Nasional

Pakar Linguistik Nilai Bendera One Piece sebagai Suara Warga Sampaikan Pikirannya Lewat Bahasa Visual

Selasa, 5 Agustus 2025 | 17:50 WIB

Pakar Linguistik Nilai Bendera One Piece sebagai Suara Warga Sampaikan Pikirannya Lewat Bahasa Visual

Ilustrasi bendera One Piece yang berkibar di bawah bendera merah putih. (Foto: Canva/NU Online Jombang)

NU Online Jombang,
Memasuki bulan kemerdekaan Indonesia, umumnya warga berbondong-bondong memasang bendera merah putih di depan rumah dan tepi jalan. Namun tahun ini mereka juga mengibarkan bendera One Piece di bawah atau bahkan di sebelah bendera merah putih.


Pakar Linguistik Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Fariz Alnizar mengomentari maraknya pemasangan bendera One Piece ini menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-80 RI.


"One Piece dipilih kemungkinan karena dianggap merepresentasikan keberanian, kebebasan, dan juga kebersamaan. Dalam konteks normal, logo ini hanyalah identitas sebuah karya hiburan," katanya dilansir NU Online.


Fariz menilai, fenomena ini disebabkan lantaran masyarakat membutuhkan bahasa visual dalam menyampaikan masukannya untuk negara.


"Tetapi saat muncul di momen peringatan kemerdekaan dan ditengarai untuk menyaingi simbol resmi, ia menjadi penanda bahwa warga sedang mencari bahasa visual lain untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya," jelasnya.


Tak sampai di situ, Faris juga mengomentari video viral saat seorang pengguna jalan tengah memasang bendera One Piece dan menuai dukungan dari pengendara lain.


Menurutnya, kemungkinan lain dari pemasangan bendera One Piece ialah karena banyak anggapan bahwa bendera Merah Putih terlalu suci di tengah situasi negara yang kurang baik.


Baginya, video tersebut merupakan bagian dari ajakan untuk merefleksi soal nilai-nilai kemerdekaan di momen Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-80 RI.


"Apakah nilai-nilai kemerdekaan sudah benar-benar kita jalankan? Fenomena ini menunjukkan proses kreatif warga dalam membentuk makna baru, yang bisa dibaca sebagai sinyal bahwa simbol negara harus terus dirawat relevansinya di mata publik, agar tidak tergeser oleh simbol alternatif dari budaya populer," simpulnya.