• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Sabtu, 27 April 2024

Fiqih

Memasuki Waktu Imsak, Apakah Boleh Lanjut Menyantap Hidangan Sahur?

Memasuki Waktu Imsak, Apakah Boleh Lanjut Menyantap Hidangan Sahur?
Ilustrasi. (Foto: Freepik)
Ilustrasi. (Foto: Freepik)

Imsak secara bahasa artinya menahan diri dari awal mula puasa yang terhitung sejak terbit fajar atau waktu subuh. Di Indonesia imsak dipahami sebagai penahanan diri lima, sepuluh, atau lima belas menit sebelum subuh.

 

Terdapat banyak kasus umat Islam di Indonesia yang menganggap imsak adalah batas waktu diperbolehkan sahur. Sehingga, mereka beranggapan tidak boleh menyelesaikan makan sahurnya ketika memasuki waktu imsak. Lalu bagaimana pandangan Islam?

 

Dalam kitab Fathul Mu’in dijelaskan sebagai berikut:  

 

ويجوز الأكل إذا ظن بقاء الليل باجتهاد أو إخبار وكذا لو شك لأن الأصل بقاء الليل لكن يكره ولو أخبره عدل طلوع الفجر اعتمده وكذا فاسق ظن صدقه 


Artinya, “Makan masih dibolehkan bila menduga keberadaan malam berdasarkan ijtihad atau kabar dari seseorang. Demikian juga (masih dibolehkan makan) bila seseorang ragu karena pada asalnya malam masih ada. Tetapi (makan) makruh. Kalau orang terpercaya mengabarkan terbit fajar kepadanya, maka ia harus mempercayainya. Sama halnya (ia harus mempercayai) orang fasik yang diduga keras kejujurannya.” (Lihat Syakh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu‘in pada Hamisy I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425 H-1426 H], juz II, halaman 265-266). 

 

Menurut Syekh Bakri Syatha menjelaskan bahwa imsak masih diperbolehkan bagi seseorang untuk memulai atau menuntaskan hidangan sahurnya, karena malam memang masih ada.  

 
قوله ويجوز الأكل) أي للتسحر... (قوله وكذا لو شك) أي وكذلك يجوز الأكل إذا شك في بقاء الليل قال سم وهذا بخلاف النية لا تصح عند الشك إلا إن ظن بقاءه باجتهاد صحيح كما علم مما تقدم في بحث النية وما في حواشيه لأن الشك يمنع النية اه


Artinya, “(Boleh makan) makan sunah sahur, (demikian jika seseorang ragu), maksudnya demikian juga boleh makan sahur bila seseorang ragu perihal keberlangsungan malam. Tetapi Bujairimi mengatakan bahwa hukum ini tidak berlaku untuk niat karena niat tidak sah dalam keraguan kecuali jika dia menduga malam masih ada dengan ijtihad yang benar sebagaimana telah dikaji perihal niat dan pada hasyiyahnya karena keraguan mencegah niat.” (Lihat Syakh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu‘in pada Hamisy I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425 H-1426 H], juz II, halaman 265). 

 

Sebagian masyarakat Indonesia mengartikan imsak sebagai sikap kewaspadaan dan kehati-hatian dalam mengamalkan ajaran agama yang diyakini. Langkah tersebut untuk antisipasi atau ihtiyath sebagaimana peringatan dalam kitab Fathul Mu’in berikut ini: 

 

ولو أكل باجتهاد أولا وآخرا فبان أنه أكل نهارا بطل صومه إذ لا عبرة بالظن البين خطؤه فإن لم يبن شيء صح 

 

Artinya, “Kalau seseorang makan sebelum subuh atau setelah maghrib menurut persangkaannya, tetapi ternyata ia makan pada hari sudah atau masih siang, maka batal puasanya. Pasalnya, persangkaan yang jelas-jelas keliru tidak dihitung. Tetapi kalau ternyata persangkaannya tidak meleset, maka sah puasanya,” (Lihat Syakh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu‘in pada Hamisy I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425 H-1426 H], juz II, halaman 266). 

 

Dalam kitab I‘anatut Thalibin dijelaskan:  

 

قوله لأن الأصل بقاء الليل) علة لجواز الأكل في صورة الظن وصورة الشك (قوله لكن يكره) أي لكن يكره الأكل)
 

Artinya, “(Pada dasarnya malam masih ada) ini menjadi illat hukum bolehnya makan dalam dugaan dan keraguan. (Tetapi) makan ketika itu (makruh).” (Lihat Syakh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu‘in pada Hamisy I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425 H-1426 H], juz II, halaman 265). 

 

Dari beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa awal dimulainya puasa ketika terbit fajar (waktu subuh), bukan pada saat waktu imsak. Waktu imsak sebagai bentuk sikap kehati-hatian dalam mengamalkan ajaran agama. Adanya waktu imsak yang biasanya berdurasi sepuluh menit sebelum subuh tersebut dapat digunakan untuk menghentikan makan sahur dan mempersiapkan diri untuk aktivitas yang lain.

 
*Artikel ini diolah dari tulisan Penjelasan Salah Kaprah Masyarakat Soal Imsak 


Fiqih Terbaru