• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Rabu, 1 Mei 2024

Fiqih

Pandangan Islam soal Tradisi Berbagi Hampers dan Parcel

Pandangan Islam soal Tradisi Berbagi Hampers dan Parcel
Ilustrasi. (Foto: Freepik)
Ilustrasi. (Foto: Freepik)

Kebanyakan daerah di Indonesia mempunyai tradisi saling berbagi makanan atau memberi bingkisan sebelum menjelang hari raya Idul Fitri kepada orang terdekat mulai dari sanak keluarga, guru, hingga teman terdekat. Berbagai kota besar memberi bingkisan lebaran yang biasanya disebut dengan hampers atau parcel. 

 

Hampers atau parcel berasal dari istilah Inggris yang artinya keranjang yang diisi dengan barang-barang yang dihadiahkan yang berupa makanan atau barang-barang tertentu.  

 

Tradisi memberi hampers merupakan budaya yang baik, sebagai bentuk terima kasih orang yang diberi atau yang memberikan bingkisan menggungah hampers tersebut di sosial media masing-masing dengan menautkan akun orang yang memberi atau orang yang diberi. 

 

Selain memberikan hampers, beberapa daerah memiliki tradisi mengantarkan makanan khas untuk hari raya (dalam jawa biasanya disebut sebagai ater-ater), makanan tersebut diantarkan kepada tetangga terdekat dan keluarga yang terdekat. Orang yang diberi biasanya membalas dengan memberi makanan juga atau memberikan uang, jika yang mengantarkan makanan tersebut anak-anak. 

 

Sedangkan para orang tua akan memberi uang dengan nominal yang beragam kepada anak-anak dan usia remaja saat mereka bersilaturahmi dan bermaaf-maafan setelah shalat hari raya. Pemberian uang tersebut bermakna sebagai salah satu bentuk apresiasi kepada mereka yang sudah menjalankan puasa selama satu bulan penuh dan menjalankan syariat puasa sejak dini.  

 

Pemberian hampers atau parcel termasuk dalam hadiah yang berasal dari kata bahasa Arab al-hadiyyah, dijelasakan dalam al-Mawsū’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah sebagai berikut: 

 

  الهِبةُ والهَديَّةُ بمعنًى واحدٍ، إلا أنَّ هناك بعضَ الفروقِ الطَّفيفةِ بيْنهما، ومِن ذلك  

 أنَّ الهديَّةَ يُقصَدُ بها الإكرامُ والتوَدُّدُ ونحوُهُما، أمَّا الهِبةُ فيُقصَدُ بها -غالبًا- النفعُ •

 الهَديَّةُ تَختصُّ بالمنقولاتِ إكرامًا وإعظامًا للموهوبِ، والهِبةُ أعَمُّ  

 

Artinya, “Hibah dan hadiah sebenarnya maknanya satu, hanya saja ada perbedaan tipis antara keduanya, di antaranya: 

- Hadiah dimaksudkan untuk menandasakan sikap memuliakan, mengasihi, dan sejenisnya. Sementara hibah pada umumnya bertujuan untuk memberi manfaat pada yang diberi. 

- Hadiah dikhususkan untuk barang bergerak tujuannya untuk memuliakan yang diberi hadiah.Sementara hibah lebih umum.” 

 

Dari perspektif Islam terhadap tradisi membalas hadiah, saling mengantar makanan, atau memberikan hampers merupakan apresiasi yang mendorong untuk saling membalas kebaikan (bisa berupa hadiah ataupun kebaikan yang lainnya).  

 

Sebagaimana hadits riwayat ‘Aisyah RA, ketika Nabi Muhammad menerima hadiah selalu berusaha untuk membalasnya, kalau bisa jumlahnya lebih besar: 

 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ وَيُثِيبُ عَلَيْهَا 

 

Artinya, “Dari ‘Aisyah RA, ia berkata: ‘Rasulullah Saw. itu memberi hadiah dan membalasnya (dengan yang sama atau lebih baik).” (HR Al-Bukhārī).  

 

Dalam riwayat yang lain, Rosulullah mendorong untuk membalas hadiah atau setiap kebaikan: 

 

مَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ 

 

Artinya, “Siapa yang berbuat kebaikan kepada kalian, maka balaslah dengan kebaikan yang setara. Jika engkau tidak mendapati sesuatu untuk membalas kebaikan tersebut, maka doakanlah dia sampai engkau yakin telah membalas kebaikannya (karena terus-menerus mendoakannya).” (HR Abu Dawud) 

 

Berkaitan hadits di atas, jika menerima hadiah atau kebaikan dianjurkan untuk mendoakan orang yang memberi: 

 

جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا  

 

Artinya, “Semoga Allah senantiasa membalasmu.” (HR At-Tirmidzi dari Usamah bin Zayd) 

 


Fiqih Terbaru