• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Selasa, 19 Maret 2024

Khutbah

Khutbah Jumat: Dampak Buruk Perbuatan Maksiat

Khutbah Jumat: Dampak Buruk Perbuatan Maksiat
Khutbah Jumat: Dampak Buruk Perbuatan Maksiat. (Foto: Istimewa)
Khutbah Jumat: Dampak Buruk Perbuatan Maksiat. (Foto: Istimewa)

Khutbah I

اَلْحَـمْدُ للهِ الذِي مَنَّ عَلَى من شاءَ مِن عبادهِ بهدايَـتِهم للايمانِ – وكَرَّهَ اليهم الكفرَ والفسوقَ والعصيانِ - واشهد ان لااله الا الله وحده لا شريك له، تَفَرَّدَ بالكمالِ والجلالِ والعظمةِ والسُلطانِ – وأشهد ان سيدَنا محمدا عبدُه ورسولُه المبعوثُ الى كافةِ الانسِ والجانِ – فبلَّغَ رسالةَ رَبِّهِ وبَيَّنَ غايةَ البيانِ – اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله واصحابه الذين جاهدوا في الله حقَّ جهادِه حتى نشروا العدلَ والامنَ والايمانَ

 ( اما بعد ) ايها المسلمون ! اتقوا الله تعالى واحذروا المعاصي فإن لها أثرا سيئا على العاصي وعلى المكان والسكان

 

Hadirin rahimakumullah

Marilah kita selalu meningkatkan kadar ketakwaan kita kepada Allah swt dengan menjalankan perintah-perintah Allah swt dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena tidak ada cara lain yang dapat membuat hidup kita bahagia di dunia maupun di akhirat kecuali dengan takwa.

 

Secara sederhana Ulama mendefinisikan takwa dengan menjalankan perintah-perintah Allah swt dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dengan demikian status muttaqin (orang yang bertakwa) tidak hanya sebatas jika seseorang telah menjalankan perintah-perinta Allah swt saja, tetapi ia harus pula meninggalkan larangan-larangan Allah swt. 

 

Dalam kehidupan sehari-hari menjalankan perintah-perintah Allah swt itu kita wujudkan dalam bentuk perbuatan-perbuatan taat atau ibadah kepada Allah swt sedang menjauhi larangan-larangan Allah swt itu kita wujudkan dengan menjauhi maksiat kepada Allah swt. 

 

Hadirin rahimakumullah

Bila kita bertanya, mana yang lebih berat untuk dilaksanakan apakah melaksanakan ketaatan (ibadah) ataukah meninggalkan larangan (maksiat), maka imam al-Ghazali (Bidayah al-Hidayah) menjawab sebagai berikut: 

 

اعلم ان للدين شَطْرين احدُهما تركُ المناهى والآخرُ فعلُ الطاعاتِ، وتركُ المناهى هو الاشدُّ فان الطاعاتِ يقدِرُ عليها كلُّ احدٍ وتركُ الشهواتِ لايقدِرُ عليه الا الصِدِّقُوْنَ

 

Ketahuilah bahwa agama itu mempunyai dua dasar: Pertama, meninggalkan larangan-larangan Allah swt. Kedua, menjalankan ketaatan kepada Allah swt meninggalkan larangan-larangan Allah swt lebih berat daripada menjalankan keta’atan kepada-Nya, karena setiap orang mampu melaksanakan ketaatan kepada Allah swt sedang menjauhi larangan-larangan-Nya hanya orang yang siddiqin saja yang mampu melakukannya. 

