• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Sabtu, 20 April 2024

Opini

Spirit Nasionalisme Generasi Milenial dan Kemajuan Bangsa

Spirit Nasionalisme Generasi Milenial dan Kemajuan Bangsa
Foto (blog.bukalapak.com)
Foto (blog.bukalapak.com)

Adagium 'Hubbul Wathon Minal Iman' (cinta tanah air sebagiann dari iman) dewasa ini kembali meramaikan jagad masyarakat kita. Tanah air merupakan tempat di mana kita dilahirkan, dibesarkan, menghirup udara dan kelak tempat dimana kita akan dimakamkan, maka rawat dan jagalah (Gus Mus). 

Penggalan dawuh Gus Mus ini memberikan ketegasan atas makna mencintai tanah air. Ini memberikan tambahan spirit nasionalisme yang perlu diperkuat menyusul mengikisnya jiwa-jiwa nasionalisme.

Ada perdebatan mengenai sumber dari kata hubbul wathon minal iman tersebut. Apakah bersumber dari sebuah hadits atau sebuah maqalah semata. Al-Hafidh As-Sakhawi mengatakan : Kalimat Hubbul Wathan Minal Iman, aku tidak menemukan isnad dan sanadnya, namun demikian maknanya shohih. Penulis setuju dengan pendapat tersebut jika memang bukan sebuah hadits namun segi makna sangat baik. Mengingat kondisi di akhir zaman seperti hari ini spirit mencintai tanah air sangatlah dibutuhkan.

Mencintai tanah air merupakan ajaran agama Islam. Rasulullah SAW sering memberikan teladan akan cinta tanah air. Dalam Hadits riwayat Bukhari dikatakan “ketika Rasulullah hendak datang dari bepergian, beliau mempercepat jalannya kendaraan yang ditunggangi setelah melihat dinding Kota Madinah. Bahkan beliau sampai menggerak-gerakkan binatang yang dikendarainya tersebut. Semua itu dilakukan sebagai bentuk kencintaan beliau terhadap tanah airnya”. Di dalam hadits yang lain Rasulullah juga pernah berdoa yang artinya “ Ya Allah jadikanlah kami mencintai Madinah seperti kami cinta kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah.” (HR. Bukhari). 

Cinta tanah air sangatlah perlu ditumbuhkan untuk menjaga keamanan dan kenyamanan dalam menjalani kehidupan. Di tanah air yang kita pijaki inilah kita mencari nafkah, bermasyarakat hingga beribadah. Tidak bisa kita bayangkan kalau tidak ada rasa cinta tanah air, aka ada gangguan dari pihak luar. Hingga akhirnya kita tidak akan merasa tenang karena keamanan kita terganggu.

Di bumi nusantara konsep cinta tanah air sudah dilakukan saat kerajaan-kerajaan berdiri, dari mulai Singasari hingga Kerajaan Majapahit yang dimotori oleh Patih Gajah Mada. Di samping mempertahankan eksistensinya cinta tanah air juga dilakukan untuk menjaga potensi alam yang dimiliki. Terbukti di zaman Majapahit ini Patih Gajah Mada sangat gencar melakukan pertahanan negaranya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh para pejuang dizaman penjajahan Belanda telah banyak perlawanan untuk membela tanah air. Namun perjuangannya masih bersifat kedaerahan yang dipimpin oleh pemimpin dari setiap daerah. Langkah ini masih banyak menemui kekurangan karena Belanda masih menggunakan politik adu domba. Selain itu dari persenjataan kekuatannya tidak sebanding, karena Belanda sudah menggunakan senjata modern.

Bela tanah air dilanjutkan oleh para pemuda bangsa dan dilakukan dengan sistem yang mulai terorganisir. Pada tahun 1907 lahirlah organisasi Budi Utomo, yang diprakarsai oleh mahasiswa. Dengan mengumpulkan berbagai elemen pemuda yang terdiri dari perwakilan organisasi setiap daerah. Ada utusan dari Jong Java, Jong Madura, Jong Sumatera dan kumpulan pemuda yang lain dalam satu tekad menggalang kekuatan untuk terbebas dari belenggu penjajah. Sehingga tercetuslah momentum Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.

Tidak hanya golongan muda notabene mahasiswa yang mempunyai inisiatif untuk mendorong gerakan cinta tanah air. Dari golongan ulama (kiai) pun tergerak untuk memprakarsai gerakan nasionalisme. KH Wahab Hasbullah yang mendirikan Nahdlatut Tujjar yang mengumpulkan para pedagang-pedagang Muslim. Selain itu beliau juga menciptakan lagu Syubbanul Wathon, yang isi liriknya menegaskan tentang nasionalisme dan semangat cinta tanah air.

Masih dalam lingkup peran ulama, pasca kemerdekaan Republik Indonesia, terjadi agresi militer Belanda yang mengancam kemerdekaan Indonesia. KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada insiden penyerangan oleh Belanda di Surabaya. Hingga meletuslah peperangan pada 10 November 1945 di Jembatan Merah Surabaya yang terkenal dengan peristiwa Hari Pahlawan.

Di zaman milenial ini gerakan cinta tanah air sangatlah perlu digalakkan untuk menjaga keutuhan bangsa. Tantangannya yang berbeda dengan zaman penjajahan perlu adanya inovasi untuk lebih memperkuat rasa cinta tanah air. Generasi milenial banyak dihadapkan dengan gerakan intoleran serta adanya wacana mengubah ideologi Pancasila. 

Ini penting untuk ditangani mengingat terjadinya gejolak di Timur Tengah berawal dari gerakan-gerakan tersebut. Generasi milenial merupakan aset negara menyambut 1 abad kemerdekaan Indonesia. Untuk tetap menjaga keutuhan dan persatuan bangsa serta eksistensi negara. Perlunya memberikan pendidikan tentang cinta tanah air sejak dini untuk keutuhan Bangsa. 

Bangsa kita hari ini dijajah oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat. Jika tidak dimanfaatkan secara tepat kemajuan ini hanya akan menjadi boomerang bagi kemajuan bangsa Indonseia. Perlunya dihadirkan kembali pengajaran sejarah perjuangan masa lalu untuk memupuk kembali rasa nasionalisme serta cinta tanah air di kalangan muda.

Najihul Huda, Wakil Ketua II Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jombang


Editor:

Opini Terbaru