• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Kamis, 18 April 2024

Daerah

Membuka Sejarah RSIA Muslimat (Gadaikan Sertifikat Rumah hingga Perhiasan demi Membesarkan RSIA — Bagian 2)

Membuka Sejarah RSIA Muslimat (Gadaikan Sertifikat Rumah hingga Perhiasan demi Membesarkan RSIA — Bagian 2)
Bangunan Pertama Balai Kesehatan Ibu dan Anak (Foto: Dokumen RSIA Muslimat NU)
Bangunan Pertama Balai Kesehatan Ibu dan Anak (Foto: Dokumen RSIA Muslimat NU)

NU Jombang Online,
Jika ada pepatah yang mengatakan, di balik lelaki hebat ada wanita hebat di belakangnya. Itu tidak sepenuhnya berlaku bagi Bu Nyai Hajjah Muktamaroh Muhammad. Baginya, menerima amanah dan tanggung jawab besar mendirikan BKIA Muslimat terasa teramat berat jika sang suami, Kyai Haji Muhammad Baidlowi tidak mendukungnya secara penuh. Karena itu di balik kehebatannya dalam menjalankan amanah yang diberikan, selalu ada suaminya di setiap langkah.

 

Bu Nyai Hajjah Muktamaroh bahkan sempat ragu dalam melangkah, tapi hatinya selalu dikuatkan oleh suaminya. Karena itu dia selalu mantap untuk melangkah. Diriwayatkan dari Anas bin Malik R.A, Nabi Muhammad SAW  bersabda : “Maukah kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam surga?” Mereka menjawab: “Tentu saja wahai Rasulullaah!” Nabi Shallallaahualaihi wa sallam menjawab: “Wanita yang penyayang lagi subur. Apabila ia marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: “Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridho”.

 

Berdasarkan izin dan ridho suaminya, Bu Nyai Hajjah Muktamaroh menjalankan tanggung jawabnya. “Bapak (KH Muhammad Baidlowi. Red) tidak hanya memberikan semangat pada saya untuk menjalankan amanah sebagai penanggung jawab berdirinya BKIA Muslimat. Beliau bahkan memberikan izin untuk menggadaikan rumah ini sebagai modal pendirian BKIA. Karena waktu itu saya berpikir bahwa jika hanya mengandalkan dana dari umat atau kegiatan yang momentual, tidak akan berdiri BKIA ini. Bismillah, dengan izin dari Bapak saya menggadaikan sertifikat rumah ini,” ujarnya sambil menunjukkan area sekitar rumah dimana tim NU Jombang Online melakukan wawancara.

 

Baca juga: Membuka Sejarah RSIA Muslimat (Saya Terima Amanah Itu — Bagian 1)

 

Setiap 5 tahun, Bu Nyai Hajjah Muktamaroh memperbarui perjanjian dengan pihak Bank. Sebelum BKIA mandiri, hal itu terus dilakukan selama bertahun-tahun lamanya. “Saya lupa berapa kali tepatnya saya meminjamkan sertifikat saya di bank. Entah 5 atau 6 kali ya? Yang jelas setiap 5 tahun sekali saya melakukan perpanjangan. Begitu lunas, saya perpanjang lagi, begitu lunas, saya perpanjang lagi, begitu terus sampai BKIA bisa mandiri. Dari situlah akhirnya kami bisa menempati tanah wakaf itu sebagai BKIA Muslimat. Dari satu bangunan, kemudian merambah lagi menjadi beberapa ruangan,” jelasnya sembari menerawang kembali.

 

Pak Muh, begitu Bu Nyai Hajjah Muktamaroh menyebut suaminya mengatakan bahwa perjuangan yang dilalui keduanya tidak berhenti sampai menggadaikan sertifikat rumah. Karena, mereka tidak berhenti melakukan pembangunan BKIA, maka mandor yang bekerja dalam pembangunan, setiap selesai berapa meter selalu minta pembayaran sesuai perjanjian. Saat dana sudah habis, Bu Nyai akan menggadaikan atau menjual perhiasannya untuk sementara waktu demi mendanai biaya pembangunan BKIA.

 

Begitu juga ketika Pak Muh mendapatkan kelebihan bahan proyek dari CV yang dibangun bersama teman-temannya di Jakarta, ia akan mengirimkan bahan bangunan berupa semen dan juga besi beton.

 

“Waktu itu, CV Pak Muh dan teman-temannya di Jakarta mendapat kelebihan bahan bangunan. Lalu dia menelpon saya, minta saya menghitung ulang dengan mandornya supaya bahan dan biayanya bisa dikurangi karena Pak Muh akan mengirimkan semen sebanyak 2 truck gandeng. Minggu depannya lagi, Pak Muh mengirimkan betonizer. Itu berarti sekali buat saya. Tanpa dukungan Bapak, saya juga nggak bisa menjalankan amanah itu sampai seperti ini,” ungkap Bu Nyai Hajjah Muktamaroh dengan senyum terkembang teringat mendiang suami yang selalu mendukungnya berjuang untuk umat.

 

Ia juga teringat, bagaimana suaminya pulang dari Jakarta membawa sekarung susu untuk dibagikan secara gratis pada pasien yang memeriksakan diri di BKIA Muslimat. “Jadi dulu kan tidak ada yang namanya susu formula. Masih jarang lah yang menggunakan itu. Jadi, Bapak dulu kalau pulang, bawa susu sekarung. Terus anak-anak kami ini diberdayakan untuk memasukkan ke plastik sebanyak seperempat kilogram per plastik. Susu itu kami bagikan ke pasien setelah mereka periksa,” papar Bu Nyai sambil mengarah kepada Bu Hajjah Aisyah Muhammad yang mendampinginya saat diwawancara.

 

Bu Nyai Hajjah Muktamaroh dan suaminya melakukan inisiatif itu dengan dana pribadi. Sebab menurutnya, diberikan amanah itu berarti diberikan tanggung jawab. Ketika sudah mengiyakan maka harus melaksanakan.

 

Amanah itu menyangkut kewajiban dari Allah, dalam hadis nabi disebutkan bahwa, amanah tidak hanya sekedar akad yang disepakati, tetapi juga merupakan komitmen terhadap diri sendiri sekaligus juga memberi rasa aman kepada pihak yang mengamanahi. Semua ini menyangkut pihak-pihak yang memiliki hak yang menjadi kewajiban pengemban amanah untuk menunaikannya. Karena itu Bu Nyai Hajjah Muktamaroh berusaha melaksanakan amanah yang diberikan kepadanya dengan penuh keikhlasan.

 

Seluruh kebutuhan BKIA yang diperlukan selalu dipenuhi. Dokter kandungan pertama yang menyertai awal pembangunan BKIA Muslimat adalah Dokter Warjo SpOg, sementara dokter umumnya adalah Dokter Warno dan bidannya adalah Bidan Farrochah. Bersama mereka, BKIA Muslimat mulai bisa melayani pasien dengan baik.

 

(Bersambung ke bagian III : Mendaki Gunung Lewati Lembah Demi Membesarkan BKIA Muslimat)

 

Pewarta: Nur Fitriana


Editor:

Daerah Terbaru