Khutbah

2 Teks Khutbah Jumat Khusus Bulan Maulid Nabi Muhammad

Jumat, 20 September 2024 | 09:00 WIB

2 Teks Khutbah Jumat Khusus Bulan Maulid Nabi Muhammad

Ilustrasi kaligrafi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. (Foto: Kemenag RI)

Khutbah Jumat (1): Kehidupan Rasulullah Penuh Keteladanan

 

Khutbah I 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَاهَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ


أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ : لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. 


Pada hari Jumat bulan Rabi’ul Awwal ini, masih dalam momentum maulid Nabi Muhammad SAW, khatib berpesan kepada diri khatib pribadi, maupun kepada jamaah sekalian. Marilah kita bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan imtitsaalul awaamir, wajtinaabun nawahiih. Menjalankan segala perintah Allah sejauh batas maksimal kemampuan kita. Dan menjauhi segala larangan Allah tanpa terkecuali.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. 


Bulan Maulid adalah momentum bagi kita untuk mengingat kembali sejarah hidup Rasulullah SAW. Serta momentum untuk meneladani dan meneruskan perjuangan Beliau. Memanglah benar, bahwa Nabi Muhammad adalah manusia pilihan. Bahkan telah dipanggil langsung oleh Allah hingga ke Sidratul Muntaha. Namun bukan berarti Nabi Muhammad tidak bisa dicontoh oleh umatnya.


Allah berfirman dalam QS. Al-Ahzab Ayat 40: 

 

ما كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا


Artinya, "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."


Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad tidak punya keturunan dari jalur anak-laki-laki (rijal) yang hidup hingga dewasa. Ketiga putra beliau, yaitu Sayyid Qosim, Sayyid Abdullah dan Sayyid Ibrahim, semuanya diwafatkan oleh Allah saat usia balita. Hikmahnya adalah agar tidak ada keturunan yang diangkat oleh umat menjadi nabi sepeninggal Rasulullah. Sebagai penegasan bahwa Nabi Nabi Muhammad benar-benar pamungkas para nabi.


Terdapat sebuah Syi’ir yang menyatakan:


“Muhammadun basyarun laakal basyari # Bal huwa kal yaquuthi baynal hajari”


Artinya, "Nabi muhammad adalah manusia biasa layaknya kita. Namun kualitasnya jauh di atas manusia pada umumnya. Adapun perumpamaannya adalah bagaikan sebongkah batu permata, dibanding seonggok bebatuan biasa." 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. 


Terkait sifat Rasulullah, Allah sebutkan dalam QS. At-Taubah ayat 128:


لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ


Artinya, "Sungguh, benar-benar telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, dan (bersikap) penyantun dan penyayang terhadap orang-orang mukmin."


Rasul dari golongan sendiri (min anfusikum) menunjukkan bahwa Nabi Muhammad bisa dicontoh dan diteladani watak perilakunya oleh umat. Nabi Muhammad bukanlah dewa, manusia luar angkasa ataupun anak tuhan. Setidaknya Beliau memiliki tiga sifat, yaitu:

  1.  عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ. Kepekaan sosial/sense of sensitifity yang tinggi. Atas penderitaan yang dirasakan oleh umat.
  2. حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ. Amat Mengharapkan yang terbaik untuk umat. Terkait keselamatan di akhirat. Nabi Muhammad memikirkan umat melebihi memikirkan diri pribadi dan keluarganya sendiri.
  3. بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. Bersikap penyantun dan penyayang terhadap orang-orang Mukmin. 


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Nabi Muhammad adalah panutan umat. Dengan mematuhi ajarannya, Manusia mampu selamat di dunia dan akhirat. Nama Muhammad dalam tinjauan ilmu sharaf/morfologi, adalah bentuk isim maf’ul. Bermakna “yang terpuji”. Terpuji baik di langit maupun di bumi. Nama Muhammad bukanlah nama yang lazim dipakai di kalangan bangsa Arab. Nama pemberian kakek Beliau, Abdul Muthallib. Selain menunjukkan pengharapan, juga menyiratkan bahwa bayi yang baru lahir ini, adalah manusia yang berbeda dan istimewa.


