• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Selasa, 23 April 2024

Daerah

Saat Diterapkan, Jadikan Kenormalan Baru di Pesantren sebagai Peningkatan Amaliyah

Saat Diterapkan, Jadikan Kenormalan Baru di Pesantren sebagai Peningkatan Amaliyah
Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang. (Foto: Istimewa)
Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang. (Foto: Istimewa)

NU Jombang Online, 
Kebijakan New Normal atau kenormalan baru yang dirancang pemerintah hampir bisa dipastikan diterapkan di semua lini kehidupan. Termasuk juga di lingkungan pesantren. Di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, pemerintah daerah telah menggelar rapat koordinasi persiapan protokol penyelenggaraan keagamaan dan santri kembali ke pesantren, Jumat (5/6) dengan sejumlah organisasi keagamaan dan pengasuh pesantren di ruang Swagata Pemkab Jombang.

Salah satu Pengasuh Pesantren Darul Ulum, Rejoso, Jombang, H Hamid Bishri mengungkapkan, pesantren hendaknya memaknai dan menjadikan tatanan kenormalan baru sebagai upaya meningkatkan budaya dan nilai-nilai yang ada di pesantren. Seperti menjaga kebersihan lingkungan, membiasakan pola hidup sehat, dan sebagainya.

"Bagi pesantren ini adalah peningkatan amaliyah yang semula dalam Islam adalah sebagai konsep sebuah ilmu. Nah, dengan corona ini bisa mengejawentahkan ilmu itu, mereka bisa mengaplikasikan apa itu thaharah dan seterusnya," katanya, Ahad (7/6).

Untuk itu, pria yang kerap disapa Gus Mamik ini meminta agar pesantren-pesantren di Jombang khususnya mulai menyiapkan sarana dan prasarana untuk menunjang penerapan tatanan kenormalan baru di lingkungan pesantren. Dan pemerintah dalam hal ini harus menfasilitasi kebutuhan-kebutuhan pesantren.

Ia mengatakan, pesantren sesungguhnya punya nilai-nilai luhur yang ada di balik protokol menghadapi Covid-19. Seperti harus memakai masker. Pesantren memaknai bahwa selain sebagai upaya mencegah penularan Covid-19, hal itu juga diartikan bahwa santri harus senantiasa menjaga dari perkataan-perkataan kotor.

"Filosofi menggunakan masker berarti kita khususnya santri harus hati-hati dalam berbicara," ujarnya.

Begitu juga alasan kenapa seseorang harus sering-sering mencuci tangan. Pesantren tidak sekadar memaknai agar bersih atau terhindar dari kuman dan virus, lebih dari itu memiliki arti bahwa santri tidak boleh sembarangan menggunakan fungsi tangannya.

"Filosofi cuci tangan berarti tidak boleh memproduksi hal-hal yang kotor yang dilarang oleh Allah Swt," jelasnya.

Kemudian dalam physical distancing (jaga jarak) santri tidak hanya dituntut harus menanggalkan budaya kumpul-kumpul sampai wabah Covid-19 mereda. Tetapi juga hal itu bermakna bahwa santri harus selalu menjaga objektivitas satu dengan yang lainnya.

Gus Mamik menegaskan, dirinya tetap akan mengikuti keputusan-keputusan yang diambil pemerintah dalam praktik New Normal di pesantren sepanjang membawa dampak positif untuk semua komponen pesantren.

"Kita mengaplikasikan athiullaha wa athiurrasul wa ulil amri minkum. Jelas kita mengikuti pemerintah, tinggal bagaimana kebijakan-kebijakan yang kita ikuti dengan menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada di pesantren," pungkasnya.

Pewarta: Ahmad 
Editor: Syamsul Arifin 


Editor:

Daerah Terbaru