• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Kamis, 18 April 2024

Daerah

Puncak Peringatan Harlah Ke-61, PMII Jombang Bedah Pemikiran Mbah Wahab

Puncak Peringatan Harlah Ke-61, PMII Jombang Bedah Pemikiran Mbah Wahab
Foto Gus Amik bersama jajaran Pengurus Cabang PMII Jombang setelah memaparkan materi. (Foto: NU Jombang Online/Rohmadi)
Foto Gus Amik bersama jajaran Pengurus Cabang PMII Jombang setelah memaparkan materi. (Foto: NU Jombang Online/Rohmadi)

NU Jombang Online, 
Bedah Pemikiran KH Abdul Wahab Chasbullah menjadi puncak atau penutup peringatan hari lahir (Harlah) ke-61 Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Kabupaten Jombang. Kegiatan diselenggarakan Pengurus Cabang (PC) PMII Kabupaten Jombang, di Rumah Pergerakan PC PMII Jombang, Sabtu (24/4).

Sebelumnya, PC PMII Jombang memperingati Harlah dengan aneka kegiatan, yaitu bagi sahur on the road tepat pada tanggal 17 April 2021, dilanjutkan dengan diskusi Kopri pada 21 April 2021 sekaligus peringatan Hari Kartini, dilanjut perlombaan dan ditutup dengan pentas seni dan bedah pemikiran KH Abdul Wahab Chasbullah.

Ach Fuad, ketua panitia mengatakan, rangkaian Harlah PMII ke-61 ini digelar dengan tujuan agar optimisme dan semangat perjuangan PMII dapat ditularkan kepada mahasiswa. Di samping itu PMII berusaha menekankan agar sejarah yang diperjuangkan para pendiri terdahulu dengan susah payahnya tidak terlupakan.

"Jadi, di sini agar mereka tahu selanjutnya untuk memperjuangkan PMII sesuai dengan apa yang difungsikan para pendiri,” katanya kepada NU Jombang Online, Sabtu (24/4).

Selain pengenalan sejarah PMII dan bedah pemikiran KH Wahab Chasbullah, peringatan Harlah PMII ini juga diisi dengan pemotongan kue dan penampilan dari peserta lomba yang menang. Respons positif muncul dari Putri Artika, salah satu kader PMII Jombang. Ia mengatakan, acara ini ia dapat mengetahui sejarah lahirnya PMII.

"Acaranya bagus karena kita bisa mengetahui sejarah lahirnya dan perjalanan PMII, lalu dari segi pelaksanaan juga menarik dan tidak monoton dengan pidato-pidato saja karena ada acara hiburan juga seperti penampilan dari pemenang lomba yang diselenggarakan," ujarnya.

Dalam acara bedah pemikiran KH Abdul Wahab Chasbullah, PC PMII Jombang menghadirkan Muhammad Izzul Islam An-Najmi atau Gus Amik. Dalam acara ini Gus Amik membedah isi buku yang ia tulis. Gus Amik merupakan putra kedua dari KH Roqib Wahab bin KH Abdul Wahab Chasbullah.

Buku tersebut berjudul 'Pluralitas dalam Bingkai Nasionalisme' (Telaah atas Pemikiran dan Perjuangan KH Abdul Wahab Hasbullah). Karyanya ini mengupas tuntas mengenai pemikiran Mbah Wahab Chasbullah mulai dari sudut pandang sang kakek sebagai seorang pengasuh pesantren, pemikir, tokoh bangsa, guru, dan sosok ayah.

Menurut cucu dari Mbah Wahab ini, buku yang ia tulis untuk memberikan alternatif baru tentang pemikiran dan perjuangan KH Abdul Wahab Chasbullah. Terutama berkaitan dengan nilai-nilai pluralitas yang dibingkai semangat nasionalisme dan konsep Islam berbasis kontruksi pluralitas keberagamaan.

"Latar belakang penulisan buku ini yang pertama adalah niat tabarukkan kepada KH Abdul Wahab Chasbullah. Serta sebagai wujud cinta saya kepada leluhur dan rasa ingin mengupas pemikiran Kiai Wahab dari cara yang berbeda. Sekalian hadiah Harlah ke-95 NU,” jelasnya.

Gus Amik menjelaskan, isu nasionalisme Islam sudah mulai dibahas di Indonesia pada Muktamar NU ke-11 tahun 1936 di Banjarmasin yang dipelopori Kiai Wahab dan ulama NU yang lain. Saat itu NU menyebut wilayah Hindia Belanda (Nusantara) sebagai wilayah Islam bukan negara Islam. Kemudian keputusan ini penting untuk diambil sebagai bangunan kebangsaan. Karena gerbong Islam tradisional yang merupakan kelompok mainstream di republik ini melegitimasi keabsahan nasionalisme Indonesia berdasarkan nilai-nilai Islam.

"Semua itu berdasarkan keputusan yang berdasar pada kitab Bughyah Al-Mustarsyidin karya Sayyid Abdurrahman Ba’alawi al-Masyhur yang memberikan dua batasan bagi dar al-Islam (Wilayah Islam),” jelas pria alumni UIN Jakarta tersebut.

Pemaknaan dar al-Islam sebagai wilayah Islam menunjukkan kesadaran nasionalisme berbasis Islam. Dengan mengakui kepulauan Nusantara sebagai wilayah Islam, para kiai mengakui kewilayahan nasionalistik berbasis kebangsaan. Hal ini berbeda dengan wilayah kekhilafahan Islam yang bersifat global. Dan pemikiran serta tindakan Mbah Wahab lebih maju dari pendahulunya yaitu Tjokroaminoto dan Dr Soetomo yang mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924.

"Itu terbukti saat Mbah Wahab membentuk Tashwirul Afkar, Nahdlatul Wathan dan Nahdlatut Thujjar (1918). Disitulah nilai Nasionalisme Mbah Wahab lebih dulu ada,” tegasnya.

Gus Amik juga menulis cara kakeknya itu mendidik dan mengayomi anak didiknya sejak dari jenjang paling bawah hingga turun ke masyarakat. Salah satu kelebihannya yaitu beliau tidak pandang bulu dalam mendidik. Artinya cara memperlakukan anak didiknya yang sama berdasarkan rasa cinta dan kasih sayang seorang guru kepada murid.

Cinta dan kasih sayangnya diberikan kepada siapa saja hingga kepada golongan pemimpin yang datang kepadanya untuk berguru maupun untuk bersahabat. Perlakuan baiknya kepada semua orang tidak memiliki pamrih kepentingan diri sendiri, semata-mata hanya karena sebagi wujud pengabdian kepada Allah SWT.

"Salah satu yang menjadi kekuatan dalam buku ini merupakan narasumber yang diperoleh dari orang terdekat Mbah Wahab. Bagi saya pribadi Mbah Wahab merupakan bapak bagi NU dan masyarakat umum dalam mencintai Indonesia dengan cara terhormat," pungkas Gus Amik.

Kontributor: Rohmadi
Editor: Ahmad


Editor:

Daerah Terbaru