Syariah

Hukum Menyanyikan Lagu Indonesia raya dan Syubbanul Wathon dalam Masjid

Ahad, 14 November 2021 | 09:05 WIB

Hukum Menyanyikan Lagu Indonesia raya dan Syubbanul Wathon dalam Masjid

Hukum Menyanyikan Lagu Indonesia raya dan Syubbanul Wathon dalam Masjid. (Foto: (iStock)

Dalam beberapa acara yang digelar oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Jombang tidak jarang didahului lantunan lagu Indonesia Raya dan Syubbanul Wathon. 


Dan tidak jarang lagu itu dinyanyikan di dalam masjid, karena tempat acara memang di dalam masjid.


Alfaqir termasuk orang yang mendapatkan aduan tentang hal itu, karena alfaqir juga terlibat di dalamnya, dan hal itu terjadi berulangkali. 


Terakhir, sebuah japri masuk untuk memohon penjelasan tentang hal itu, dan alfaqir membiarkan hal tersebut dalam beberapa acara, padahal alfaqir ada di dalamnya.

 


Bukan karena ketidak tahun, tapi itulah pilihan sikap yang dipandu dengan ilmu, juga melihat kondisi yang sedang dihadapi.


Karenanya alfaqir perlu membuat risalah tentang hal itu.

 

Hukum asal lagu

Aljamal alal Manhaj menyatakan bahwa : menyanyikan lagu dan mendengarkanya adalah makruh.


كغناء بكسر الغين والمد بلا الة واستماعه فانهما مكروهان .
 

Bahkan Alghozali dalam kutipan Aljamal menyatakan: persoalan menyanyi itu tergantung apa tujuannya, bila bertujuan agar hati menjadi fresh sehingga menjadi kuat dalam menjalankan ketaatan pada Allah swt, maka bagian dari taat, bila agar kuat menjalankan maksiat, maka juga maksiat, dan bila tanpa tujuan apapun, maka lahwun yang terampuni.


قال الغزالي الغناء ان قصد به ترويح القلب ليقوى على الطا عة فهو طاعة او على المعصية فهو معصية اولم يقصدبه شئ فهو لهو معفو عنه.


Pendapat ulama tentang menyanyikan lagu di dalam masjid.

 

1. Tidak boleh 
Alfiqhul Islami menyatakan: tidak boleh menyelenggarakan acara-acara dalam masjid yang disertai larangan syar'i yang di dalamnya termasuk menyanyikan lagu.


ولا تجوز اقامة الحفلات فيها إذا اقترنت بمحظور شرعي كاختلاط الرجال بالنساء وتبرجهن والرقص والغناء


Demikian pula Umdatul Mufti menyoroti betapa pentingnya mengagungkan masjid dan memuliakannya sebagaimana firman Allah.  

 

إذن الله ان ترفع


Yang oleh Alwahidi dinyatakan : masjid harus dijunjung tinggi kehormatannya. 


أذن الله ان ترفع أي تبنى وتعظم حرمتها.


Dalam sebuah hadits dinyatakan:


انما بنيت المساجد لما بنيت له اي من الصلاة وذكر الله وقراءة القرآن والعلم والمذاكرة في الخير 


Dengan demikian lanjut pengarang kitab ini : menggunakan masjid tidak pada fungsinya adalah sikap meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.


ان اشتغال المسجد بغير ذلك وضع للشئ في غير محله .


2. Boleh

Almajmu' menyatakan : tidaklah apa-apa menyanyikan syi'ir di dalam masjid bila isi syi'ir itu adalah pujian pada nabi, Islam, hikmah, akhlak mulia, zuhud, dan macam-macam kebaikan. 


Sehingga ketika Sayyidina Umar mendapati Chassan melantunkan syi'ir di dalam masjid beliau melirik tanda tidak suka, tapi Chassan mengatakan: dulu nabi tidak melarang.


Nah, dari sudut pandang bahwa : menyanyikan Indonesia Raya dan Syubbanul Wathon ada potensi membangkitkan semangat nasionalisme inilah nampaknya menyanyikan lagu itu diperbolehkan, meski tetap menjaga hal-hal yang tidak direstui oleh Syara'. 


Sedangkan yang dilarang adalah lagu-lagu yang berisi tidak baik.


Perbedaan pendapat dalam fiqih adalah suatu yang wajar akibat sebuah sudut pandang yang berbeda.


Oleh karenanya, alfaqir mengimbau sebuah kehati-hatian dalam mengambil sikap, baik bagi yang setuju atau tidak.


Dampak sosial akibat hukum harus diperhatikan, itulah yang oleh Syekh Abdul A'ti dirumuskan bahwa : orang yang melakukan kerja ilmiyah untuk sebuah hukum harus memperhatikan akibat (i'tibarul maalat)


Misalnya dalam sebuah desa yang memang warganya melakukan penolakan hal tersebut, maka jangan memaksakan, begitu juga sebaliknya.


Alghozali dalam Ihya' menyatakan : melarang mungkarotul masajid yang bersifat makruh adalah sunnah, sedang yang bersifat larangan haram adalah wajib bila mampu.

 

Wabillahittaufiq


Alfaqir M Sholeh, Wakil Rais Syuriyah PCNU Jombang periode 2017-2022