Gus Fahmi Jelaskan Kiprah Mbah Hasyim Asy’ari di Malaysia
Jumat, 30 Agustus 2019 | 16:30 WIB
KUALA LUMPUR, NU Jombang Online,
Kepala Pondok Pesantren Tebuireng Putri KH Fahmi Amrullah Hadzik alias Gus Fahmi menjelaskan sejarah perjuangan Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH M Hasyim Asy'ari untuk agama dan negara di Forum Kemerdekaan (Sempena Bulan Kemerdekaan Malaysia dan Indonesia).
Acara tersebut dilaksanakan di International Institute of Advanced Islamic Studies (IAIS), Kuala Lumpur, Malaysia. Gus Fahmi diundang sebagai pembicara sebagai perwakilan dari keluarga KH M Hasyim Asy'ari. Acara ini diselenggarakan untuk memperingati jasa besar Syaikhul Islam Tuan Guru Haji Abdullah Fahim dan Hadratussyaikh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari.
Cucu Hadratusyaikh KH M Hasyim Asy'ari ini memulai penjelasannya dengan membacakan riwayat pendidian Kiai Hasyim, dilanjutkan pada kisah perjuangan Kiai Hasyim dalam mendirikan pesantren, Nahdlatul Ulama dan meraih kemerdekaan Indonesia.
“HadratussyaikhHasyim Asy’ari memang tidak ikut bertempur di medan laga. Tetapi peran beliau dalam perjuangan amatlah besar,” katanya, Selasa (27/8).
Lanjutnya, Kiai Hasyim memiliki jiwa kesatria yang tidak gila jabatan dan pengakuan dari pihak lawan maupun kawan. Walaupun saat itu Kiai Hasyim memiliki pengaruh begitu besar. Dikarenakan mayoritas ulama besar saat itu pernah belajar di Pesantren Tebuireng yang diasuh oleh KH Hasyim Asy'ari.
"Bahwa pada masa penjajahan Belanda, Mbah Hasyim menolak dianugerahi bintang kehormatan oleh pemerintah Belanda," tambah Gus Fahmi.
Selain itu, menurut Gus Fahmi, Kiai Hasyim juga memiliki karakter yang kuat. Ia akan membela dengan sekuat tenaga kebenaran yang diyakininya. Bahkan harus menanggung berbagai resiko. Seperti di penjara dan disiksa oleh pihak lain.
"Pada masa penjajahan Jepang, Mbah Hasyim mengeluarkan fatwa haram bagi bangsa Indonesia untuk melakukan Seikerei (penghormatan kepada dewa matahari dengan cara membungkukkan badan mengarah pada matahari terbit)," tambahnya.
Di masa penjajahan, Kiai Hasyim juga sempat mengeluarkan resolusi jihad. Saat itu, ia mengumpulkan para ulama di Surabaya dan pada tanggal 21-22 Oktober 1945. Efek dari resolusi ini yaitu adanya pertempuran 10 November di Surabaya. Kemudian hari ini diperingati sebagai hari pahlawan di Indonesia.
“Agama dan Nasionalisme adalah dua kutub yang tidak bersebrangan. Nasionalisme adalah bagian dari agama dan keduanya saling menguatkan,” tandasnya.
Acara ini juga dihadiri sejumlah tokoh Malaysia, mereka diundang sebagai narasumber dalam acara tersebut. Diantaranya adalah Prof Dato’ Dr Mohammad Yusof Othman, Prof Dato’ Dr Ahmad Murad Merican, dan Dr KH Muhammad Hasan. (Syarif Abdurrahman/Syamsul Arifin)
Terpopuler
1
Latih Jiwa Kewirausahaan Siswa, RA-MI Gondekan, Jombang Gelar Bazar Tahunan
2
Pengajian Rutin Muslimat NU Diwek: Thalabul Ilmi dan Gerakkan Ekonomi Keluarga
3
Beberapa Doa agar Resepsi Pernikahan Berjalan Lancar
4
Ibnu Atoillah, Kaligrafer Muda Jombang Yang Berhasil Masuk Nominasi IRCICA Turki 2025
5
Sepak Terjang Farida Mawardi, Memimpin Organisasi Pelajar Putri NU di Masa Sulit (Periode 1963-1966)
6
Pra-Bahtsul Masail: LF PBNU Susun Standar Penerimaan Laporan Rukyat
Terkini
Lihat Semua