Nabi Muhammad diterpa ujian yang bertubi-tubi, bahkan sedari kandungan. Wafat ayah jelang hari kelahiran. Ibu tiada kala usia enam tahun. Ikut kakek hingga usia sembilan tahun. Pamannya Abu Thalib jadi pengganti. Sosok Abu Thalib bukanlah sosok yang kaya. Pun memiliki tanggungan anak yang masih kecil-kecil pula.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Cobaan bertubi-tubi ini menguatkan mental dan ketabahan nabi. Sebuah modal dasar yang penting guna menghadapi ujian bertubi-tubi kala sesudah diangkat sebagai Nabi. Menyampaikan risalah tanpa menyembunyikan sedikitpun. Walau sering disalahpahami dan dituduh oleh mereka yang kufur dan dengki. Nabi Muhammad mengalami penolakan atas ajakan tulus kepada umat yang dikasihi. Itulah hal yang paling menyakitkan bagi Sang pengemban risalah dakwah. Hingga banyak Allah turunkan ayat-ayat tashliyah. penghibur dan penguat jiwa Sang Baginda. 


Tiga tahun pertama, Nabi berdakwah terbatas. Cetak kader sahabat berkualitas. Hingga tiba masa berdakwah terbuka. Nabi kumpulkan keluarga di bukit Shofa. Dicacilah Nabi juga dihina, Dikira gila wanita, gila harta. Pernah pula Nabi diboikot. Dilaranglah semua bertransaksi dagang. Orang kafir Quraisy tawarkan pada baginda. Akan harta, tahta hingga wanita. Mereka penuhi asalkan sang Nabi berhenti serukan agama Ilahi. Lewat pamannya Abu Thalib, Nabi menolak penawaran yang diberikan. Walau matahari dibebankan di tangan kanan, dan rembulan di tangan kiri, Nabi tetap tak akan berhenti berjuang menyampaikan risalah dari Allah.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. 


Kepekaan Nabi akan kondisi membuat beliau gembalakan ternak warga Makkah tanpa rasa gengsi. Guna membantu meringankan beban keluarga Abu Thalib yang diikutinya. Menggembala ternak memang merupakan perangai semua Nabi. Sebagai latihan dasar kendali diri. Belajar mengatur ternak terlebih dulu. Hingga kelak mengatur umat setelah diangkat jadi Nabi.


Mempelajari fragmen hidup sejarah Rasulullah, amat penting guna menumbuhkan pengetahuan, kecintaan dan dorongan meneladani. Tidak mungkin seseorang meneladani Nabi bila belum mencintai. Tidak mungkin mencintai bila tidak mengenali dan mengetahui. Tidak mungkin mengenali Rasulullah, bila tidak membaca kitab-kitab Siroh Nabawi, mengkaji hadits dan mendengar penjelasan para ulama tentang keagungan pribadi Nabi.


Dengan mengkaji hadits, seakan kita hidup di masa Rasulullah. Turut mendengarkan pemaparan dan nasihat Rasulullah. Melihat uswah-nya secara nyata. Inilah pentingnya belajar hadits. Dengan berguru pada guru yang memiliki kertersambungan sanad.


Dengan mengkaji Siroh Nabawiyah, kita mampu mendapat gambaran utuh tentang kehidupan Nabi secara urut. Sejak kecilnya, masa dewasa, berumah tangga, berdagang, dorongan untuk memperbaiki keadaan, merenung mendekat pada Allah dengan beruzlah, awal diangkat menjadi Nabi, fase dakwah tertutup, fase dakwah terbuka, fase kenabian di Makkah sebelum hijrah maupun fase di Madinah sesudah hijrah.


Dengan mengkaji Siroh Nabawi, kita juga mampu mendapat gambaran utuh keteladanan Rasulullah secara tematis, dalam berbagai lini kehidupan. Tentang bagaimana keteladanan Rasulullah terhadap istri-istrinya, terhadap anak-anaknya, terhadap sahabatnya, terhadap wanita, terhadap anak kecil, terhadap mereka yang memusuhinya, terhadap yang kaya maupun yang miskin. Tentang bagaimana gambaran Rasulullah sebagai pendidik, pemimpin militer, pedagang, maupun sebagai kepala rumah tangga.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah. 


Pembacaan kitab Maulid, amat baik digalakkan, baik di kalangan bapak-bapak, Ibu-Ibu, remaja putra maupun remaja putri. Sudah seharusnya pembacaan Maulid Diba’, Barzanji digiatkan kembali. Dihadiri sebanyak mungkin warga sekitaran. Terlebih ditambah kajian yang menerangkan isi kitab tersebut. Para pelajar juga seharusnya diberikan pengajian tentang sejarah hidup nabi. Yang dikaji hingga khatam, tuntas dan paham.


Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari menulis kitab Nuril Mubin fii Mahabbati Sayyidil Mursalin. Isinya amat bagus untuk dikaji. Ataupun semisal kitab Khulashoh Nurul Yaqin yang ringkas dan padat penjelasannya tentang sejarah hidup nabi.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Hendaknya kita perbanyak membaca shalawat bagi Rasulullah. Allah perintahkan orang Mukmin untuk memohonkan rahmat dan keselamatan bagi Nabi Muhammad. Allah berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 56: 


إِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا


Artinya, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”


Ayat di atas menunjukkan bahwa Allah pun bershalawat. Berupa menurunkan rahmat kasih sayang bagi Nabi Muhammad. Sementara shalawat dari malaikat dan manusia Mukmin berupa permohonan agar Allah mencurahkan rahmatnya bagi sang Baginda.


Banyak sekali keutamaan membaca Shalawat. Antara lain mendapat pahala berlipat dan dikumpulkan di surga bersama Rasulullah. Rasulullah bersabda dalam hadits riwayat Imam Muslim, dari jalur Sahabat Abdullah bin Amr bin Ash:


مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا


 Artinya, “Barang siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali.” (HR Muslim)


Dalam hadits riwayat Imam At-Tirmidzi, dari jalur sahabat Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah bersabda:


أَوْلى النَّاسِ بِي يوْمَ الْقِيامةِ أَكْثَرُهُم عَليَّ صَلاَةً


Artinya, “Manusia yang paling berhak bersamaku pada hari kiamat ialah yang paling banyak membaca shalawat kepadaku.” (HR Tirmidzi).


Semoga Allah menjadikan kita, sebagai hamba yang mampu meneladani uswah Rasulullah, dan mendapatkan syafaatnya kelak di hari kiamat. Aamiin yaa Robbal Aalamiin.


بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ


Khutbah II 

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا


اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ


اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ


عِبَادَ اللهِ إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


*****


Khutbah Jumat (2): Memupuk Kecintaan terhadap Rasulullah

 

Khutbah I

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَاهَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Pada hari Jumat yang mulia ini, masih di bulan Rabiul Awwal, bulan Maulid 1446 hijriyah, bulan kelahiran Rasulullah SAW, khatib berpesan kepada diri khatib pribadi, maupun kepada jamaah sekalian. Marilah kita bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan imtitsaalul awaamir, wajtinaabun nawahiih. Menjalankan segala perintah Allah sejauh batas maksimal kemampuan kita. Dan menjauhi segala larangan Allah tanpa terkecuali.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Nabi Muhammad adalah anugerah terbesar yang Allah berikan bagi umat manusia. Dengan lantaran risalahnya lah, kita mampu terlepas dari kelamnya kekufuran, menuju cahaya iman dan Islam. Lewat perantara syafaatnyalah, kita mendapat rahmat Allah, di yaumil faza’il akbar. Di hari kiamat, hari di mana seluruh manusia mengalami kesusahan dan kebingungan yang dahsyat. 


Sudah sepantasnya umat Islam mencintai Nabi secara mendalam. Tersebab besarnya kecintaan Nabi terhadap umat. Tak pernah sedikitpun Nabi memikirkan keuntungan pribadi dan keluarganya. Segala daya upaya nabi kerahkan, semata agar umat ini selamat dunia dan akhirat.


