Khutbah

Khutbah Jumat: Kemuliaan dan Keberuntungan Orang yang Sabar Menerima Segala Ujian

Kamis, 22 Mei 2025 | 07:00 WIB

Khutbah Jumat: Kemuliaan dan Keberuntungan Orang yang Sabar Menerima Segala Ujian

Ilustrasi orang giat beribadah meski sedang ditimpa ujian. (Foto: Freepik)

Khutbah I

الحمد لله, الحمد لله الذى شرع علينا الجهاد, وحرم علينا الفساد, وأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شهادَةَ أدخرها ليوم المعاد, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الداعى بقوله وفعله إلى الرشاد. اللهمّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدِ وعَلى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ فى انحاء البلاد


اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ


Hadirin jamaah shalat Jumat rahimakumullah.


Marilah dalam kesempatan ini kita bersama meningkatkan ketakwaan sehingga kualitas hidup ini makin membaik. Sesungguhnya ketakwaan itu menjadi ukuran kesuksesan hidup ini. Dan hendaklah kita semua tetap berpegang kepada norma-norma syariat yang diajarkan Rasulullah saw. Sebagaimana beliau ajarkan pula cara bersabar menghadapi kehidupan ini.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Ada satu hadits pendek yang bisa menjadi pegangan dalam menjalani hidup ini, yaitu:


اِذَا اَحَبَّ اللهُ عَبْدًا اِبْتَلَاهُ, فَاِنْ صَبَرَ اجْتَبَاهُ وَانْ رَضِيَ اصْطَفَاهُ


Artinya, "Jika Allah swt mencintai seseorang maka Ia akan mengujinya. Kalau orang itu sabar, maka Allah swt akan menjadikannya orang mulia (mujtaba). Dan jika ia ridha (rela) maka Allah swt akan menjadikannya sebagai orang pilihan yang istimewa (musthafa)." 


Barangkali hampir semua umat Muslim di dunia ini selalu dalam ujian-Nya. Ada yang diuji dengan kegemerlapan dan kekayaan harta, ada yang diuji dengan kekurangan uang. Ada yang dicoba dengan jabatan. Ada pula yang diuji dengan kondisi keluarga. Dan masih banyak lagi ujian-ujian lainnya. Beragam ujian tersebut sebenarnya adalah bentuk cinta Allah swt kepada kita. 


Namun demikian, jarang dari kita yang sadar bahwa segala fenomena di sekitar kita pada hakikatnya adalah cobaan yang berfungsi sebagai ujian kehidupan. Bagaimanakah seseorang menyelesaikan ujiannya? Sebagian dari kita terkadang melenggang menyelesaikan ujian dengan caranya sendiri. Dan sebagian yang lain menyelesaikan ujian sesuai dengan petunjuk dan aturan syariat. Dan ada lagi yang malah menikmati ujian itu dengan membiarkannya tanpa ada usaha penyelesaian.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Hadits yang disebutkan di atas dengan jelas mengategorikan dua kelompok yang berbeda dalam penyelesaian ujian dan cobaan. Satu kelompok menghadapi cobaan itu dengan kesabaran dan satu kelompok menghadapinya dengan kerelaan. Mereka yang mampu menghadapi dengan kesabaran itulah para mujtaba dan mereka yang menghadapi dengan kerelaan itulah musthafa.


Secara teoritis istilah musthafa hanya layak disandang oleh Rasulullah saw. Dialah nurul musthafa, cahaya pilihan, dialah habibil musthafa, sayyidil musthafa, nabiyyil musthafa. Hanya Rasulullah saw lah al-musthafa. Manusia sempurna yang rela di lempar kotoran unta oleh kaumnya sendiri padahal dia memiliki pilihan untuk membalasnya sebagaimana ditawarkan oleh Jibril. Dialah nabi kita Muhammad saw yang rela menggembala kambing padahal dia adalah manusia paling berwibawa. Dialah manusia yang rela diusir dari tanah airnya sendiri dalam hijrahnya menuju Madinah. Dialah yang rela menahan tentara untuk tidak menyerang Makkah dan memilih perjanjian Hudzibiyyah. Sungguh al-musthafa memang hanya layak disandang olehnya. Kemampuannya menanggung pengorbanan dan penghinaan padahal di satu sisi telah tersedia untuknya kemampuan melakukan perlawanan.


Jamaah shalat Jumat yang berbahagia.