 

Lebih jauh Al-Ghazali menyatakan bahwa lebih beratnya menjauhi larangan (maksiat) dibanding dengan menjalankan ketaatan itu disebabkan karena perbuatan yang baik (ketaatan) yang bisa menghantarkan seseorang masuk surga selalu diselimuti oleh hal-hal yang dibenci nafsu manusia, sementara perbuatan jelek (maksiat) yang dapat menghantarkan seseorang masuk neraka selalu diwarnai oleh hal-hal yang disenangi nafsu manusia, hal ini sebagaimana hadis riwayat imam al-Tirmidzi: 

 

عن أنس بن مالك أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: حُفَّت الجَنَّةُ بالمكاره وحُفَّت النَّارُ بالشهوات (رواه الترميذى)

 

Dari Anas ibn Malik bahwa Rasulullah saw bersabda: Surga itu diliputi dengan hal-hal yang tidak disenangi (nafsu) sedangkan neraka selalu diselimuti oleh hal-hal yang disenangi (nafsu) (HR. Tirmidzy)

 

Yang dimaksud al-makarih dalam hadits ini adalah segala sesuatu yang dibenci oleh nafsu manusia, yang mana nafsu memerlukan kerja keras untuk melawannya, sedang yang dimaksud dengan al-Syahawat adalah segala sesuatu terkait dengan masalah keduniaan yang disenangi nafsu, dan telah menjadi watak bagi manusia selalu condong kepada perbuatan yang disenangi nafsunya. (Muhammad al-Mubarakafuri: Tuhfah al-Ahwadi Syarakh Sunan al-Tirmidzi) 

 

Hadirin rahimakumullah

Karena meninggalkan larangan Allah swt itu lebih berat dan mengakibatkan keburukan dan siksa Allah swt maka tidak ada jalan keluar bagi kita untuk terhindar dari hal-hal tersebut kecuali dengan cara menjaga semaksimal mungkin anggota badan kita agar tidak melakukan maksiat kepada Allah swt demikian ini karena anggota badan kita merupakan nikmat Allah swt yang seharusnya kita syukuri dengan cara menggunakannya untuk beribadah kepada Allah swt bukan untuk maksiat kepada-Nya. Imam Al-Ghazali menyatakan:   

 

وَاعْلَمْ اِنَّكَ اِنَّمَا تَعْصِى اللهَ بِجَوَارِحِكَ وَهِيَ نِعْمَةٌ مِنَ اللهِ عَلَيْكَ وَاَمَانَةٌ لَدَيْكَ فَاِسْتِعَانَتُكَ بِنِعْمَةِ اللهِ عَلَى مَعْصِيَتِهِ غَايَةُ الكُفْرَانِ، وَخِيَانَتُكَ فِى اَمَانَةٍ اِسْتَوْدَعَكَهَا اللهُ غَايَةُ الطُغْيَانِ، فَاَعْضَاؤُكَ رِعَايَاكَ فَانْظُرْ كَيْفَ تَرْعَاهَا، فَكُـلُّــــكُمْ رَاعٍ وَكلكم مَسؤُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

 

Ketahuilah! engkau melakukan maksiat itu dengan memakai anggota badanmu, yang itu merupakan nikmat dan amanat bagimu. Penggunaanmu atas nikmat tersebut untuk maksiat kepada Allah merupakan bentuk pengingkaran yang amat besar, sedang pengkhianatanmu atas amanat yang dititipkan Allah kepadamu untuk maksiat kepada-Nya merupakan bentuk pengkhianatan yang amat besar. Seluruh anggota badanmu adalah hal-hal yang harus kamu pelihara, oleh sebab itu perhatikanlah bagaimana kamu menjaganya. Kalian semua adalah pemimpin, dan masing-masing akan mempertangungjawabkan terhadap apa yang dipimpinnya.

 

Hadirin rahimakumullah

Selain merupakan bentuk pengingkaran atas nikmat Allah swt dan pengkhianatan atas amanat-Nya, perbuatan maksiat akan berdampak (berakibat) buruk tidak hambanya pada pelakunya saja tetapi bagi masyarakat di sekelilingnya. Di antara dampak (akibat) buruk yang paling pokok dari perbuatan maksiat adalah:

 

Pertama, mengurangi rezeki, menyulitkan mencari kebutuhan hidup dan sandang-pangan pelaku maksiat tersebut. Hal ini sebagaimana hadits riwayat Iman Ahmad dalam kitab musnadnya sebagai berikut: 

 

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْعَبْدَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ (رواه احمد في مسنده) 

 

Diriwayatkan dari Tsauban, beliau berkata, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba itu terhalang rezekinya sebab dosa yang diperbuatnya” (HR. Ahmad Dalam Musnadnya)

 

Kedua, terjadinya musibah yang akan menimpa pelaku maksiat tersebut. Musibah ini bisa berbentuk sakit, kecelakaan, keresahan, kesusahan, kerugian dalam usaha dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana hadits riwayat Muslim sebagai berikut: 

 

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ وَأَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُمَا سَمِعَا رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ :« مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ سَقَمٍ وَلاَ حَزَنٍ حَتَّى الْهَمِّ يُهَمُّهُ إِلاَّ كُفِّرَ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ.) مسلم(

 

Dari Abi Sa’id al-Khudri dan Abi Hurairah, bahwasanya keduanya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang Mukmin tertimpa musibah berupa sakit, payah, penyakit, sedih hingga susah (memikirkan sesuatu yang akan dihadapinya) kecuali dengan musibah itu dilebur dosa-dosanya.”  

 

Dalam surat al-Ankabut: 40 Allah berfirman:

 

فَكُلاًّ أَخَذْنَا بِذَنبِهِ فَمِنْهُم مَّن أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِباً وَمِنْهُمْ مَّنْ أَخَذَتْهُ ٱلصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَّنْ خَسَفْنَا بِهِ ٱلأرْضَ وَمِنْهُمْ مَّنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَـٰكِن كَانُواْ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (العنكبوت: 40)

 

“Maka masing-masing (mereka itu) kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (al-Ankabut: 40)

 

Umat-umat terdahulu dianggap Allah swt melakukan kedzaliman atas diri mereka disebabkan karena mereka melakukan kekufuran dan maksiat, padahal Allah telah memberikan berbagai macam nikmat kepada mereka, perbuatan maksiat itulah yang menyebabkan mereka mendapatkan siksa Allah. (Abi Su’ud: Irsyad al-Aql al-Salim ila Mazaya al-Kitab al-Karim) 

 

Hadirin rahimakumullah

Kita sering melihat bahwa ada seseorang yang ahli maksiat, suka mengerjakan dosa, bahkan semua dosa besar pun sudah dilakukannya, tetapi ternyata dia aman-aman saja, segar-bugar, hidupnya bergelimang kesenangan harta dan kemewahan dunia, tidak pernah tertimpa musibah, apa-apa yang menjadi keinginan hawa nafsunya selalu tercapai. 

 

Jika kita menemukan seseorang seperti itu, maka ketahuilah bahwa orang seperti itu adalah hamba yang sangat dibenci Allah swt, dia sengaja dibiarkan, apa yang menjadi maunya dituruti, agar dia semakin jauh terjerumus dalam kubangan dosa dan kedzalimannya, agar semakin congkak dan menyombongkan diri. Tetapi jika sudah tiba waktunya, maka Allah swt mengambilnya dan menumpahkan siksa yang amat pedih dan amat menyakitkan, dan tidak akan melepaskannya sekejap pun. Dalam sebuah hadits diriwayatkan: 

 

عن أبي موسى الأشعري - رضي الله عنه -: قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إِنَّ اللهَ لَيُمْلي لِلظَّالمِ، حتَّى إذا أَخذه لم يُفْلِتْهُ»، ثم قرأَ {وكَذلكَ أَخْذُ ربِّكَ إذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِي ظالمِةٌ، إِنَّ أَخْذَهُ أَليمٌ شَديدٌ} [هود: 102]. (أخرجه البخاري، ومسلم، والترمذي)

 

“Sesungguhnya Allah swt memberikan tempo kepada seorang dzalim (dibiarkan dalam kedzalimannya, tidak diperingatkan dengan bala atau musibah) tetapi jika (sudah tiba waktunya) maka Allah mengadzabnya, dan tidak akan melepaskannya”. Kemudian Nabi membaca surat Hud: 102; “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat dzalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras”. (HR. al-Bukhary, Muslim dan al-Tirmidzi)

 

