KH M Sholeh
Penulis
Baru-baru ini jagad medsos kembali membuat bingung masyarakat. Ini bermula saat ada pandangan mengemuka bahwa salam lintas penganut agama diharamkan, misalnya Muslim dengan non-Muslim.
Sedangkan ada pihak lain yang membolehkan, dalihnya salam lintas penganut agama ini bukan salam ibadah, tetapi salam kerukunan.
Sayang perdebatan itu seperti debat kusir tanpa disertai juknis salam (petunjuk teknis) dan seakan tidak ada kebijaksanaan.
Baca Juga
Hukum Menjawab Salam via Tulisan WA
Almawardi dengan bijaksana mengkompromikan dua hadits yang berbeda mengenai salam ini. Alfaqir sengaja tidak menampilkan hadits ini.
Berikut ulasan Almawardi dalam kitab Alhawil Kabir:
وإن كان السلام بين مسلم وكافر فضربان أحدهما أن يكون الكافر مبتدئا بالسلام كيف الرد عليه فيجب على المسلم رد سلامه وفي صفة رده وجهان أحدهما أن يرد عليه المسلم فيقول وعليك السلام. والوجه الثاني أن يقتصر في رده عليه بقوله وعليك. وإن كان المسلم مبتدئا بالسلام ففي جواز ابتدائه بالسلام وجهان
Artinya, "Apabila salam terjadi antara Muslim dan non-Muslim, maka kemungkinannya ada dua. Yaitu, pertama, non-Muslim yang memulai salam, maka dalam hal ini seorang Muslim wajib menjawab salam tersebut, namun bagaimana bentuk kalimat jawabannya? dengan ucapan 'wa alaikassalam' (bukan 'waalaikumussalam' dan juga tanpa tambahan 'warajmatullahi wa barokatuh'). (Atau) cukup dengan kalimat 'wa alaika'. Kedua, Muslim yang memulai salam pada non-Muslim. Dalam kemungkinan yang kedua ini Ulama ada dua pendapat".
Pendapat yang pertama boleh. Karena salam itu mengandung adab, maka sudah selayaknya seorang Muslim menunjukkan etika yang baik. Kalimat salamnya adalah assalamu alaika (bukan assalamualaikum).
Pendapat yang kedua tidak boleh. Perdebatan tersebut menurut Alfaqir tidak perlu diperpanjang, karena ini perdebatan yang kontra produktif dan mengganggu suasana kerukunan.
Maka menurut Alfaqir, yang tidak mau salam ya sudah, tidak perlu memaksa yang lain untuk mengikutinya, toh ulama juga terjadi perbedaan dalam hal ini.
Bagi yang mau, baik menjawab atau memulai salam , ya tinggal ikuti juknis arahan Almawardi di atas.
Perlu diketahui, Imam Syafi'i saja tidak pernah mengakui kebenaran tunggal, masih membuka kebenaran yang lain. Sikap Imam Syafi'i ini patut menjadi prinsip dalam menyampaikan pandangan semua kalangan di zaman sekarang. Wallahu a'lam bishshawab.
*Ditulis oleh KH M Sholeh, tokoh NU Jombang, aktif mengajar di beberapa pesantren di Jombang.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Cara Kita Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan
2
Khutbah Jumat: Safar Bukan Bulan Sial, Jadikan Kesempatan Evaluasi Diri dan Bangun Optimisme
3
Sejarah Perpindahan Kantor PBNU dari Masa ke Masa, 3 Titik di Jawa Timur
4
Pemerintah Tetapkan 18 Agustus 2025 sebagai Hari Libur Nasional
5
Buku Sejarah NU Jombang Mulai Ditulis, LTN PCNU Targetkan Rampung Sebelum Masa Khidmah Berakhir
6
Pengetahuan akan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi, Faktor Penting agar Terhindar dari Pelecehan serta Kekerasan Seksual
Terkini
Lihat Semua