Jika al-musthafa hanya layak untuk junjungan kita, Rasulullah saw maka sebagai umatnya tidaklah berlebihan jika kita ingin meneladaninya dengan berusaha menjadi al-mu’min al-mujtaba. Al-mujtaba sebagaimana dalam konteks hadits di atas adalah orang yang sabar dalam menghadapi ujian kehidupan.


Sabar memiliki banyak rujukan kalimat dan makna. Seorang sufi mendefinisikan Sabar sebagai sebuah ketahanan diri menghadapi keadaan tanpa merasa gusar, tidak mengeluh apalagi bercerita kepada sesama. Baik keadaan itu senang ataupun susah. Al-Junaid al-baghdadi berkata dalam Risalah Qusyairiyah sabar adalah meneguk kepahitan tanpa wajah cemberut “ تجرع المرارة بغير تعبيس”. Sementara Abu Usman berpendapat bahwa sabar adalah menjalani cobaan dengan sikap yang sama dengan menjalani kenikmatan.


Demikian, karena pada hakikatnya cobaan itu tidak hanya berbentuk kesulitan, namun kesenangan dan kebahagiaan juga sebuah ujian, kemasyhuran dan kehinaan juga cobaan.


Karena itu Ibnu Abbas berkata sebagaimana dikutip oleh Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin bahwa sabar menurut Al-Qur'an hanya ada tiga macam. Pertama, sabar kepada kewajiban-kewajiban Allah. Kedua, sabar menghindar dari larangan Allah swt. Ketiga, sabar terhadap musibah Allah swt. Dan kesabaran ketiga inilah yang memiliki derajat paling luhur. Dari ketiga bentuk ini Imam al-Qusyairi dalam kitabnya menyebutkan bahwa sabar ada dua macam, yaitu sabar terhadap sesuatu yang sedang diupayakan dan sabar terhadap sesuatu yang ada tanpa diupayakan.


Sabar terhadap sesuatu yang diupayakan adalah sabar dalam meniti syariat yang diperintahkan Allah swt dan menghindarkan diri dari larangan-Nya. Di antara sabar dalam konteks ini adalah selalu menekuni fardhu yang lima pada setiap awal waktu. Bersabar menjalankan shalat sunnah dhuha, meskipun kondisi ekonomi belum menandakan perubahan. Tetap istikamah shalat berjamaah. Ataupun juga berusaha menolak ajakan rekan untuk mencari kesenangan. Berusaha menghindarkan diri dari berjumpa kemaksiatan dan juga memilih hidup tetap sederhana daripada berfoya-foya.


Mengenai hal ini kisah kesabaran Nabi Ibrahim dalam menyembelih anaknya merupakan tamsil yang sesuai. Bagaimana Nabi Ibrahim sabar menaati perintah Allah, dan Nabi Ismail sabar menghadapi hal yang tidak diinginkannya.


Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."


Sementara sabar terhadap apa yang tidak diupayakan adalah mengondisikan diri tetap segar, bugar dan berseri menghadapi segala yang telah ditentukan oleh Allah swt.


Jamaah shalat Jumat yang berbahagia. 


Semoga kita menjadi bagian orang-orang yang sabar. Orang-orang yang tidak mudah mengeluh, kecuali hanya pada Allah. Orang-orang yang selalu bermuka riang dan orang-orang yang tidak mudah putus asa. Itulah tanda-tanda orang bersabar. Rasulullah saw sendiri pernah berkata ketika ditanyakan masalah iman kepadanya, beliau menjawab:


الإيْمَانُ الصَّبْرُ وَالسّمَاحَةُ


Artinya, "Iman adalah keteguhan hati dalam bersabar dan murah hati".


Dan yang pasti Allah swt telah menyiapkan posisi orang-orang sabar di atas standar dengan tiga ratus derajat untuk mereka yang sabar beribadah, enam ratus derajat untuk mereka yang sabar menghindar dari maksiat dan sembilan ratus derajat bagi mereka yang sabar atas musibah. Sebagaimana dijelaskan dalam an-Nahl ayat 96:


مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ بَاقٍۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِيْنَ صَبَرُوْٓا اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ


Artinya, "Apa yang ada di sisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Kami pasti akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan."


Demikianlah khutbah Jumat kali ini, semoga dapat memberikan inspirasi kepada kita semua. Mari kita renungkan bagaimana kesabaran menjadi jalan alternatif dalam menyelesaikan masalah-masalah yang menimpa kehidupan manusia.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ


Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا


اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ


اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ


عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ





*Khutbah Jumat ini sebelumnya sudah dimuat NU Online dengan judul Hikmah Sabar dan Keutamaannya. NU Online Jombang kembali memuatnya dengan sedikit penyesuaian.