Khutbah

Khutbah Jumat: Memahami Qadha, Qadar, dan Tanggung Jawab Hamba di Hadapan Allah

Kamis, 23 Januari 2025 | 15:00 WIB

Khutbah Jumat: Memahami Qadha, Qadar, dan Tanggung Jawab Hamba di Hadapan Allah

Ilustrasi Muslim sedang melaksanakan shalat. (Foto: Freepik)

Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِفَضْلِهِ وَكَرَمِهِ، وَخَذَلَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِمَشِيْئَتِهِ وَعَدْلِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَحَبِيْبُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ


أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ


Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.


Ketahuilah bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, baik ataupun buruk menurut ukuran kita, semuanya adalah atas kehendak dan kekuasaan Allah swt. Dalam surah As-Shaffat ayat 96, Allah SWT berfirman:


وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ


Artinya, "Dan Allahlah yang menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu perbuat."


Ayat ini menegaskan bahwa seluruh perbuatan manusia pada hakikatnya terjadi dengan iradah (kehendak) dan qudrah (kekuasaan) Allah swt. Namun, muncul pertanyaan: Jika segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, apakah manusia ini terpaksa (majbur) dalam semua perbuatannya? Dan jika benar demikian, mengapa Allah meminta pertanggungjawaban atas amal perbuatan kita?


Jawabannya, jamaah sekalian, bahwa manusia tidak sepenuhnya terpaksa atas apa yang ia lakukan. Allah memberikan kepada manusia sesuatu yang disebut iradat juz’iyyah atau kehendak lokal. Dengan kehendak ini, manusia mampu memilih dan memalingkan dirinya kepada kebaikan atau keburukan. Selain itu, manusia juga dianugerahi akal yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.


Apabila seseorang memilih kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala atas usahanya. Sebaliknya, apabila ia memilih keburukan, maka ia akan mendapatkan balasan atas kejahatannya. Artinya, manusia tetap bertanggung jawab atas pilihannya, meskipun semuanya terjadi dalam lingkup kehendak Allah swt. 


Namun, ada pertanyaan lain yang sering muncul: Jika Allah menciptakan manusia yang baik dan menghadiahinya surga, sementara ada manusia yang diciptakan buruk lalu disiksa di neraka, apakah itu berarti Allah tidak adil?


Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.


Ketahuilah bahwa kita semua adalah milik Allah. Allah berhak melakukan apa pun terhadap makhluk-Nya sesuai kehendak-Nya. Sebagai contoh, jika kita memiliki dua ekor ayam, lalu kita memutuskan untuk menyembelih satu dan memelihara yang lain, apakah ada yang bisa menuduh kita tidak adil? Tidak, karena keduanya adalah milik kita. Namun, meskipun kita memiliki kebebasan terhadap ayam tersebut, kita tetap terikat dengan aturan agama dan aturan umum. Kita tidak boleh menyiksa ayam tersebut secara semena-mena, karena itu melanggar norma umum juga perintah Allah.


Berbeda dengan manusia, Allah tidak terikat oleh hukum atau aturan apa pun. Allah adalah sang Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Segala perbuatan-Nya pasti mengandung hikmah, meskipun terkadang hikmah tersebut tidak bisa dijangkau oleh akal manusia. Dalam surah Yunus ayat 44, Allah berfirman:


إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ


Artinya, "Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri."


Maka, takdir Allah adalah mutlak dan tidak bisa disebut zalim. Semua perbuatan Allah selalu berada pada tempatnya dan penuh hikmah. Oleh karena itu, kewajiban kita sebagai hamba adalah mengimani dan menerima dengan lapang dada setiap ketetapan-Nya.


Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.


Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin kita sering bertanya: Jika segala sesuatu sudah ditakdirkan oleh Allah, mengapa kita masih harus berdoa? Bukankah takdir itu tidak bisa diubah? 


Ketahuilah bahwa termasuk dalam ketetapan Allah adalah tertolaknya bala' dengan doa. Sebagaimana disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab al-Adzkar, doa adalah sebab yang Allah tetapkan untuk menolak keburukan dan mendatangkan rahmat. Sebagaimana perisai menjadi sebab tertolaknya senjata dan air menjadi sebab tumbuhnya tanaman, demikian pula doa adalah sarana penting yang Allah sediakan untuk kebaikan hidup kita. Maka, jangan pernah kita meremehkan kekuatan doa, karena ia tidak hanya menjadi bentuk ibadah tetapi juga cara yang Allah tetapkan untuk melindungi hamba-Nya dari berbagai musibah dan ujian.


Namun, jamaah sekalian, keyakinan kepada takdir tidak berarti kita meninggalkan usaha dan doa. Allah memerintahkan kita untuk berikhtiar, sebagaimana Allah juga memerintahkan kaum Muslimin untuk mempersiapkan diri menghadapi musuh dengan senjata (QS. An-Nisa: 102).


وَلْيَأْخُذُوْا حِذْرَهُمْ وَاَسْلِحَتَهُمْۗ


Artinya, "... dan hendaklah mereka bersiap siaga dengan menyandang senjatanya."


Ini menunjukkan bahwa Allah tidak hanya menakdirkan hasil, tetapi juga sebab-sebabnya. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berdoa kepada Allah sambil terus berusaha dengan sungguh-sungguh. Doa adalah bentuk kepasrahan kita kepada Allah, sementara usaha adalah ketaatan kita dalam menjalankan segala perintah-Nya.


Jadi, jamaah sekalian, doa adalah bagian dari takdir Allah. Kita tidak boleh lelah untuk terus berdoa, karena doa adalah bentuk penghambaan kita kepada Allah swt. 


Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah.

 
Hal yang juga perlu kita lakukan sebagai adab dalam menyikapi takdir adalah dengan menyandarkan segala kebaikan kepada Allah dan menyandarkan keburukan kepada diri kita sendiri. Sebagai contoh, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dalam surah Asy-Syu’ara ayat 78-80 mengatakan:


الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ . وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ . وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ


Artinya, "Dialah Allah yang menciptakan aku, lalu Dia memberiku petunjuk. Dan Dialah yang memberi aku makan dan minum. Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku."


Perhatikan bagaimana Nabi Ibrahim menyandarkan petunjuk, makanan, minuman, dan kesembuhan kepada Allah. Namun, ketika berbicara tentang penyakit, beliau menyandarkannya kepada dirinya sendiri. Inilah adab yang harus kita teladani.


Hal ini juga sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 79:


مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ


Artinya, "Apa-apa yang mengenai dirimu dari kebaikan, maka itu dari Allah. Dan apa-apa yang mengenai dirimu dari keburukan, maka itu dari dirimu sendiri."


Oleh karena itu, marilah kita senantiasa berusaha untuk memperbaiki diri, bertawakal kepada Allah, dan berdoa agar selalu diberikan kebaikan di dunia dan akhirat. Semoga kita semua termasuk hamba-hamba yang diridhai oleh Allah swt. 


أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


 Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ


أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ


اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ


عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


 

*Muhammad Rizky Fadillah, Alumni Ma'had Aly Tebuireng, Jombang