliahnya. 


Hal itu terbawa hingga sudah berkeluarga. Bahkan beberapa saat sebelum meninggal dunia. Huda mengingat betul, apapun akan dikerjakan oleh Taufik sebagai tanggung jawab kepala keluarga, termasuk menjadi tukang pijat. Baik mencari pekerjaan ke Jakarta, Yogyakarta maupun ke Surabaya. 


Saat Huda pulang dari Batam dan mendarat di Bandara Juanda lalu transit ke Terminal Bungurasih Surabaya, Taufik justru menyapanya terlebih dulu. Saat itu, diakui Taufik sedang menjadi kuli panggul barang di terminal tersebut. Hal itu membuat Huda sekeluarga trenyuh dan terus berkomunikasi hingga sekarang.


Nama Taufik Jabo disematkan untuk membedakan dengan Taufik Sofyan. Keduanya adalah teman satu kelas di Aliyah Seblak. Istilah Jabo adalah singkatan dari jasa boga, unit di Pesantren Tebuireng yang menyediakan makanan bagi para santri. Jabo adalah tempat Taufik mengabdikan diri sejak masih sekolah. Sedangkan Taufik Sofyan sekarang menjadi rektor perguruan tinggi swasta di Jakarta, setelah menamatkan program doktor di UIN Syarif Hidayatullah. 


Sang Banser

Kiprah sosok almarhum Taufik dalam pengabdian ke organisasi NU dikisahkan Abdur Rokhim, rekan almarhum di Banser Satkoryon Ngoro Jombang. Ketua Ranting NU Desa Sidowarek ini mengenang Taufik sebagai pribadi yang mudah bergaul (Jawa: grapyak). 


Tidak heran jika banyak jamaah dari badan otonom yang mengenal almarhum. Terutama dari emak-emak anggota Muslimat dan Fatayat. Hampir semua anggota GP Ansor dan Banser di Kecamatan Ngoro mengenal almarhum. 


Ini dikarenakan sosok Taufik tidak lelah jika sudah ditugaskan melakukan pengamanan dari kegiatan-kegiatan NU. Bahkan hingga larut malam hari dan jauh dari rumahnya.


Abdur Rokhim mengenang sosok Taufik juga sebagai pekerja keras. Di sela tugas sebagai anggota Banser, tidak segan-segan Taufik masih menawarkan barang dagangannya yang berupa jus buah.


Sosok Taufik, lanjutnya, juga dikenal di kalangan aktivis lembaga di MWCNU Ngoro. Ini tidak lepas dari kiprahnya yang menjadi petugas LAZISNU mengambil kaleng koin. Wilayah kerjanya tersebar di beberapa ranting NU.


Hasil dari itu langsung dilaporkan ke pengurus LAZISNU di MWCNU Ngoro. Laporan yang diberikan juga detail. Secara administrasi, laporan yang diberikan terdokumentasi dengan baik. Bisa dikatakan menjadi teladan bagi pengurus LAZISNU di level ranting.


Sebagai pendidik,. Taufik dikenal juga sebagai salah satu pembimbing Madrasah Diniyah di SDN Turipinggir, Kecamatan Gudo Jombang. Ini tentu tidak jauh dari tanggung jawab akademisnya sebagai sarjana dari jurusan PAI di fakultas tarbiyah IKAHA (sekarang Unhasy) Tebuireng. 

 

Keinginan untuk menyebarkan ilmu yang sudah diperolehnya sering diutarakan kepada para temannya. Lama almarhum untuk menimba ilmu di pesantren, madrasah dan bangku kuliah menjadi “modal” mewujudkan niat tersebut. Namun hingga meninggal dunia, keinginan itu baru terwujud di salah satu SDN.


Ya, Cak Taufik Jabo tidak hanya dikenal sebagai sosok Banser yang tidak mengenal istilah mager (malas gerak). Dia sosok amanah dalam menjalankan tugas ke-NU-an, ahli silaturahim dan suka menolong kepada sesama. Almarhum sudah mengajarkan banyak nilai solidaritas kepada sesama di tengah hiruk pikuk manusia modern yang serba individualistik. 


Sugeng tindak Cak Taufik… 



 

*Ditulis oleh Mukani, Alumni Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah Seblak dan A’wan Pengurus Ranting NU Kayangan, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND