Umat Islam di Indonesia memiliki ragam budaya saat menjelang keberangkatan, saat haji atau sesudah kembali ke tanah air. Salah satu budaya yang lumayan sering dijumpai saat menjalankan rukun Islam ke-5 itu adalah mengganti, mengubah nama saat berada di Mekkah atau Madinah.
Sebenarnya syariat Islam telah menuntun umatnya untuk memberi nama yang baik kepada anak ketika lahir supaya dapat memperoleh berkah dan menjadi doa terbaik untuk anak. Namun memang syariat tersebut belum ditangkap oleh semua muslim.
Pentingnya memberi nama yang baik dikisahkan Al-Quran bagaimana Allah memberi nama anak Nabi Zakaria As ;
يٰزَكَرِيَّاۤ اِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلٰمِ اۨسۡمُهٗ يَحۡيٰى ۙ لَمۡ نَجۡعَلْ لَّهٗ مِنۡ قَبۡلُ سَمِيًّا
Artinya: Wahai Zakaria! Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti itu sebelumnya (QS. Maryam : 7)
Lebih lanjut, dalam salah satu redaksi kitab Adzkar al-Nawawi bab istihbab Tahsin al-ismi menyatakan seorang muslim ketika di hari kiamat akan dipanggil dengan nama masing-masing.
ﺇِﻧَّﻜُﻢْ ﺗُﺪْﻋَﻮْﻥَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﺑِﺄَﺳْﻤَﺎﺋِﻜُﻢْ ﻭَﺃَﺳْﻤَﺎﺀِ ﺁﺑَﺎﺋِﻜُﻢْ ﻓَﺄَﺣْﺴِﻨُﻮﺍ ﺃَﺳْﻤَﺎﺀَﻛُﻢْ
Artinya: Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama kalian dan nama bapak-bapak kalian. Maka baguskanlah nama-nama kalian (Al-Nawawi mengutip dari Sunan Abi Dawud bersumber dari Abu Dardak menilai sanadnya jayyid, Al-Baihaqi menilai mursal)
Dalam salah satu Riwayat dari Ibnu Umar yang dicatat oleh Imam Muslim dalam Kitab Sahihnya, disebutkan bahwa nama Abdullah dan Abdurrahman paling dicintai oleh Allah.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قالَ: قالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: «إنَّ أحَبَّ أسْمائِكُمْ إلى اللهِ عَبْدُ اللهِ وعَبْدُ الرَّحْمَنِ
Artinya: Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman. (HR. Muslim no. 2132)
Oleh karena itu diwajibkan menganti nama jika mengandung makna yang buruk atau haram seperti Abdus Syaithan yang artinya hamba setan. Maka pada momen sakral seperti saat melaksanakan haji diwajibkan mengantinya. Muhammad Amin al-Kurdi dalam kitabnya Tanwir al-Qulub halaman 234 menjelaskan :
وَيَجِبُ تَغْيِيْرُ الأَ سْمَاءِ الْمُحَرَّ مَةِ وَيُسْتَحَبُّ تَغْيِيْرُ الأَ سْمَا ءِ الْمَكْرُوْهَةِ
Artinya: Mengubah nama-nama yang haram itu hukumnya wajib, dan nama-nama yang makruh hukumnya sunnah
Namun adakalanya mengubah, mengganti nama hukumnya makruh jika namanya seperti Himar (keledai), Ibil (unta). Jika namanya tidak bertentangan dengan agama, maka mengubah nama hukumnya mubah. Baik mengubah saat pelaksanaan haji atau tidak.
Terpopuler
1
Libur Panjang Akhir Januari 2025, Catat Tanggalnya!
2
Riwayat Penyakit Imam Syafi'i hingga Wafat di Akhir Bulan Rajab
3
Wujudkan NU Care Sehat, LAZISNU Mojoagung Kembali Gelar Pengobatan Gratis
4
Muslimat NU Bareng Gelar Pengajian dan Baksos, Sinergi Sosial dan Berdayakan UMKM
5
Pekan Ngaji Tafsir Nusantara Bersama Para Mufassir, Ini 3 Tujuan Utama menurut Gus Awis
6
Terpilih dalam Konfercab XVI Fatayat NU Jombang, Ning Eli Fokus pada Kaderisasi dan Pemberdayaan Ekonomi Umat
Terkini
Lihat Semua