Sebaliknya kita juga sering menemukan seseorang yang amalnya baik, tidak pernah berbuat maksiat, tetapi orang tersebut selalu mendapatkan musibah. Ketahuilah bahwa musibah yang mengenai orang yang tidak punya dosa bukanlah siksa atau adzab tetapi semata-mata ujian untuk menambah dan meningkatkan derajat dan kemuliaannya di sisi Allah swt. Inilah yang dimaksud hadits riwayat al-Bukhary dari Abi Hurairah, bahwasanya Rasulullah bersabda:

 

من يرد الله به خيرا يصب منه (رواه البخاري) ومعنى الحديث أن من أراد الله به خيرا ابتلاه بالمصائب ليثيبَه عليها

 

“Barang siapa dikehendaki Allah baik,  maka Allah akan memberikan ujian kepadanya” (HR, al-Bukhari), maksud hadits adalah barang siapa dikehendaki Allah baik maka Allah akan mengujinya dengan beberapa musibah, demikian ini agar ia mendapatkan pahala dari musibah tersebut” (Badruddin al-Aini: Umdah al-Qari Syarakh Shahih al-Bukhari)

 

Hadirin rahimakumullah

Dampak buruk perbuatan maksiat, bukan hanya akan menimpa pelaku maksiat itu saja. Bahkan akibat buruk itu bisa juga menimpa orang dan masyarakat di sekitarnya. Hal ini sebagaimana hadits riwayat Ahmad dan al-Thabrani:

 

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا ظَهَرَتْ الْمَعَاصِي فِي أُمَّتِي عَمَّهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَا فِيهِمْ يَوْمَئِذٍ أُنَاسٌ صَالِحُونَ قَالَ بَلَى قَالَتْ فَكَيْفَ يَصْنَعُ أُولَئِكَ قَالَ يُصِيبُهُمْ مَا أَصَابَ النَّاسَ ثُمَّ يَصِيرُونَ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ (رواه أحمد والطبراني)

 

Dari Umi Salamah, istri Rasulullah saw, bahwasanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: “Apabila maksiat telah melanda umatku secara merata, maka Allah meratakan adzab kepada mereka, “Saya bertanya: “Ya Rasulullah tidakkah di antara mereka saat itu masih ada orang-orang yang baik?” Rasul menjawab :”Ya”, saya bertanya: ”Apa yang mereka lakukan?“ Rasulullah menjawab: “Adzab itu menimpa kepada mereka sebagaimana yang menimpa manusia (pada umumnya), tetapi (di akhirat nanti orang yang baik yang tidak ikut maksiat) akan mendapat maghfirah dan ridha dari Allah” (HR. Ahmad dan al-Thabrany).

 

Hadits di atas dengan jelas menunjukan bahwa akibat buruk perbuatan maksiat yakni berupa adzab dunia tidak hanya menimpa pelaku maksiat itu saja, tetapi juga menimpa orang-orang yang tidak berdosa.

 

Hadirin rahimakumullah

Dampak buruk perbuatan maksiat tidak hanya menimpa manusia di dunia saja, di akhirat ia akan dimasukkan ke neraka selama ia belum bertaubat kepada Allah swt. Dalam surat al-Jin: 23 Allah berfirman:

 

وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا (الجن: 23)

 

“Barang siapa bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya maka sesungguhnya ia akan mendapat (adzab) neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya” (al-Jin: 23). 

 

Jika maksiat merajalela dan adzab Allah telah turun maka tidak ada seorangpun yang akan bisa menahannya, sebagai seorang Muslim kita berkewajiban untuk menjaga diri kita, mengajak keluarga dan masyarakat sekitar untuk meninggalkan maksiat semaksimal mungkin. Marilah kita menyadari bahwa salah satu sebab turunnya siksaan Allah swt itu akibat dari perbuatan maksiat yang kita lakukan. Semoga Allah swt selalu memberikan kekuatan kita untuk dapat melaksanakan ketaatan dan meninggalkan maksiat dan apa-apa yang dilarang Allah swt. Amin 3 x

 

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، إنه هو البر الرؤف الرحيم.

 

Penyusun teks khutbah: KH Azam Choiruman Najib, Wakil Ketua PCNU Jombang


Khutbah Terbaru