Beberapa kali Allah SWT tegaskan dalam Al-Qur’an, bahwa Nabi itu Allah utus dari golongan manusia sendiri. Bukan makhluk asing, makhluk luar angkasa, ataupun bukan manusia. Sehingga amat memungkinkan untuk dicontoh. Allah SWT berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 164: 


لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ


Artinya, "Sungguh, Allah benar-benar telah memberi karunia kepada orang-orang mukmin ketika (Dia) mengutus di tengah-tengah mereka seorang Rasul (Muhammad) dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab suci (Al-Qur’an) dan hikmah. Sesungguhnya mereka sebelum itu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Bila kita ingin menjadi pengikut Nabi yang sempurna, maka selayaknya kita laksanakan segala sunnahnya. Mulai bangun tidur hingga malam hari. Berupa Perbuatan, perkataan, penampilan, pemikiran, perasaan serta sikap terpuji. Nabi telah tuntunkan, bahwa senyum terhadap saudara berpahala sebesar sedekah. Hormati yang tua kasihi yang muda. Tak remehkan kebaikan sekecil apapun. Walau sekadar singkirkan duri ke tepi jalan. Walau hanya tuangkan minum ke wadah teman. Muslim sejati tak akan pernah menyakiti orang lain, baik dengan perkataan maupun perbuatan.


Seringkali baginda Nabi memperhatikan para sahabatnya dengan penuh ketulusan. Hingga burung peliharaan sahabat kecil pun ditanyakan kepada pemiliknya. Semua merasa dihargai jadi terpanggil. Pernahlah ditepuk pundak sahabat Muadz hingga berbunga, menyapa adik kepada sahabat Umar tatkala ia pamit hendak umrah kepada Baginda. Laa tansa yaa ukhoyya an tad’uwani. Sebuah sapaan yang sangat membungahkan hati sahabat Umar.


Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitab Al-Jami’us Shoghir, mencantumkan hadits tentang pentingnya pendidikan anak/parenting terkait penanaman rasa cinta kepada Rasulullah sejak dini. As-Suyuthi menyatakan: 


عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَدِّبُوْا اَوْلَادَكُمْ عَلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ : حُبِّ نَبِيِّكُمْ وَحُبِّ اَهْلِ بَيْتِهِ وَ قِرَأَةُ الْقُرْأَنِ فَإِنَّ حَمْلَةَ الْقُرْأَنُ فِيْ ظِلِّ اللهِ يَوْمَ لَا ظِلٌّ ظِلَّهُ مَعَ اَنْبِيَائِهِ وَاَصْفِيَائِهِ


Artinya, "Dari Sayyidina Ali RA., ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Didiklah anak-anak kalian terkait tiga hal, yaitu mencintai Nabi kalian dan keluarganya, serta membaca Al-Qur’an. Karena sesungguhnya orang yang memahami isi kandungan Al-Qur’an akan berada di bawah lindungan Allah, pada hari di mana tidak ada lindungan selain lindungan-Nya, beserta para Nabi dan kekasihnya” (H.R Ad-Dailami).


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Terdapat ribuan kisah keteladanan cinta antara Nabi dan para sahabatnya. Yang menjadi referensi utama dari kita untuk meneladani, agar memiliki rasa mahabbah pada Nabi. Satu ketika setiba Nabi di Kota Madinah awal hijrah, sahabat Ansor berlomba-lomba memberi pelayanan. Tertunduk sedih Ummu Sulaim yang janda, ingin berikan kontribusi, tapi harta tiada di tangan. Ia serahkan putranya Anas kepada Nabi, Untuk membantu rumah tangga sang Baginda. Sahabat Anas menyaksikan eloknya junjungan. Urusan pribadi Nabi lakukan, tanpa pernah suruh orang. Nabi menjahit kancing baju juga menyapu, segala urusan rumah tangga nyalakan tungku.


Cinta Nabi kepada para sahabat, tidaklah bertepuk sebelah tangan. Ketulusan cinta Rasulullah dibalas dengan kemurnian kasih para sahabatnya. Ketulusan hati memang mampu merasuk ke dalam lubuk hati yang dikasihi. Begitu cinta para sahabat kepada Nabi. Saat berangkat menuju perang Tabuk, sebuah perang yang amat berat bagi umat Islam, di kala cuaca sedang panas-panasnya, jarak yang teramat jauhnya dari Madinah, terlebih musim panen kurma di Madinah, yang menghadapkan para sahabat dihadapkan pada pilihan dilematis. Antara penuhi seruan jihad, ataukah berdiam duduk-duduk di rumah. Bila ditinggal tidak terpanen busuklah buah. Tak heran tentara yang mengikuti peperangan ini terkenal dengan istilah jaisyul usroh. Pasukan yang menempuh kesulitan.


