• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Kamis, 2 Mei 2024

Fiqih

Solusi agar Tetap Meraih Kesunnahan Mencium Hajar Aswad saat Situasi Tak Memungkinkan

Solusi agar Tetap Meraih Kesunnahan Mencium Hajar Aswad saat Situasi Tak Memungkinkan
Hajar aswad. (Foto: Reasahalharmain)
Hajar aswad. (Foto: Reasahalharmain)

Pada kondisi tertentu, jamaah haji kadang tidak mudah bisa menyentuh atau bahkan mencium hajar aswad. Misalnya saat padatnya jamah haji, penuh sesak. Sementara mencium hajar aswad merupakan kesunnahan. Dan tentu umat Islam tidak selalu punya kesempatan dan nasib baik untuk pergi ke Tanah Suci.


Mencium hajar aswad adalah hal yang disunnahkan bagi orang yang melaksanakan tawaf, berdasarkan teladan yang dilakukan Nabi. Dua guru besar ulama hadits, al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan:


 عن ابن عمر أنه رأى رسول الله صلي الله عليه وسلم قبله


Artinya, “Dari Ibnu Umar bahwa beliau melihat Rasulullah SAW mencium hajar aswad,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).


Kendati telah disyariatkan, mencium hajar aswad tidaklah mudah dilakukan oleh umat Islam. Populasi umat Islam yang tengah menjalankan manasik di tempat tawaf hampir tidak pernah sepi dari pengunjung. Situasi yang tentu saja tidak diharapkan kadang terjadi, misalnya berdesakan dan saling dorong untuk bisa mencium batu surga itu.


Pada saat situasi tidak kondusif atau tidak memungkinkan, Syekh Muhammad bin Ahmad bin Umar Al-Syathiri menyampaikan bahwa umat Islam tidak perlu memaksakan diri untuk menghampiri dan mencium hajar aswad. Karena dapat menimbulkan mudarat untuk diri sendiri dan orang lain. Bahkan kesunnahan mencium hajar aswad bisa berubah menjadi hal yang diharamkan bila dapat menimbulkan efek menyakiti. Membuat mudarat kepada diri sendiri atau orang lain adalah haram, sementara mencium hajar aswad adalah sunnah.


الخامس أن يبدأ بالحجر الأسود وقالوا يقف قبالته ويستلمه ويقبله ويضع جبهته عليه ويتأخر قليلا ويجعله علي يساره ويمشى وكل ذلك منوط بعدم الإيذاء أما إذا ترتب علي التقبيل او الإستلام ضرر او إيذاء علي نفسه او غيره لكثرة الزحام فلا يسن بل قد يحرم لأن الضرر والإيذاء حرام والتقبيل و الإستلام مسنونان


Artinya, “Kelima adalah memulai dari hajar aswad. Para ulama berkata, orang yang tawaf hendaknya berhenti di depan hajar aswad, lalu mengusapnya kemudian menciumnya dan melatakkan jidadnya di atas batu itu, lalu ke belakang sedikit dan menjadikan batu itu di arah kirinya kemudian berjalan. Semua hal itu digantungkan atas ketiadaan menyakiti, sehingga andai saja dalam mencium atau mengusap hajar aswad dapat mengakibatkan bahaya ataupun menyakiti, baik kepada diri sendiri atau orang lain, karena banyaknya orang yang berdesakan, maka tidak disunnahkan bahkan diharamkan, karena bahaya dan menyakiti orang lain adalah haram, sedangkan mencium dan mengusap hajar aswad merupakan sunnah,” (Syekh Muhammad bin Ahmad bin Umar Al-Syatir, Syarh Al-Yaqut Al-Nafis, Dar al-Minhaj, hal. 328-329).


Lalu bagaimana agar tetap mendapatkan kesunnahan mencium hajar aswad? Ulama kemudian memberikan solusi, bahwa jamaah haji yang tidak memungkinkan untuk mencium hajar aswad secara langsung, bisa dengan cara mengusap hajar aswad dengan tangan lalu mencium tangannya. Tapi, bila tidak mampu melakukan hal itu, maka bisa diganti dengan mengusap tongkat atau benda lain dan menciumnya, bila tidak mampu juga, maka cukup berisyarat dengan lambaian tangan atau benda yang ada di tangan lalu menciumnya.


Penjelasan ini sebagaimana disampaikan oleh Syekh Zakariya Al-Anshari. 


(و) أن (يقبله) ويضع جبهته عليه فإن عجز عن ذلك استلم باليد ثم قبلها فإن عجز عن الإستلام بها استلم بعصا او نحوها وقبلها فإن عجز أشار بيده او بشيء فيها ثم قبل ما


Artinya, "Sunnah mencium hajar aswad dan meletakkan jidat di atasnya. Bila tidak mampu maka mengusapnya dengan tangan kemudian mencium tangannya, bila tidak mampu lagi, maka mengusapnya dengan tongkat atau lainnya dan kemudian menciumnya. Bila tidak mampu lagi, maka berisyarat dengan tangannya atau sesuatu yang ada pada tangannya kemudian menciumnya,” (Syekh Zakariya Al-Anshari, Syarh Al-Tahrir, Al-Haramain, juz 1, hal 472-473).


Dengan demikian, jamah haji tidak harus memaksakan diri harus mendekati hajar aswad untuk bisa menciumnya. Pada prinsipnya, agama Islam tidak memberatkan. Terlebih pada kondisi-kondisi tertentu yang tidak memungkinkan mencium hajar aswad secara langsung. Kondisi ini, tidak saja karena penuh sesak jamaah, tapi bisa juga karena faktor lain, seperti faktor lansia, sakit, atau sejumlah faktor lainnya. Mereka masih dapat memperoleh kesunnahan mencium hajar aswad dengan melakukan sebagaimana keterangan di atas dan tidak mengurangi nilai ibadah tawafnya. Wallahu a‘lam.


Diolah dari: Solusi saat Tidak Mampu Mencium Hajar Aswad


Editor:

Fiqih Terbaru