Jatim

Marak KDRT, Mari Pahami Esensi Pernikahan

Senin, 3 Oktober 2022 | 10:45 WIB

Marak KDRT, Mari Pahami Esensi Pernikahan

Pasangan suami istri harus memahami esensi pernikahan (Foto:NOJ/plaminan.com)

Pasangan hidup tentu tidak selamanya berjalan dengan adem ayem begitu saja. Dalam mahligai rumah tangga, biasanya akan dihadapkan cobaan, godaan dan ujian. Tentu itu semua pernak-pernik kehidupan yang harus dilalui oleh pasangan suami-istri.


Mengetahui bahwa perjalanan rumah tangga akan diterpa ujian, pasangan suami-istri seharusnya mengingat kembali esensi utama dari pernikahan sebagai muhasabah. Sebab dengan muhasabah tersebut diharapkan bisa meminimalisir konflik rumah tangga seperti KDRT, perselingkuhan dan lainnya.


Allah berfirman:


وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَة


Artinya: Dan di antara tanda-tanda kebesaran Allah, ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu condong dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kalian tumbuh rasa cinta dan kasih sayang. (Rum: 21)


Dalam salah satu hadis disebutkan:


تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


Artinya: Menikahlah kalian dengan perempuan yang paling dicintai dan paling banyak memberi keturunan. Sebab, aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian atas umat-umat lain pada hari Kiamat, (HR Ahmad).


Ayat dan Hadis di atas penting dipahami bahwa Allah menciptakan manusia secara berpasangan untuk kemudian dirajut dalam pernikahan agar kehormatan mereka yang secara naluriah memiliki nafsu syahwat tetap terjaga dan terkendali. Bukan dipahami sebagai pemuas syahwat belaka sehingga berujung pada kekerasan dan perselingkuhan yang merupakan tindakan tak terpuji.


Tentu, siapa pun paham manakala kebutuhan, naluri dan fitrah itu tak terpenuhi akan membawa pemiliknya kepada kegelisahan, kekacauan, bahkan frustasi yang berujung pada berbagai tindakan tak terpuji. Rasulullah bersabda:


يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وجاءٌ


Artinya: Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang sudah mampu menikah, maka menikahlah! Sebab, menikah itu lebih mampu menundukkan (menjaga) pandangan dan memelihara kemaluan. Namun, siapa saja yang tidak mampu, maka sebaiknya ia berpuasa. Sebab, puasa adalah penekan nafsu syahwat baginya, (HR Muslim).


Redaksi hadis ini adalah himbauan dari Rasulullah untuk pemuda yang memang sudah mampu secara lahir batin untuk menikah, maka sebaiknya secepatnya menikah. Namun apabila belum mampu, maka berpuasa adalah solusinya.


Pilihan diksi “mampu lahir batin” itu meliputi kemampuan seseorang menafkahi, menggauli pasangannya dengan baik, penuh kasih sayang.  Dengan kata lain, menikah harus didasari dengan perasaan cinta kasih di antara keduanya dan dijaga dalam keadaan apa pun.


Kesimpulannya, esensi menikah bukanlah untuk mencari kesenangan, penyalur syahwat belaka, akan tetapi di dalam pernikahan terdapat komitmen untuk saling mencinta, mengasihi, menjaga kehormatan, perasaan, serta mencetak keturunan yang saleh-salihah. Dari pernikahan pula bahtera rumah tangga menjadi perantara mencapai ridlo Allah.