Alkisah kala itu, Sahabat Abu Dzar menuju Tabuk dengan berjalan kaki. Karena tak memiliki kendaraan yang memadai. Menyebabkan ia agak tertinggal dari rombongan Nabi. Di tengah jalan ia menjumpai sumber air. Diisi penuh wadah air miliknya. Namun tiba-tiba ia terpikir Rasulullah. Minum pun ia tak berani. Seraya berkata dalam hati “akan kubawa air ini untuk Nabi”. Saat ia mampu menyusul kafilah pasukan, ambruk ia di depan Nabi. Demi Nabi sang kekasih, Abu Dzar rela dehidrasi.


Sahabat Anas bin Malik RA meriwayatkan bahwa Nabi bersabda:


ثلاثٌ مَنْ كُنَّ فيه وجَدَ حلاوَةَ الإيمانِ : أنْ يكونَ اللهُ و رسولُهُ أحبُّ إليه مِمَّا سِواهُما ، و أنْ يُحِبَّ المرْءَ لا يُحبُّهُ إلَّا للهِ ، و أنْ يَكْرَهَ أنْ يَعودَ في الكُفرِ بعدَ إذْ أنقذَهُ اللهُ مِنْهُ ؛ كَما يَكرَهُ أنْ يُلْقى في النارِ


Artinya, “Ada tiga jenis orang yang akan mendapatkan rasa manisnya iman, (yaitu) ketika Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya; dan ketika ia mencintai seseorang, ia tidak mencintainya kecuali semata karena Allah; dan ketika ia benci kembali ke dalam kakufuran, setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana ia benci dimasukkan ke dalam neraka.” (HR. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Ahmad)


Para ulama menjelaskan makna manisnya keimanan sebagai kenikmatan seseorang dalam ketaatan, ketaatan menjalankan perintah Alllah SWT dan juga kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Manisnya iman dijelaskan oleh kiai Bahauddin Nursalim (Gus Baha) Rembang, sebagai kenyamanan akal pikiran atas apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.


Suatu ketika, tatkala para sahabat sedang membersamai Rasulullah, ketika itu Nabi memegang tangan sahabat Umar. Terekam dalam riwayat berikut:


 كُنَّا مع النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ وهو آخِذٌ بيَدِ عُمَرَ بنِ الخَطَّابِ، فَقالَ له عُمَرُ: يا رَسولَ اللَّهِ، لَأَنْتَ أحَبُّ إلَيَّ مِن كُلِّ شَيْءٍ إلَّا مِن نَفْسِي، فَقالَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: لَا، والَّذي نَفْسِي بيَدِهِ، حتَّى أكُونَ أحَبَّ إلَيْكَ مِن نَفْسِكَ، فَقالَ له عُمَرُ: فإنَّه الآنَ، واللَّهِ، لَأَنْتَ أحَبُّ إلَيَّ مِن نَفْسِي، فَقالَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: الآنَ يا عُمَرُ


Artinya, “Wahai Rasulullah, engkau adalah orang yang paling kucintai melebihi apapun selain diriku.” Kemudian Rasulullah berkata: “Wahai Umar, demi Allah, yang mana diriku berada dalam kekuasaan-Nya, (tidak sempurna iman) hingga engkau lebih mencintaiku dibanding mencintai dirimu sendiri”. Umar lantas menyatakan: “Demi Allah, Sekarang engkau lebih kucintai daripada diriku sendiri”. (HR. Al-Bukhari No.6632).


Begitu mudah bagi sahabat Umar, untuk mengubah keyakinannya. Dari awalnya menjadikan diri sebagai prioritas utama. Menuju Rasulullah sebagai yang pertama dan utama. Hingga rela berkorban untuknya.


Semoga Allah menjadikan kita sebagai umat yang memiliki rasa cinta kepada baginda Nabi Muhammad, mampu meneladani perilaku Nabi dalam kehidupan Nabi, serta mampu menyambung perjuangan Nabi dalam rangka li'ilaa'i kalimaatillah. Amin, amin, amin yaa Rabbal alamin.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي اِلىَ رِضْوَانِهِ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا


اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا


اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ


اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ  عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَر

 

*Disusun oleh Akhmad Taqiyuddin Mawardi, Redaktur Pelaksana Keislaman NU Online Jombang, Pengasuh Pesantren An-Nashriyah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.