• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Kamis, 28 Maret 2024

Daerah

Membuka Sejarah RSIA Muslimat (Saya Terima Amanah Itu — Bagian 1)

Membuka Sejarah RSIA Muslimat (Saya Terima Amanah Itu — Bagian 1)
Ibu Nyai Hj Muktamaroh Muhammad (Foto: NU Online Jombang/Nur Fitriana)
Ibu Nyai Hj Muktamaroh Muhammad (Foto: NU Online Jombang/Nur Fitriana)

NU Jombang Online,
Siang itu, matahari tidak begitu terik. Tim NU Jombang Online tiba di rumah Bu Nyai Hj Muktamaroh Muhammad. Seseorang yang telah berjasa banyak dalam pembangunan Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Muslimat Jombang. Tidak hanya tenaga juga pikiran, Bu Nyai Hj Muktamaroh juga memberikan seluruh dedikasi dan materi tak terhingga demi berdirinya RSIA Muslimat.

 

Ditemui di rumahnya yang asri, Bu Nyai Hj Muktamaroh tampak cerah dengan kerudung berwarna oranye gelap. Senyum ramahnya langsung menyambut kedatangan kami. Ketika diminta menceritakan kembali perjalanannya memulai perjuangan mendirikan RSIA Muslimat dari nol, ia mulai menerawang. Mengingat kembali satu demi satu peristiwa yang sudah menghabiskan separuh hidupnya untuk mengabdi lahir batin demi ummat melalui Muslimat Nahdlatul Ulama.

 

“Di pertengahan tahun 1967, amanah itu diberikan kepada Muslimat NU. H Affandi waktu itu bilang, saya mau mewakafkan tanah saya kepada Muslimat untuk dijadikan Darul Wiladah atau rumah bersalin,” begitu H Affandi mengamanahkan tanahnya untuk diwakafkan.

 

Bu Nyai Hj Muktamaroh Muhammad ketika itu tidaklah sendiri. Dia bersama dengan 4 orang dari pengurus NU yang diwakili oleh KH Adlan Aly yang saat itu menjadi Rais Syuriah PCNU Jombang, KH Syansuri yang menjadi Katib NU kemudian, KH Muhammad Baidlowi yang ketika itu menjadi ketua PCNU Jombang juga datang beserta sekretarisnya H Badawi.

 

“Dari Muslimat sendiri yang hadir Bu Nyai Hj Wahab, saya, Bu Nyai Hj Annisa, dan Bu Maslamah yang  saat itu menjabat sebagai ketua Muslimat Jombang. Kami saksi sejarah yang hadir dalam serah terima tanah wakaf tersebut,” ujar Bu Nyai Hj sembari membenarkan letak kerudungnya.

 

Baginya, saat itu menjadi sangat penting karena saat itulah titik asal RSIA berdiri. Negara belum lama mengalami peralihan kekuasaan. Pada saat itu disebut-sebut sebagai masa pemulihan ekonomi. Sebelum peralihan tongkat kepemimpinan memang tengah terjadi gejolak perekonomian. Pemerintah Orde Lama tak bisa mengatasi krisis ekonomi yang terjadi di penghujung 1950-an. Imbasnya sempat terjadi meroketnya inflasi (hiperinflasi) yang mencapai 635% pada 1966.

 

Di masa peralihan kepemimpinan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto, kondisi ekonomi yang buruk berimbas pada kondisi ekonomi masyarakat ketika itu. Hal itu dialami oleh semua orang termasuk juga Kader Muslimat yang terlibat dalam pendirian Darul Wiladah. Karena itu, ketika urusan administrasi tanah wakaf selesai dialihkan, pembangunan darul wiladah belumlah bisa dilakukan dengan jeda 2 tahun lamanya. 

 

Ketika serah terima sertifikat tanah dan sertifikat wakaf, Bu Nyai Hj Wahab berkata kepada Bu Nyai Hj Muktamaroh di hadapan semua yang menjadi saksi penyerahan tanah wakaf tersebut termasuk Haji Affandi sebagai pemberi wakaf. “Saya serahkan tanggung jawab ini kepadamu. Karena Kamu lebih banyak beraktivitas di kota, dan tenagamu masih cukup kuat,” ujar Bu Nyai Hj Muktamaroh menirukan ucapan Bu Nyai Hj Wahab kepadanya.

