Benarkah Menikah di Bulan Dzulqa’dah Membawa Sial? Berikut Penjelasannya dalam Islam
Kamis, 1 Mei 2025 | 11:40 WIB
Menikah merupakan salah satu ajaran Rasulullah saw yang dianjurkan kepada umat Islam. Dalam Islam, pernikahan tidak hanya berfungsi sebagai ikatan sosial, tetapi juga sebagai penyempurna agama. Tujuannya adalah untuk membina rumah tangga yang sakinah (tentram), mawaddah (penuh cinta), dan rahmah (diliputi kasih sayang).
Islam menganjurkan pernikahan bagi mereka yang telah dewasa dan memiliki kesiapan, baik secara biologis maupun finansial. Hal ini sebagaimana dilansir dari NU Online karya Muhammad Ulil Albab, dijelaskan dalam kitab Fathul Qarib karya Syaikh Muhammad bin Qasim:
بِتَوْقَانِ نَفْسِهِ لِلْوَطْءِ وَيَجِدُ أَهْبَتَهُ كَمَهْرٍ وَنَفَقَةٍ (وَالنِّكَاحُ مُسْتَحَبٌّ لِمَنْ يَحْتَاجُ إِلَيْهِ)
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Artinya, "Nikah disunnahkan bagi seseorang yang telah membutuhkannya karena kebutuhan biologis serta telah mampu secara finansial." (Fathul Qarib, Daru Ibnu Hazm, 2005, hlm. 224)
Meskipun pernikahan sangat dianjurkan dalam Islam, di tengah masyarakat masih berkembang berbagai mitos terkait waktu pelaksanaannya. Salah satu keyakinan yang cukup umum adalah larangan menikah di bulan Dzulqa’dah. Bulan ini dianggap sebagai waktu yang kurang baik untuk menikah, bahkan diyakini bisa membawa kesialan seperti sakit-sakitan bagi pasangan suami istri.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Kepercayaan semacam ini membuat sebagian orang ragu untuk melangsungkan akad nikah di bulan tersebut. Padahal, tidak ada dalil yang secara eksplisit melarang pernikahan pada bulan Dzulqa’dah.
Dalam pandangan Islam, tidak terdapat larangan menikah di bulan-bulan tertentu, termasuk bulan Dzulqa’dah. Hal ini ditegaskan dalam berbagai literatur keislaman, salah satunya dari kisah Nabi Muhammad saw yang menikahi Siti ‘Aisyah pada bulan Syawal—bulan yang pada saat itu juga dianggap tidak baik untuk menikah.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: تَزَوَّجَنِى رَسُولُ اللَّهِ فِى شَوَّالٍ
Artinya, “Diriwayatkan oleh ‘Aisyah, ia berkata: Nabi Muhammad menikahiku di bulan Syawal." (Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad, [Kairo, Darul Hadits] juz 18 halaman 36)
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Tindakan Nabi ini menjadi bentuk penolakan terhadap anggapan bahwa bulan tertentu membawa kesialan. Islam membebaskan umatnya untuk menikah kapan saja, selama syarat dan rukunnya terpenuhi.
Islam tidak menutup mata terhadap keberadaan keyakinan tradisional di masyarakat. Selama keyakinan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah swt, maka hal itu masih bisa ditoleransi.
Hal ini dijelaskan dalam kitab Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad sebagaimana berikut:
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
مَسْأَلَةٌ): إِذَا سَأَلَ رَجُلٌ آَخَرَ: هَلْ لَيْلَةُ كَذَا أَوْ يَوْمُ كَذَا يَصْلُحُ لِلْعَقْدِ أَوِ النَّقْلَةِ؟ فَلاَ يَحْتَاجُ إِلَى جَوَابٍ، لِأَنَّ الشَّارِعَ نَهَى عَنِ اعْتِقَادِ ذَلِكَ وَزَجَرَ عَنْهُ زَجْراً بَلِيْغاً، فِلاَ عِبْرَةَ بِمَنْ يَفْعَلُهُ، وَذَكَرَ اِبْنُ الْفَرْكَاحِ عَنِ الشَّافِعِي أَنَّهُ إِنْ كَانَ الْمُنَجِّمُ يَقُوْلُ وَيَعْتَقِدُ أَنَّهُ لَا يُؤَثِّرُ إِلاَّ اللهُ، وَلَكِنْ أَجْرَى اللهُ الْعَادَةَ بِأَنَّهُ يَقَعُ كَذَا عِنْدَ كَذَا، وَالْمُؤَثِّرُ هُوَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ، فَهَذَا عِنْدِيْ لَا بَأْسَ بِهِ
Artinya, “Ketika ada orang bertanya: ‘Apakah malam ini atau hari ini baik untuk menikah atau pindah rumah?’ maka hal ini tidak perlu dijawab. Karena pada dasarnya syariat tidak menetapkan hal semacam itu. Namun, jika seseorang tetap meyakini bahwa yang mempengaruhi hanyalah Allah, dan menganggapnya sebagai adat, maka hal itu tidak dipermasalahkan.” (Hamisy Bughyatul Mustarsyidin, hlm. 206)
Dalam Islam, sah atau tidaknya sebuah pernikahan ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat nikah. Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam Fathul Mu’in menyebutkan lima rukun utama dalam pernikahan: calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, dan ijab kabul (shighat).
(أَرْكَانُهُ ) أَيْ النِّكَاحُ خَمْسَةٌ ( زَوْجَةٌ وَزَوْجٌ وَوَلِيٌّ وَشَاهِدَانِ وَصِيْغَةٌ)
Artinya, “Adapun rukun-rukun nikah yaitu istri, suami, wali, 2 saksi, dan shigat.” (Syeikh Zainuddin Abdul Aziz Al Malibari, Fathul Mu’in, [Beirut, Darul Kutub Al Ilmiyah] halaman 161)
Selama semua rukun ini terpenuhi, maka pernikahan sah dilakukan, kapan pun waktunya—termasuk di bulan Dzulqa’dah. Sehingga, menikah di bulan Dzulqa’dah tidak dilarang dalam Islam. Keyakinan yang berkembang di masyarakat tentang bulan-bulan tertentu yang dianggap tidak baik untuk menikah tidak memiliki dasar dalam syariat. Selama seseorang tetap meyakini bahwa segala sesuatu terjadi atas izin dan takdir Allah swt, maka keyakinan adat semacam itu tidak menjadi masalah. Yang paling utama adalah terpenuhinya rukun dan syarat pernikahan.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND