• logo nu online
Home Warta Ekonomi Daerah Bahtsul Masail Pendidikan Neraca BMTNU Nasional Fiqih Parlemen Khutbah Pemerintahan Keislaman Amaliyah NU Humor Opini BMT NU Video Nyantri Mitra Lainnya Tokoh
Rabu, 24 April 2024

Amaliyah NU

Saat Bulan Ramadhan, Bolehkah Sekaligus Berniat Puasa Lain?

Saat Bulan Ramadhan, Bolehkah Sekaligus Berniat Puasa Lain?

Menurut ulama Syafi’iyyah, niat merupakan kunci syarat sah. Ia tidak hanya sebagai penyempurna sebagaimana dalam mazhab Hanafiyah. Dalam mazhab Syafi’i, niat menentukan sah atau tidaknya amal.

Secara umum, ada beberapa ibadah yang bisa digabung dalam satu niat dan masing-masing bisa mendapatkan pahala. Misal, orang shalat tahiyyatul masjid diniati sekalian shalat sunnah qabliyah dhuhur. Atau ada orang habis bersetubuh dengan istrinya di pagi hari Jumat, kemudian ia berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besarnya sekaligus berniat mandi sunnah Jumat. Niat seperti demikian ini sah hukumnya. Dalam ilmu fikih, ada banyak contohnya. 

Dalam hal puasa juga berlaku demikian. Seperti ada orang mempunyai tanggungan utang puasa lalu diqadha bersama puasa sunnah semacam ‘Arafah, Senin-Kamis, Asyura’ dan lain sebagainya, hukumnya sah. 

Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’, Syarah al-Muhadzab menjelaskan, pada bulan Ramadhan tidak sah melakukan puasa apa pun kecuali hanya untuk puasa Ramadhan.

قال الشافعي والاصحاب رحمهم الله تعالي يتعين رمضان لصوم رمضان فلا يصح فيه غيره فلو نوى فيه الحاضر أو المسافر أو المريض صوم كفارة أو نذر أو قضاء أو تطوع أو اطلق نية الصوم لم تصح نيته ولا يصح صومه لا عما نواه ولا عن رمضان هكذا نص عليه وقطع به الاصحاب في الطرق الا امام الحرمين فقال لو أصبح في يوم من رمضان غير ناو فنوى التطوع قبل الزوال قال الجماهير لا يصح وقال أبو إسحاق المروزى يصح قال الامام فعلى قياسه يجوز للمسافر التطوع به والمذهب ما سبق 

Artinya: “Menurut Asy-Syafi’i dan murid-muridnya rahimahumullah mengatakan, bulan Ramadhan hanya boleh untuk puasa Ramadhan. Pada bulan ini tidak diperkenankan puasa selainnya. Baik itu bagi orang yang sedang di rumah atau dalam bepergian, orang sakit, orang yang mempunyai tanggungan puasa kafarat, nazar, qadha, puasa sunnah, atau puasa mutlak. Semuanya tidak sah. Baik puasa yang ia kehendaki maupun puasa Ramadhannya itu sendiri justru juga tidak sah. Demikian redaksi tekstualnya sebagaimana yang diyakini oleh para murid Imam Syafi’i dari beberapa riwayat kecuali Imam al-Haramain. 

Jika Imam al-Haramain, ia menjelaskan, apabila ada orang sudah memasuki waktu subuh pada salah satu hari Ramadhan sedang ia belum niat. Kemudian dia niat melakukan puasa sunnah (di pagi bulan Ramadhan itu), menurut mayoritas ulama, tidak sah. Sedangkan menurut Abu Ishaq al-Marwazi, puasa sunnahnya sah. Namun menurut al-Imam, hal ini dianalogikan adalah bagi orang yang sedang bepergian boleh melakukan puasa sunnah. Meskipun begitu, yang sesuai dengan kaidah madzhab adalah pendapat yang pertama tadi, yaitu tidak sah. (Abi Zakriya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, Maktabah al-Irsyad, Jeddah, juz 6, halaman 315-316)

Pendapat al-Marwazi di atas dipatahkan oleh pendapat Al-Mutawalli. Menurutnya, orang yang pada malam harinya lupa tidak niat, sehingga ia kesiangan baru ingat, ia tetap harus berpura-pura meniru seperti orang puasa. Nah, pada level pura-pura melakukan ibadah seperti demikian, orang tidak boleh melakukan ibadah sejenis yang benar-benar ibadah. 

Seperti kasus orang yang hajinya rusak. Ia tetap harus pura-pura memakai ihram. Dalam kepura-purannya ini, pada saat yang sama, di musim haji itu, ia tidak boleh melakukan ihram apa pun yang shahih. 

Jadi, jika puasa dilakukan pada bulan selain Ramadhan, orang bisa melakukan puasa qadha, kafarat, nadzar atau yang lainnya seraya digabung dengan puasa sunnah, namun khusus untuk bulan Ramadhan ini tidak boleh niat puasa apa pun selain puasa Ramadhan.  

Kenapa puasa selain Ramadhan itu sendiri tidak sah begitu? Imam Nawawi, masih dalam kitab yang sama mengatakan:

لان الزمان مستحق لصوم رمضان فلا يصح فيه غيره

Artinya: Karena bulan itu hanya miliknya Ramadhan, maka tidak sah puasa apapun selain Ramadhan itu sendiri. (Ahmad Mundzir) 

Sumber NU Online

:::
Catatan: Naskah ini pertama kali terbit di NU Online pada 21 Mei 2018, pukul 18.30. Redaksi menayangkan ulang dengan sedikit penyuntingan.


Editor:

Amaliyah NU Terbaru