 

Kata-kata itu cukup menusuk benaknya. Diberikan tanggung jawab sebesar itu sudah pasti bukan perkara mudah. Tapi tak urung, ia menyanggupinya dengan penuh keihklasan dan tanggung jawab.

 

“Disaksikan oleh semuanya, saya bilang waktu itu, Insyaallah saya sanggup melaksanakannya. Dibantu dengan semua pihak yang ada,” katanya.

 

Sesampainya di rumah, komitmen Bu Nyai Hj Muktamaroh untuk menjadi penanggung jawab pendirian Darul Wiladah ini kemudian dipertanyakan oleh sang suami, KH Muhammad Baidlowi. Sang suami ingin meyakinkan istrinya untuk memegang amanah itu dengan sungguh-sungguh. Ia tidak ingin Bu Nyai Hj Muktamaroh melaksanakannya dengan setengah-setengah.

 

“Kamu sudah berjanji dan menjawab insya allah mau, itu artinya kamu harus mau. Resikonya mau ya harus jadi. Itu tidak boleh diganggu gugat. Jangan kuatir. Aku berada di belakangmu. Begitu kata bapak waktu itu. Karena Bapak bilang begitu, saya jadi kemrungsung. Semangat saya menggebu-gebu. Walaupun begitu, di kepala saya masih bingung juga harus mendirikan Darul Wiladah ini pakai apa,” ujar Bu Nyai Hj Muktamaroh sembari mengingat kembali momentum itu. Senyum tak henti menghias bibirnya sembari mengingat semua slide memori itu.

 

Di tahun 1969, Muslimat kemudian memulainya di teras rumah H Affandi di Jagalan untuk sementara sebelum tanah wakaf itu benar-benar dibangun menjadi Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Hanya ada 1 bidan yang mengoperasikan tempat yang masih diberi nama poliklinik tersebut. Bidan itu bekerja di Pabrik Gula Djombang Baru. Jadi, Poliklinik hanya dibuka 3 kali dalam seminggu. Meskipun pasiennya masih sangat minim, tapi poliklinik tetap beroperasi. Sementara itu, berita tentang pendirian rumah bersalin sudah mulai diberitakan ke ranting-ranting. Ada banyak yang memberikan bantuan berupa beras, uang, hingga bahan bangunan.

 

Namun, hal itu masih mengusik benak Bu Nyai Hj Muktamaroh, Jika hanya mengandalkan jimpitan, akan sulit untuk membangun rumah sakit. Apalagi, dia sudah tidak nyaman ketika tahu tanah wakaf yang sudah dibangun pondasi setinggi satu meter itu dipergunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan hal-hal buruk. Ia mulai berpikir untuk memberikan pagar di sekitar tanah wakaf. Tapi lantas hal itu juga membuatnya kebingungan mencari uang untuk bisa membangun pagar.

 

“Entah mengapa yang terlintas di kepala saya, membuat konser Rhoma Irama di Stadion. Hasil penjualan tiketnya bisa kami gunakan untuk membuat pagar keliling. Ide itu saya lontarkan saat rapat muslimat. Dan ternyata di luar dugaan, ide saya diterima.

 

Penyelenggaranya tentu saja tidak tertulis Muslimat. Semua dilakukan secara tertutup. Meksipun pada akhirnya saya ketahuan dan harus ditimbali Mbah Kiai Bisri. Karena takut, saya sampai nggak berani datang. Baru setelah dibujuk Bapak, saya mau asal ditemani. Ya saya dimarahi, saya terima. Karena sudah terjadi, ya sudah. Saya diminta tidak mengulangi lagi. Ya saya manut,” urai Bu Nyai Hajjah Muktamaroh sembari tertawa.

 

Tapi dari idenya yang out of the box itu kemudian, tanah wakaf yang menjadi cikal bakal RSIA Muslimat berhasil dipagari dengan gagahnya.

 

(Bersambung ke Bagian II – Gadaikan Sertifikat Rumah hingga Perhiasan Demi Membesarkan RSIA)

 

Pewarta: Nur Fitriana


Editor:

Daerah Terbaru